16
BAB I I KAJI AN TEORI
2.1 Konstituen Pascaverba Pasif
Konstituen adalah unsur bahasa yang merupakan bagian dari satuan yang lebih besar; bagian dari sebuah konstruksi Kridalaksana,
1993: 118. Selanjutnya, konstituen pascaverba pasif dapat diartikan konstituen
-konstiuen yang terletak setelah atau di sebelah kanan verba pasif. Konstituen pascaverba pasif dapat diamati dari berbagai segi
sintaktis, yaitu dari fungsi, konstruksi, kategori, distribusi, dan peran. Fungsi sintaktis meliputi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan
keterangan. Fungsi sintaksis konst ituen pascaverba pasif dalam penelitian ini adalah subjek, pelengkap, dan keterangan.
Kategori sintaktis berkaitan dengan kategori kata, yaitu verba, nomina,
adjektiva, pronomina,
adve rbia,
interogativa, numeralia,
demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi, interjeksi, dan kategori fatis. Kategori kata konstituen pascaverba pasif dalam penelitian ini adalah
verba, nomina, adjektiva, pronomina, adverbia, numeralia, preposisi dan konjungsi.
Peran sintaktis makna yang diemban fungsi sintaktis sebagai konstituen pascaverba pasif meliputi pelaku, sasaran, pengalam,
17
pemeroleh, waktu, tempat, alat, sumber, tujuan, cara, penyer ta,
pembanding, sebab, hasil, syarat, dan keadaan. Peran-peran tersebut hadir dalam penelitian ini sebagai konstituen pascaverba pasif.
Konstruksi konstituen pascaverba pasif dalam penelit ian ini berupa kata, frasa, dan klausa.
Distribusi konstituen pascaverba pasif dalam penelitian ini identik dengan klasifikasi frasa, yaitu frasa endosentrik koordinatif, atributif, dan
apositif dan eksosentrik direktif dan objektif. Uraian atau penjelasan tentang konstituen pascaverba pasif
tersebut dijelaskan pada subab-subab berikut ini.
2.2 Verba
Dapat dikatakan bahwa para linguis bahasa I ndonesia dalam membagi kategori kata bahasa Indonesia mencantumkan verba sebagai
satu di antara kategori kata. Bahkan, beberapa linguis I ndonesia, misalnya, Sasrasoeganda 1910, Zain 1943, Slametmuljana 1957,
Ramlan 1985, dan Kridalaksana 1994 menempatkan verba pada urutan pertama dalam pembagian kategori kata.
Kridalaksana 1994: 46 berpendapat bahwa verba ditempatkan pada urutan pertama karena dalam proses kejadian kata bahasa
I ndonesia, beberapa
bentuk tidak
dapat di
jelaskan bila
tidak menempatkan verba sebagai dasar. Perbedaan nomina pengajar dan
18
pelajar hanya dapat dijelaskan apabila diket ahui bentuk verba mengaj ar dan belajar sebelumnya; begitu pula dengan bentuk pejuang dan bukan
penjuang terjadi melalui bentuk berjuang dan bukan menjuang. Jadi, tidak ada nasalisasi, seperti halnya pejalan kaki berasal dari berjalan kaki. Selain
alasan tersebut, alasan lainnya didasarkan pada perilaku berbahasa dari pemakai bahasa I ndonesia dalam pengungkapan konsep. Beberapa gejala
bahasa yang baru masuk pengungkapan konsep dilihat bukan sebagai benda, melainkan lebih sebagai proses dalam pengertian digramatikalisasi-
kan sebagai verba atau adjektiva. Misalnya, leksem sentimen, sadis, dan sekolah dalam bahasa sehari-hari dianggap sifat untuk sentimen dan
sadis dan pekerjaan untuk sekolah. Lebih lanjut, Kridalaksana 1994: 46 mengatakan bahwa verba
diberi tempat pertama tidaklah berarti bahwa proses derivasi, misalnya, nomina ke verba atau kategori kata lain ke verba diingkari. Semua itu
dapat diamati dalam morfologi bahasa I ndonesia dan tampak jelas dalam sifat-sifat kategori kata.
