Analisis Kebutuhan Proses Pengembangan Materi

sebagai sumber makanan. Kompetensi Dasar yang kedua ini disesuaikan dengan materi yang merupakan karya dari peneliti.

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.2.1 Proses Pengembangan Materi

Judul dari materi yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan untuk Kelas V”. Materi yang dikembangkan didasarkan pada prosedur pengembangan materi menurut Brian Tomlinson. Prosedur pengembangan tersebut memiliki lima langkah yang harus dilakukan, langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

4.2.1.1 Analisis Kebutuhan

Penelitian dan pengembangan yang dilakukan ini diawali dengan melakukan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan yang dilakukan oleh peneliti, meliputi observasi dan wawancara . Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengobservasi kegiatan pembelajaran dan aktivitas siswa terhadap lingkungan. Sedangkan wawancara yang dilakukan diperuntuhkan untuk kepala sekolah, guru kelas V A, dan siswa kelas V A. Observasi dalam penelitian ini dilakukan pada saat peneliti melakukan kegiatan Program Pengalaman Lapangan PPL. Pelaksanaan PPL dimulai dari hari Senin, 18 Juli 2016 sampai hari Sabtu, 22 Oktober 2016. Observasi dilakukan pada hari Rabu, tanggal 27 Juli 2016 di kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta. Kelas V A memiliki jumlah siswa sebanyak 24 siswa yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan. Pembelajaran dimulai pada pukul 07.30 WIB setelah kegiatan apel pagi. Pembelajaran pertama yang dilaksanakan di hari tersebut adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI membahas PR matematika. Sebelum pembelajaran berlangsung, siswa terlebih dahulu melakukan doa bersama dan menyampaikan salam kepada guru. Siswa terlihat tenang ketika mereka mengeluarkan buku dan alat-alat yang diperlukan untuk belajar. Guru meminta siswa untuk menukar buku PR mereka dengan teman sebangku. Setelah seluruh siswa menukar buku PR mereka, guru kemudian meminta beberapa siswa untuk mengerjakan PR yang telah diberikan di papan tulis. Satu persatu siswa mengerjakan soal PR mereka tanpa halangan. Akan tetapi, ketika soal no.7 selesai dikerjakan oleh salah satu siswa perempuan berinisial I, ada seorang siswa laki-laki berinisial A mengomentari pekerjaan temannya tersebut. Siswa A ini merasa bahwa jawaban dari siswa I salah, karena tidak sesuai dengan jawaban di buku PR temannya yang dicocokkan oleh siswa A. Mendengar komentar dari siswa A, guru kemudian meneliti kembali jawaban dari siswa I. Ternyata jawaban dari siswa I memang kurang tepat, sehingga guru kemudian langsung meminta siswa I memperbaiki jawaban dari soal no.7. Siswa I terlihat kesulitan memperbaiki jawaban no.7. Hal tersebut terlihat dari lamanya siswa I berdiri di depan papan tulis. Sekitar lebih dari 5 menit, siswa I mencoba untuk menjawab soal no.7, namun berulang kali menghapus jawaban yang dia tuliskan. Guru pun menegur siswa I, karena terlalu lama menjawab soal no.7. Guru meminta siswa I untuk membawa catatan matematikanya untuk membantunya menjawab soal. Ketika siswa I mencoba menemukan jawaban yang benar untuk soal no.7, siswa A yang tadi mengomentari siswa I mengejek siswa I “Bodoh, lihat jawaban atas itu loh. Nomer 6”. Siswa I kemudian melihat nomer 6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang disarankan oleh siswa A. Mendengar siswa A memberitahu cara pengerjaan soal no.7, guru pun lantas menasehati siswa A untuk tidak membantu siswa I agar siswa I dapat mengerjakan soal no.7 dengan caranya sendiri. Siswa A tidak lantas diam ketika dinasehati oleh gurunya, namun dia membalas nasehat guru dengan berkomentar bahwa siswa I sangat lama mengerjakan soal tersebut. Walaupun nasehatnya dikomentari oleh siswa A, namun guru tersebut tetap tenang dan meminta siswa A untuk