Berbicara tentang verba tersebut, banyak para linguis mengamat i verba dari berbagai segi, yaitu segi morfologis, sintaktis, dan semantis.
2.2.1 Klasifikasi Verba Berdasarkan Ciri Morfologis
Mengklasifikasikan verba
berdasarkan ciri
morfologis berarti
mengamati verba dari segi bentuknya.
19
Kridalaksana 1994: 51—52 menjelaskan bahwa verba berdasarkan bentuknya dapat dibedakan atas a verba dasar bebas dan
b verba turunan. Verba dasar bebas adalah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis; verba turunan adalah verba
yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi, at au berupa paduan leksem. Pembagian lebih lanjut bentuk verba beserta contoh-contohnya adalah
berikut. 1 Verba dasar bebas ialah verba yang berupa morfem bebas
yang dapat berdiri sendiri dalam konteks sintaksis, misalnya, duduk, tidur, dan minum.
2 Verba turunan ialah verba yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi, atau berupa paduan leksem. Sebagai bentuk
turunan, verba dapat dibedakan sebagai berikut. a Verba berafiks ialah verba yang dibentuk den
gan menambahkan
afiks pada
dasar k
ata, misalnya,
bernyanyi, melahirkan, dipukul, dijatuhkan, dicintai, dan terpikirkan.
b Verba bereduplikasi ialah verba yang dibentuk dengan pengulangan,
baik pengulangan penuh
maupun pengulangan sebagian parsial, misalnya, bangun-
bangun, bernyanyi-nyanyi, dan menari-nari.
20
c Verba paduan leksem ialah verba yang berpadu dengan nomina, misalnya, alih bahasa, campur tangan, dan
lintas budaya. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa verba ditinj au dari
bentuknya terdiri atas verba dasar bebas dan verba turunan; verba turunan dapat dibedakan lagi atas verba berafiks, bereduplikasi, dan
paduan leksem. Pandangan atas klasifikasi verba dari segi morfologis afiksasi
khususnya yang berafiks atau yang bermorfem terikat di-+ { -kan -i} dijadikan acuan dalam mengkaji konstituen pascaverba pasif tersebut dari
berbagai segi, yaitu fungsi, konstruksi, kategori, distribusi, dan peran.
2.2.2 Klasifikasi Verba Berdasarkan Perilaku Sintaktis
Perilaku sintaktis verba berkaitan erat dengan hubungan verba sebagai pengisi fungsi predikat dengan fungsi kalimat lainnya dan sifat
ketransitifan verba. Secara sintaktis, ketransitifan verba ditentukan oleh dua faktor, yaitu 1 adanya nomina yang berdiri di belakang verba yang
berfungsi sebagai objek dalam kalimat aktif dan 2 kemungkinan objek tersebut berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Sehubungan
dengan itu, verba terdiri atas verba transit if dan verba taktransitif Alwi, dkk., 1998: 90; Kridalaksana, dkk., 1985: 52—54; Sugono dan I ndiyastini,
1994: 34.
21
2.2.2.1 Verba Transitif
Alwi, dkk. 1998: 91 menjelaskan bahwa verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai obj ek dalam kalimat aktif; objek
tersebut dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif lihat juga Kridalaksana, dkk., 1985: 54. Secara morfologis, verba transitif dapat
diturunkan dari berbagai dasar dengan melekatkan prefiks meN- dan meN- dalam kombinasinya dengan afiks –kan, -i, dan per- kan, per- i.
Sudaryanto 1993: 125 mengatakan bahwa dalam konstruksi P–O, khusus P sebagai penguasa O, P itu dapat berupa kata monomorfemik
yang hanya berafiks meN- tanpa afiks yang lain. Namun, dapat pula P itu dapat berupa kata polimorfemik dengan afiks yang lain pula di samping
meN-, yaitu per-, -kan, dan –i, atau kombinasi antara per- dengan salah satu dari kedua yang terakhir itu. Sementara itu, Badudu 2002: 1
mengemukakan bahwa verba transitif secara morfologis ditandai oleh afiks meN-, meN- kan, meN- i, memper- kan, memper- i, dan
member- kan. Pendapat Badudu itu sejalan dengan Alwi, dkk. 1998: 91—92
yang membagi verba transitif menjadi berikut. a.
Verba ekatransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh satu objek. 1 Dia sedang mencari alamat rumah nenek.
2 I bu membeli tas.
22
b. Verba dwitransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh dua nomina
objek dan pelengkap. 3 I bu membuatkan ayah kopi susu.
4 Kami membelikan adik baju baru. c.
Verba semitransitif adalah verba transitif yang kehadiran objeknya dapat dilesapkan.
5 Ayah sedang membaca makalah. 6 Adik sedang me- makan roti.
2.2.2.2 Verba Taktransitif
Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat pula berfungsi sebagai subjek dalam kalimat
pasif Alwi, dkk., 1998: 93; Kridalaksana, dkk., 1985: 52; Sugono dan I ndiyastini,
1994: 34.
Selanj utnya,
Alwi, dkk.
1998: 95
mengklasifikasikan verba taktransitif menjadi berikut. a.
Verba taktransitif yang berpelengkap wajib adalah verba taktransitif yang menuntut kehadiran pelengkap.
7 Anda diharap datang. 8 Para teroris dijatuhi hukuman.
b. Verba taktransitif yang berpelengkap manasuka adalah verba taktransitif yang kehadiran pelengkapnya dapat ditanggalkan.
23
9 Bajunya berwarna merah. 10 Masalah itu telah disampaikan Riva.
b. Verba taktransitif yang takberpelengkap adalah verba taktransitif yang
tidak menuntut hadirnya pelengkap. 11 Pesepak bola itu berlari.
12 Kami kedinginan. Pandangan atas klasifikasi verba berdasarkan perilaku sintaktis
khususnya verba taktransitif dijadikan dasar dalam mengkaji konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan -i} dari segi fungsi
sintaktis.
2.2.3 Klasifikasi Verba Berdasarkan Perilaku Semantis
Verba, selain dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri morfologis, perilaku sintaktis, juga diklasifikasikan berdasarkan perilaku semantis.
Tadjuddin 2005: 69—76 menyatakan bahwa verba dap at
diklasifikasikan menjadi empat macam situasi yang merupakan makna aspektualitas inheren verba.
a. Verba pungtual peristiwa menggambarkan situasi momental, situasi lintas batas atau peristiwa transisional, misalnya, angguk, berangkat
,bangun, bangkit, batuk, bunuh, capai, datang, jatuh, kedip, bilang, lompat, patah, petik, potong, pukul, tebak, tendang, dan tiba.
24
b. Verba aktivitas menggambarkan situasi dinamis yang berlangsung, misalnya, baca, bicara, gambar, lari, lukis, dan bangun.
c. Verba statis menggambarkan keberlangsungannya yang tidak homogen, terbatas waktunya, atau memerlukan usaha, misalnya, duduk, berdiri,
pancar, tinggal, pikir, berbaring, sandar, tidur, dengarkan, lihat, tonton, dan telungkup.
d. Verba statif menggambarkan situasi yang homogen, keberlangsungan yang bersifat tetap, atau tanpa perubahan, misalnya, cinta, percaya,
punya, salut, benci, tahu, dan takut. Sejalan dengan pendapat Quirk, et al. 1985, Djajasudarma
2005: 69—71 mengklasifikasikan verba menjadi verba dinamis dan verba statis, yaitu yang berdasarkan partikel pemarkah keaspekan.