mencoba membiarkan siswa I mengerjakan soal no.7. Setelah siswa I selesai mengerjakan soal no.7, guru bertanya dengan siswa I tentang kesulitan dia mengerjakan soal no.7. Dengan sedikit rasa takut di mukanya, siswa I dengan jujur mengatakan bahwa dia tidak mengerjakan soal no.7. Selain itu, teman sebangkunya juga tidak mengerjakan soal no.7, sehingga dia kesulitan untuk mengerjakan soal tersebut. Guru lantas bertanya alasan siswa I tidak mengerjakan soal no.7. Siswa I dan teman sebangkunya serempak menjawab bahwa mereka tidak bisa menjawab soal no.7. Guru pun tidak lantas percaya dengan alasan yang diberikan oleh siswa I dan teman sebangkunya. Guru merasa bahwa siswa I dan teman sebangkunya tidak memperhatikan pembelajaran yang diberikan dihari sebelumnya. Hal tersebut karena soal no.7 dan no.6 memiliki cara pengerjaan yang sama. Guru kemudian menasehati siswa I dan teman sebangkunya untuk lebih memperhatikan pembelajaran yang disampaikan. Guru juga menasehati siswa lain untuk tidak mencontoh perbuatan siswa I, beliau juga meminta siswa lain untuk lebih memperhatikan pembelajaran. Pukul 08.00 tepat, kegiatan pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan pembelajaran IPA. Materi yang diajarkan kali ini berhubungan dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mengidentifikasi fungsi organ pernapasan pada manusia. Guru menjelaskan materi IPA ini hanya secara lisan dan tertulis tanpa ada alat peraga. Guru hanya menggunakan gambar paru-paru yang beliau gambar sendiri di papan tulis sebagai media untuk menerangkan materi fungsi pernapasan pada manusia. Terlihat beliau masih menggunakan cara tradisional dalam menyampaikan materi pembelajaran. Guru menerangkan, siswa duduk tenang mendengarkan. Istilah tersebut terlihat cocok dengan pengajaran guru kelas V A saat peneliti melakukan observasi. Kemungkinan guru masih menggunakan cara tradisional dalam pengajaran karena beliau sendiri bukan guru muda, melainkan seorang guru yang telah pensiun dan diminta untuk membantu mengajar di SD N Jetis 1 Yogyakarta. Meskipun beliau mengajar dengan cara tradisional, siswa di kelas V A sangat terkondisikan dan mampu mengikuti pembelajaran dengan tenang. Observasi yang dilakukan selanjutnya adalah observasi di luar kelas untuk melihat aktivitas dan perilaku siswa kelas V A terhadap tumbuhan di lingkungan sekitar sekolah. Tumbuhan yang berada di lingkungan sekolah cukup beragam dan terlihat asri. Dari beberapa observasi yang dilakukan sebelumnya, terlihat bahwa tumbuhan yang terdapat di SD N Jetis 1 dirawat oleh penjaga sekolah tanpa bantuan dari para siswa. Hal tersebut sedikit mengecewakan bagi peneliti karena SD N Jetis 1 memiliki program yang sangat baik untuk melatih siswa agar ikut berperan serta dalam merawat tumbuhan yang terdapat di lingkungan sekolah. Program tersebut adalah program “SEMUTLIS” yang mengajak siswa untuk menyiram serta merawat tumbuhan sebelum 10 menit siswa masuk ke dalam kelas. Tulisan ajakan “SEMUTLIS” yang ditempelkan di luar kelas, terlihat hanya sebagai tempelan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI biasa bagi para siswa. Terlebih bagi siswa kelas V A yang sepenuhnya belum melaksanakan program “SEMULTIS” tersebut. Selama melakukan observasi, jarang terlihat siswa menjalankan program “SEMULTIS” ini. Selain program “SEMULTIS” yang belum sepenuhnya dijalankan oleh siswa kelas V A, perilaku siswa kelas V A terhadap tumbuhan juga tidak mencerminkan bahwa para siswa memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap tumbuhan sekitar. Hal tersebut terlihat ketika siswa kelas V A bermain bola dengan menggunakan bola tenis di waktu istirahat. Pada saat itu, tidak sengaja bola tenis yang mereka gunakan masuk ke area taman sekolah. Secara berbondong-bondong siswa masuk ke area taman dan menggunakan kaki mereka menendang bola