Verba dinamis dapat dipilah menjadi a verba aktivitas, b verba proses, c verba sensasi tubuh, d verba peristiwa transisional, dan e
verba momentan. a.
Verba aktivitas dan verba proses acapkali digunakan dalam bentuk makna
keaspekan imperfektif
y ang
menyatakan kontinuatif,
misalnya, berdua, bernyanyi, dan bermain. b.
Verba sensasi tubuh dapat digunakan dalam makna keaspekan imperfekif yang memiliki sedikit pergese
ran makna, misalnya, sedang merasa, sakit, luka, dan menggaruk.
25
c. Verba peristiwa transisional sebagian dapat memiliki makna keaspekan
imperfektif dan sebagian lagi tidak, misa lnya, sedang tiba,
mendarat, mati, meninggalkan, jatuh, dan menghilang. d.
Verba momentan berada dalam aspek imperfektif yang mensyaratkan munculnya
peristiwa lain,
misa lnya,
menabrak, menendang,
melompat, dan menepuk. Selanjutnya, verba statis dapat dipilah menjadi berikut.
a. Verba statis dengan persepsi dan pengertian lamban dapat memiliki
makna keaspekan imperfektif, misalnya, sedang berpikir, sedang mencium, dan sedang mendaki.
b. Verba relasional masih mungkin didapatkan dengan makna aspektual
imperfektif, misalnya, sedang memiliki, dan patut. Sementara itu, Sugono dan I ndiyastini 1994: 32 dan Alwi, dkk.
1998: 88—89 mengklasifikasikan verba berdasarkan makna inhernnya sebagai berikut.
a. Verba perbuatan aksi menggambarkan aktivitas tertentu, misalnya,
menendang ditendang, meniup ditiup, dan melempar dilempar. b.
Verba proses menggmbarkan sedang berlangsungnya sesuatu, misalnya, menguning, membesar, dan membengkak.
c. Verba keadaan menggambarkan suatu acuan dalam situasi tertentu,
misalnya, suka dan benci.
26
Di samping ketiga makna verba tersebut, Alwi, dkk. menambahkan ketiga verba tersebut dengan verba pengalaman. Verba pengalaman
menyatakan telah terjadinya sesuatu, misalnya, tahu, lupa, menyadari, dan merasa.
Chafe 1970: 98—102 mengemukakan bahwa dilihat dari ciri-ciri semantisnya verba dibedakan atas lima tipe utama berikut.
a. Verba keadaan menyatakan suatu keadaan, misalnya, suka dan
benci. b.
Verba proses menyatakan
suatu proses,
misalnya, memerah, menghijau, dan merumput.
c. Verba aksi menyatakan suatu aksi, misalnya, menghancurkan
dihancurkan, menggulingkan
digulingkan, dan
menghalau dihalau.
d. Verba aksi-proses menyatakan berlagsungnya aksi-proses secara
sekaligus, misalnya, menggelegar. e.
Verba ambien berhubungan dengan meteorologi, misalnya, raining. Selanjutnya, Chafe 1970: 144
—
166 menambahkan pula tiga t ipe verba tambahan, yaitu verba pengalaman mengerti dimengerti, verba
benefaktif membelikan
dibelikan, membuatkan
dibuatkan, dan membawakan
dibawakan, serta lokatif
mengelilingi dikeli
lingi, memasuki dimasuki, dan menduduki diduduki.
27
Pandangan atas klasifikasi verba berdasarkan perilaku semantis tersebut dapat dijadikan dasar dalam mengkaji konstituen pascaverba
pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan -i} dari berbagai segi, yaitu terutama segi peran semantis.
2.2.4 Verba dalam Konstruksi Aktif- Pasif
Berbicara tentang verba dalam konstruksi aktif-pasif dalam bahasa I ndonesia berkaitan dengan verba yang mengisi fungsi predikat dalam
konstruksi aktif-pasif. Verba yang dimaksud ialah verba aktif dan verba pasif.