secara berebutan untuk mengeluarkan bola dari area taman. Perilaku tersebut tanpa mereka sadari telah membuat tumbuhan di area taman menjadi rusak karena terinjak-injak oleh mereka. Terlebih tumbuhan yang mereka rusak adalah bibit buah pepaya yang sengaja ditanam di area taman sekolah. Bibit buah pepaya yang terinjak-injak oleh para siswa, terlihat patah di bagian batang dan bahkan ada yang tercabut sampai keakarnya. Melihat bibit pepaya yang rusak, penjaga sekolah yang melihat kejadian tersebut lantas menegur anak-anak untuk tidak merusak bibit pepaya yang ditanam dan tidak mengulangi perilaku mereka. Reaksi siswa terhadap teguran yang diberikan sungguh di luar dugaan peneliti yang saat itu juga menyaksikan perilaku siswa. Mereka dengan santai dan tanpa rasa bersalah melanjutkan permainan mereka tanpa memperdulikan teguran dari penjaga sekolah. Tak hanya perilaku siswa yang menginjak-injak tumbuhan ketika bermain bola, siswa juga dengan sadar memetik tumbuhan yang berada di depan kelas V A. Mereka terlihat memetik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 hingga 5 daun atau bagian tumbuhan lainnya, kemudian menggunakannya untuk mainan mereka. Ada juga siswa yang memetik cabai yang ditanam di taman sekolah untuk dijadikan mainan. Menambah hasil observasi yang didapat oleh peneliti, peneliti juga melakukan wawancara terhadap guru kelas V A. Wawancara yang dilakukan menggunakan lembar pedoman “Student Need Analysis” yang merupakan pemberian dari dosen pembimbing. Lembar pedoman yang diberikan, memiliki beberapa poin wawancara yang meliputi poin tentang student personal . Student personal memiliki beberapa topik wawancara yang terdiri dari academic background, serta social and economic background. Wawancara ini dilakukan pada hari Selasa, tanggal 8 Agustus 2016. Dilihat dari wawancara academic background yang dilakukan, kemampuan akademik siswa kelas V A belum dapat terlihat menonjol karena kegiatan belajar mengajar baru dilaksanakan selama 3 minggu. Akan tetapi, guru kelas V A memberikan gambaran kemampuan akademik siswa kelas V A selama beliau mengampu mereka di kelas IV. Beliau menjelaskan bahwa kelas V A memiliki persaingan yang ketat dalam mendapatkan nilai bagus atau nilai di atas KKM. Jika salah satu siswa yang diminta guru mendapat nilai bagus di dalam ulangan harian maupun ulangan umum lainnya, siswa lainnya akan berusaha untuk mengalahkan nilai siswa tersebut dengan cara mendapatkan nilai tinggi di ulangan berikutnya. Menurut beliau persaingan tersebut akan berjalan hingga kegiatan di semester tersebut berakhir. Beliau juga mengatakan bahwa siswa yang tidak bisa menyaingi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI nilai siswa tersebut akan merasa tidak bersemangat mengikuti pembelajaran di hari itu. Selain academic background yang dijelaskan oleh guru kelas V A, beliau juga menjelaskan tentang social and economic background siswa kelas V A. Dalam wawancara yang dilakukan, beliau menjelaskan bahwa siswa kelas V A merupakan siswa yang tinggal di sekitar sekolah. Lingkungan di sekitar sekolah merupakan lingkungan yang tergolong daerah perkotaan, meskipun sedikit daerah pinggir kota. Economic background para siswa juga tergolong dari kalangan menengah ke bawah. Dari data yang diperoleh dari guru kelas V A, rata-rata pekerjaan orang tua siswa adalah buruh, pegawai negeri maupun swasta, karyawan swasta, dan wiraswasta. Selain itu guru kelas V A juga menambahkan bahwa perilaku siswa terhadap tumbuhan tergantung orang tua siswa mengajarkan untuk peduli terhadap lingkungan atau tidak. Ada beberapa siswa yang memang latar belakang orang tuanya mengajarkan tentang kesadaran dan kepedulian lingkungan, sehingga siswa terkadang melakukan kegiatan “SEMUTLIS”. Akan tetapi, kegiatan “SEMUTLIS” yang dilakukan oleh siswa tidak dilakukan secara terus