2.2.4.1 Verba Aktif
Kridalaksana 1994: 53 membatasi verba aktif adalah verba yang terdapat dalam konstruksi aktif, yaitu subjeknya berperan sebagai pelaku
atau penanggap. Verba demikian biasanya berprefiks meN-, beR-, dan tanpa prefiks.
Misanya: 13 I a mengapur dinding.
14 Rakyat mencintai pemimpinnya yang jujur. 15 Petani bertanam padi.
16 Saya makan nasi.
28
Apabila ditandai sufiks –kan, verba itu dapat bermakna benefaktif atau kausatif.
Misalnya: 17 I a membuatkan saya baju.
18 I bu memasakkan kami nasi. 19 Ayah mengecilkan celana adik.
Apabila ditandai sufiks –i, verba itu dapat bermakna lokatif. 20 Pak tani menanami sawah.
21 Adik memasuki ruangan itu. 22 Pemberontak menduduki pusat kota.
Badudu 1987: 104 mengemukakan bahwa verba aktif adalah verba yang menjabat predikat dalam konstruksi aktif yang memiliki ciri
prefiks meN-, beR-, atau tanpa prefiks. Ada dua macam verba aktif, yaitu verba aktif transitif dan verba aktif taktransitif. Verba aktif transitif
ialah verba verba aktif yang dilengkapi objek, sedangkan verba aktif taktransitif ialah verba aktif yang tidak dilengkapi objek.
Dari batasan-batasan mengenai verba aktif t ersebut, dapat
disimpulkan bahwa verba aktif adalah verba yang menduduki fungsi predikat yang subjeknya berperan sebagai pelaku dan verba itu ditandai
oleh prefiks meN-, beR-, atau tanpa prefiks.
29
2.2.4.2 Verba Pasif
Verba pasif adalah verba yang subjeknya be rperan sebagai
penderita, sasaran, atau hasil. Verba demikian biasanya diawali dengan prefiks di- atau t eR-, dan beberapa konfiks ke-an Kridalaksana, 1994:
53. Khusus verba pasif prefiks teR-, yaitu ter-D, Tadjuddin 2005:
138 menyatakan bahwa makna yang diemban verba pasif itu perfekt if yang mengambarkan situasi gejala luar bahasa yang diungkapkan verba
sebagai satu
kesatuan tunggal,
memiliki batas
internal, dan
keberlangsungan secara tuntas. Contoh:
23 Adik dipukuli ayah. 24 Buku itu terinjak olehku.
25 Daerah itu sering kebanjiran. Badudu 1987: 107 berpendapat bahwa verba pasif adalah verba
yang menjadi predikat dalam konstruksi pasif dan memiliki ciri prefiks teR-, di-, atau tanpa prefiks teR- dan di-.
26 Pintu itu tertutup oleh angin. 27 Adik didudukkan ibu di tikar.
28 Anjing itu dipukulnya dengan kayu. 29 Luka itu kuobati dengan salep.
30 Sampah itu kami buang pada tempatnya.
30
31 Masalah itu kita diskusikan besok. Dari batasan-batasan mengenai verba pasif tersebut, dapat
disimpulkan bahwa verba pasif adalah verba yang menduduki fungsi predikat dalam konstruksi pasif yang subjeknya berperan seba
gai penderita atau sasaran dan memiliki ciri prefiks di-, teR-, atau tanpa
prefiks di- dan teR-. Pandangan atas verba aktif-pasif, khususnya verba pasif yang
bermorfem terikat di-+ { -kan -i} dijadikan dasar untuk mengisi fungsi sintaksis predikat dalam mengkaj i konstituen-konstituen pascaverba pasif
tersebut.
2.3 Konstruksi Pasif
Chung dalam Tadjuddin 2005: 105—108 mengemukakan bahwa dalam bahasa I ndonesia terdapat dua macam konstruksi pasif berikut.
a. Pasif kanonis adalah konstruksi pasif yang pelakunya bersifat opsional
dan terletak di sebelah kanan verba. 32 Makalah itu dibahas oleh Ani.
33 Bola ini dibeli oleh Ali. 34 Saya dikunjungi oleh mereka.
b. Pasif pengedapan objek adalah konstruksi pasif yang predikatnya tidak menggunakan morfem khusus sebagai penanda pasif, tetapi pelakunya
bersifat obligatif dan ditempatkan di sebelah kiri verba.
31
35 Dunia dalam Berita kita nantikan. 36 Buku itu Saudara baca.
Di samping dua konstruksi pasif, yaitu pasif kanonis dan pasif pengedepanan objek yang dikemukakan Chung tersebut, Tadjuddin
2005: 148—150 mengemukakan sekaligus melengkapi bahwa dalam bahasa I ndonesia dijumpai kepasifan verba ter-D. Konstruksi pasif verba
ter-D merupakan konstruksi pasif yang dwimakna gramatikal, yaitu keterpaduan antara keperfektifan dan kepasifan. Kepasifan verba ter-D
memiliki kesejalanan dengan kepasifan verba di-D. Dengan kata lain, konstruksi pasif verba ter-D dapat diparafrasakan dengan konstruksi telah
di-D. 37 Pintu itu terbuka sejak pukul 06.00 terbuka = telah dibuka.
Selanjutnya, Alwi, dkk. 1998: 345—348 menyatakan bahwa konstruksi pasif dalam bahasa I ndonesia dapat dibedakan atas dua hal
berikut. a. Konstruksi pasif yang pertama berasal dari konstruksi aktif dengan
subjek berupa nomina atau frasa nominal. Predikat konstruksi pasif ini adalah verba yang berprefiks di-.
38 Seorang asisten baru diangkat oleh Pak Toha. b. Konstruksi pasif yang kedua berasal dari konstruksi aktif dengan subjek
berupa persona kesatu dan kedua. Predikat konstruksi pasif ini adalah verba berkonstruksi aktif dengan menanggalkan prefiks di-.
32
39 Kamar itu saya bersihkan. Di samping dua konstruksi pasif tersebut, diungkapkan pula oleh
Alwi, dkk. konstruksi pasif yang bukan berasal dari konstruksi aktif. 40 Penumpang bus terlempar ke luar.
Sejalan dengan Chung, Tadjuddin, dan Alwi, dkk., Badudu 1987: 104 dan 1993: 76 mengemukakan bahwa konstruksi pasif dalam bahasa
I ndonesia dapat dilihat dari subjek dan predikat kalimat. Subjek konstruksi pasif dikenai tindakan, sedangkan predikatnya berupa kata
kerja yang berprefiks di- atau tanpa di- dalam bentuk persona I dan II dan teR-.
Selanjutnya, Sugono 1994: 86—89 berpendapat bahwa konstruksi pasif dalam bahasa I ndonesia dibedakan atas tiga tipe berikut.
a. Konstruksi pasif ini terj adi bila objek kalimat aktif dijadikan subjek
kalimat pasif. 41 Kepariwisataan sedang digalakkan oleh pemerintah.
b. Konstruksi pasif ini terjadi b
ila unsur pelaku kalimat aktifnya berpronomina persona pertama dan kedua.
42 Penghematan perlu kita lakukan. 43 Pengeluaran dana harus Anda hemat.
c. Konstruksi pasif ini terjadi bila subjek menderita tidak disengaja.
44 Dia terjatuh ke saluran air. 45 Mereka kedinginan dari tadi.
33
Konstruksi pasif yang dikaji dalam penelitian ini adalah konstruksi pasif yang fungsi predikatnya bermorfem terikat di-+ { -kan -i} .
2.4 Tataran Sintaktis