menerus setiap pagi, hanya beberapa kali dalam sebulan. Sedangkan siswa yang tidak diajarkan oleh orang tuanya untuk sadar dan peduli terhadap tumbuhan, jarang sekali terlihat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan sikap kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan. Wawancara juga dilakukan untuk menganalisis kebutuhan guru kelas V A, menganalisis kebutuhan kepala sekolah, dan menganalisis kebutuhan siswa kelas V A. Wawancara untuk menganalisis kebutuhan guru kelas V A dilakukan pada hari Kamis, tanggal 17 November 2016. Pertanyaan wawancara memiliki 4 aspek utama dengan 7 pertanyaan yang nantinya dikembangkan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan. Pertanyaan pertama yang disampaikan oleh peneliti adalah mengenai eksperimen di dalam pembelajaran IPA. Guru kelas V A menegaskan bahwa kegiatan eksperimen dan praktikum IPA pernah dilaksanakan. Eksperimen terakhir yang dilakukan oleh guru kelas V A adalah tentang bentuk tulang daun. Kesulitan yang dialami oleh guru kelas V A mengenai eksperimen yang pernah beliau jalankan terletak pada bahan yang digunakan untuk kegiatan eksperimen. Seperti contoh, ketika kegiatan eksperimen di kelas V A tentang bentuk tulang daun. Guru kelas V A merasa kesulitan ketika siswa tidak membawa daun yang diperlukan dan daun tersebut juga tidak ada di lingkungan sekolah. Selain itu, kesulitan lain yang dialami saat kegiatan eksperimen adalah sumber pembelajaran yang isinya berbeda-beda. Menurut beliau, cara untuk mengatasi kesulitan yang pernah beliau alami adalah dengan berusaha untuk menyediakan beragam bentuk tulang daun dan mempelajari sumber-sumber pembelajaran lain. Mempelajari sumber-sumber pembelajaran lain, menurut beliau dapat memperkuat pembelajaran, sehingga tidak terpaku pada satu atau dua sumber pembelajaran. Wawancara yang dilakukan juga menanyakan tentang pendapat dari guru kelas V A tentang penggunaan panduan eksperimen sebagai media pembelajaran di kelas V A, khususnya pada pembelajaran IPA. Sebelumnya, guru kelas V A PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menjelaskan bahwa panduan eksperimen yang digunakan untuk pembelajaran IPA menggunakan panduan dari buku paket atau mencari di internet. Guru kelas V A sangat setuju jika materi eksperimen IPA, khususnya panduan eksperimen digunakan untuk pembelajaran IPA. Beliau berpendapat bahwa penggunaan materi eksperimen IPA, terlebih terdapat kegiatan eksperimen dengan menggunakan buku panduan dapat melibatkan siswa secara langsung, tidak hanya kegiatan yang membayangkan saja. Selain itu dengan menggunakan panduan, kegiatan eksperimen dapat berjalan dengan lancar. Pertanyaan terakhir di dalam wawancara yang dilakukan adalah menanyakan bentuk panduan eksperimen yang layak digunakan untuk media pembelajaran. Guru kelas V A memiliki beberapa pandangan tentang panduan eksperimen yang layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Guru kelas V A berpendapat bahwa panduan eksperimen yang layak digunakan adalah panduan eksperimen yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta dapat mengajak siswa untuk berpikir hal yang telah dilakukan dan dapat menemukan manfaat dari kegiatan eksperimen tersebut. Wawancara selanjutnya adalah wawancara analisis kebutuhan kepala sekolah. Wawancara ini dilakukan pada hari Kamis, tanggal 1 Desember 2016. Wawancara yang dilakukan juga memiliki 4 aspek dengan 7 pertanyaan yang dapat dikembangkan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan. Pertanyaan pertama berhubungan dengan kegiatan eksperimen pada pembelajaran IPA di SD N Jetis 1 Yogyakarta. Menurut beliau masing-masing guru kelas I-VI diwajibkan untuk melakukan kegiatan eksperimen dalam satu semester minimal dua kali. Namun, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI beliau tidak memungkiri bahwa ada guru yang setiap hari melakukan kegiatan eksperimen. Beliau menuturkan bahwa kegiatan eksperimen wajib dilakukan karena ada penilaian tersendiri bagi guru untuk melakukan eksperimen. Kendala dan kesulitan yang dihadapi oleh bapakibu guru SD N Jetis 1 Yogyakarta dalam melaksanakan eksperimen, menurut beliau sebagai kepala sekolah yang telah menjabat sekitar 3 tahun di SD ini adalah keterbatasan alat peraga. Keterbatasan tersebut terlihat dari berkurangnya alat peraga karena kerusakan yang dialami oleh bagian-bagian dari alat peraga tersebut. Beliau berpendapat bahwa untuk mengatasi kendala dan kesulitan tersebut, adalah dengan memperbaiki serta membeli alat baru dengan bantuan dana BOS dan BOSDA. Jika alat peraga yang digunakan tidak dapat diperbaiki maupun tidak ada dana untuk membeli, para guru akan menggunakan alat sederhana yang mereka rancang untuk dijadikan sebagai alat peraga. Beliau juga menuturkan bahwa tidak terdapat panduan khusus untuk melakukan kegiatan eksperimen. Guru di SD N Jetis 1 Yogyakarta biasanya menggunakan panduan yang sudah diberikan oleh pemerintah yang dipelajari dan dikemas kembali oleh guru secara pribadi. Bapak dan ibu guru SD N Jetis 1 Yogyakarta, menurut beliau sangat membutuhkan panduan materi eksperimen IPA. Hal tersebut karena tanpa panduan materi eksperimen, maka eksperimen sendiri tidak dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, penggunaan panduan eksperimen IPA diharapkan dapat memberi pemahaman lebih kepada siswa bukan hanya dari verbalisme semata, namun semua indera yang dimiliki oleh siswa dapat digunakan dalam proses pemahaman pembelajaran. Kontribusi langsung siswa yang terdapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI di dalam panduan eksperimen IPA juga diharapkan dapat mendorong kreativitas mereka. Kepala sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta yang diwawancari oleh peneliti, mengungkapkan bahwa panduan eksperimen yang layak digunakan sebagai media adalah panduan materi yang sesuai dengan SK, KD, dan memiliki bahasa yang mudah dipahami oleh siswa baik bahasa perintah maupun bahasa penjelasan eksperimen. Tak hanya menganalisis kebutuhan guru kelas V A dan kepala sekolah SD N Jetis 1. Peneliti juga melakukan wawancara analisis kebutuhan terhadap beberapa siswa kelas V A. Wawancara analisis kebutuhan yang dilakukan terhadap siswa kelas V A, berhubungan dengan pelaksanaan eksperimen IPA yang pernah dilakukan. Dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti, rata-rata siswa menyukai pembelajaran IPA, namun hanya beberapa kali melakukan eksperimen. Eksperimen yang pernah mereka lakukan dalam pembelajaran IPA adalah menanam jagung dan mengamati bentuk tulang daun. Siswa yang diwawancarai rata-rata mengalami kesulitan pada saat merawat tanaman jagung. Siswa berinisial A, juga menyampaikan bahwa kesulitan lain yang dialami ketika melakukan eksperimen adalah panduan buku paket yang berbeda-beda. Hal itu yang terkadang membuatnya bingung untuk melakukan eksperimen, mau memilih kegiatan eksperimen yang satu atau yang satunya lagi. Salah satu siswa berinisial L juga berpendapat bahwa kegiatan eksperimen juga membuatnya kesulitan karena keterbatasan bahan. Seperti contoh, ketika siswa L melakukan eksperimen namun bahan yang disediakan terbatas, sehingga dia meminta bahan kepada siswa lain. Materi eksperimen beserta panduan eksperimen sangat diharapkan oleh siswa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Siswa sangat mengharapkan panduan eksperimen yang tidak hanya terdapat tulisan, menggunakan bahasa yang sederhana, dan bahasa perintah yang jelas. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran yang dilakukan terlihat bahwa guru masih melakukan pembelajaran menggunakan gaya bank. Pendidikan gaya b ank terlihat dari cara guru senantiasa “berdiri”, sedangkan siswa setia “duduk” mendengarkan penjelasan guru. Cara pembelajaran seperti ini tidak mencerminkan pendidikan sejati. Pendidikan sejati merupakan pendidikan yang membebaskan manusia dari beragam persoalan. Selain itu, Paulo Freire dalam Yunus, 2007: 1 menjelaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu sarana untuk membebaskan manusia dari kebodohan, penindasan, dan ketertinggalan. Pendidikan harus menjadikan manusia untuk dapat berpikir secara kritis terhadap permasalahan yang sebenarnya mereka hadapi Yunus, 2007: 4. Selain itu, hasil wawancara dengan menggunakan student need analisis didapatkan bahwa siswa tidak memiliki kebebasan dalam memperoleh nilai. Hal itu terlihat ketika siswa bersaing untuk memperoleh nilai karena adanya instruksi dari guru. Persaingan yang timbul merupakan salah satu bentuk dehumanisasi pada siswa. Untuk itu, peneliti akan menerapkan pendidikan emansipatoris di dalam penelitian ini. Pendidikan emansipatoris memiliki tiga kata kunci yang dapat mewujudkan pendidikan sejati. Ketiga kata kunci tersebut adalah humanisasi, kesadran kritis, dan mempertanyakan sistem Winarti dan Anggadewi, 2015: 53. Dalam pendidikan emansipatoris ini, guru diharapkan dapat terbuka dengan siswa ketika melaksanakan pembelajaran. Siswa diberikan kebebasan untuk dapat mengemukakan pendapatnya dan melakukan kegiatan berdasarkan kreativitas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI masing-masing siswa. Selain itu, siswa juga dapat diberikan kebebasan untuk memperoleh nilai sesuai dengan kemampuan siswa memahami pembelajaran. Kebebasan ketika siswa dapat mengemukakan pendapatnya, diharapkan dapat melatih siswa untuk berpikir secara kritis. Siswa yang dapat berpikir secara kritis akan menghasilkan suatu kesadaran kritis di dalam diri siswa itu sendiri Winarti dan Anggadewi, 2015: 54. Selain itu, dialog-dialog yang timbul di dalam pendidikan emansipatoris dapat mengembangkan pemahaman dan pengalaman dari guru dan siswa. Hasil observasi kedua yang dilakukan di luar kelas untuk mengamati perilaku siswa terhadap tumbuhan, terlihat bahwa sikap kesadaran dan kepedulian siswa terhadap tumbuhan masih kurang. Hal tersebut terlihat dari siswa yang tidak menjalankan program sekolah “SEMUTLIS” dan merusak tanaman ketika bermain. Pendidikan lingkungan diperlukan untuk mengembangkan kesadaran dan kepedulian siswa terhadap lingkungan. Pendidikan lingkungan merupakan pendidikan yang menyiapkan setiap individu untuk memahami permasalahan utama dunia pada saat ini dan merupakan pendidikan yang membekali setiap individu dengan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk berperan produktif dalam meningkatkan kualitas hidup serta melindungi lingkungan dengan kepedulian dan nilai-nilai etika Konferensi lingkungan di Tbilisi dalam Hamzah, 2013: 37. Dalam penelitian ini, pendidikan lingkungan yang dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian siswa terhadap lingkungan diimplementasikan kedalam materi pembelajaran IPA. Dilihat dari hasil wawancara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI analisis kebutuhan kepala sekolah, guru kelas V A, dan siswa kelas V A kegiatan pembelajaran IPA yang berhubungan dengan eksperimen jarang dilaksanakan di kelas V A. Kendala yang dihadapi saat kegiatan eksperimen menurut hasil wawancara terhadap guru dan kepala sekolah adalah ketersedian alat, bahan, dan sumber pembelajaran. Ke lima siswa yang menjadi narasumber juga sangat memerlukan buku panduan untuk kegiatan eksperimen di dalam pembelajaran IPA. Oleh karena itu, berdasarkan hasil observasi dan wawancara analisis kebutuhan, peneliti melakukan penelitian untuk mengembangkan sebuah materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan yang diimplementasikan ke dalam pembelajaran IPA dan dengan menerapkan sistem pendidikan emansipatoris di dalamnya.

4.2.1.2 Desain