3.2 Peran Perempuan di Kampung Kuta
3.2.1 Peran Perempuan dalam Menyokong Ekonomi Keluarga
Keluar ga i alah satuan fungsional yang ter di r i dari ayah, ibu, dan anak. Penduduk Kuta menempatk an ayah sebagai kepal a r umah tangga
yang menentukan kebij ak an str ategis dalam kel uarga. Dalam hal ini seor ang suami menj adi tulang punggung ekonomi r umah tangga. Namun,
dalam kehidupan sehar i-hari , pemenuhan kebutuhan hidup ser ta peran anggota keluar ga lai n tur ut membangun r umah tangga dari sisi ekonomi.
Har i-har i penduduk Kuta dihabiskan di ladang atau di saw ah. Suami dan isteri ser t a anak bekerj a bahu- membahu menger jakan tugas-tugas di
ladang at au di saw ah. Yang menar ik ialah kesanggupan w anit a ist r i untuk menangani tugas-tugas yang biasanya ditangani oleh suami. Seor ang i bu
yang menjadi nar asumber menyatakan bahw a dia sudah ter biasa menyabit r umput untuk pakan ter nak sapi yang mer ek a mil iki. Di a juga sanggup
mencangkul bahk an mengumpulkan kayu bakar k arena suami memili ki peker jaan lai n sebagai tuk ang k ayu.
Anak -anak dari Kampung Kuta memilik i tugas k husus setelah pulang dar i sek olah. Mer ek a biasanya membantu k eluar ga untuk mencari rumput,
mencar i kayu bakar, atau mengambil air ber si h untuk kebutuhan di dapur. Anak membantu orang tua memenuhi kebutuhan sehar i-har i. Kar ena setiap
anggota k eluar ga punya tugas-tugas l uar r umah, praktis mulai pagi hingga siang per k ampungan Kuta lengang seolah tanpa penghuni. Semua anggota
k eluar ga k el uar dengan pek er jaannya masing-masing.
Ber kenaan dengan peker jaan membuat gula ar en, pembagi an ker ja menjadi lebih jelas. Suami mempunyai tugas untuk menyadap dan
memanen ni r a dar i pohon di kebun, sedangkan isteri bertugas untuk mengolah hasil sadapan di dapur yang dibaw a oleh suami ke r umah. Gul a
sebagai pr oduk utama ekonomi Kampung Kuta sel anjutnya dikemas untuk dijual k epada pengepul dan selanjutnya dijual k e luar Kampung Kuta.
Peker jaan membuat gula dilakukan mulai pagi hingga menjelang si ang. Setelah selesai dengan pek er jaan membuat gula, biasanya isteri per gi k e
luar r umah untuk bek er ja di ladang atau di saw ah. Bar u pada sor e har i suami , isteri , dan anak dapat ber kumpul di rumah untuk ber cengkr ama dan
ber istir ahat. Ber beda dengan suasana di kampung pada umumnya, suasana di
Kampung Kuta begitu l engang. Hampi r tidak tampak r amai anak-anak yang ber main kian k emar i. Jik a ada anak -anak yang ber kumpul biasanya mer ek a
melakukannya sambil pulang dari sek olah atau dar i bel ajar mengaji dan jumlah mer eka pun tidaklah banyak.
Mer uj uk pada penelitian Dadi 2008 tentang per an isteri dalam k eluar ga, par a suami yang menjadi r esponden mengak ui bahw a ister i i alah
pendamping hidup suami yang paling penting. Par a suami masih mengak ui menjadi tulang punggung keluarga. Bahkan Pak Juhana mengat akan,
”Lamun t eu aya lalaki di imah kumaha at uh bar ang dahar budak? Najan pamajikan bi sa ngawakilan pagawean salaki t api t eu sadaya pagawean bisa
diur us ku awew e” Kal au tidak ada suami dalam rumah tangga bagai mana
anak bisa makan? Walaupun ister i dapat menggantikan peker jaan suami tapi tidak semua pek er jaan itu mampu ditangani.
Tapi ter lepas dar i k elemahan ist eri, pada saat ter dapat hal ter tentu yang patut dir embugk an banyak suami yang menjadi r esponden
membebask an ister i untuk memilik i pendapatnya sendiri w alaupun mer eka mer asa dir inya masih memi liki hak yang paling tinggi untuk
membuat keputusan. Ini mer upak an fakta maju kar ena ada kesempat an untuk w anita i ster i mengemukakan aspir asi nya. Suami juga menyadar i
bahw a menjadi seor ang ister i atau ibu itu sangat ber at. Apalagi diakui oleh sebagi an besar suami bahw a peran i ster inya sangat besar dalam tur ut
membantu memenuhi k ebutuhan r umah tangga. Pendapat-pendapat di atas menunjukkan bahw a w alaupun par a
suami laki-laki Kuta termasuk masyar akat yang k ukuh memper tahankan adat tetapi pandangan-pandangannya mengenai k edudukan seor ang i ster i
sudah maju. Ter dapat pembagian per an yang hampir sei mbang antar a suami dan ister i dalam r umah tangga. Bahk an jika dilihat dari ker agaman
per an yang diemban oleh suami dan isteri maka seor ang ist er i dar i w arga Kuta memilik i keseimbangan peran yang l ebi h baik dibandingk an dengan
k esei mbangan per an dar i ister i di tengah masyar ak at pada umumnya.
3.2.2 Peran Per empuan dalam Masalah Rumah Tangga dan Menentuk an
Jumlah Anak
Bagi or ang Kuta anak ial ah pener us gener asi mer ek a. Ber dasar kan w aw ancar a dengan beber apa r esponden ter ungk ap bahw a nilai anak tidak
lagi ber tumpu sebagai pek er ja yang membantu tugas-tugas Bapak Ibu. Beber apa r esponden sudah ada keinginan untuk dapat menyekolahkan
anaknya k e kota untuk mendapatk an k edudukan yang l ebih baik. Tetapi k einginan ter sebut masih ter kendala oleh k emampuan ekonomi yang
ter batas. Mengikuti teor i yang ber kembang dalam demogr afi, war ga Kuta dalam hal ini tidak lagi menempatk an anak sebagai faktor pr oduksi semata
tetapi sudah mulai ber geser menilai anak sebagai faktor ut ili t y k epuasan. Ter dapat per bedaan pandangan anak sebagai faktor ut i lit y antar a negar a
maju dengan war ga adat Kuta. Di negar a maju anak dipandang sebagai ut ilit y fact or
mak a or ang tua sama sek ali tidak menghar apk an bantuan dar i anak setelah anak menj adi besar . Yang penting anak ber hasil hidup dan
mencapai k esuk sesan. Sedangkan bagi or ang Kuta anak dianggap memuask an j ika sudah tidak menjadi beban or ang tua. Or ang tua masih
ber har ap anak member ik an kontr ibusi secar a ek onomi terhadap or ang tua. Pandangan bahw a anak sebagai aset yang dapat member ikan
k ebanggaan or ang tua j uga mer upakan pandangan dar i ibu-ibu k eluar ga Kuta. Menurut beberapa or ang ibu yang ber hasi l diw awancar ai, anak
adalah ”w ar isan” r umah tangga yang akan member ikan kepuasan bagi keluar ga jik a ber hasil memili ki pekerj aan dan lepas dar i keter gantungan
orang tua. Bagi ibu, jumlah anak tidaklah begitu penting, apalagi jik a ter nyata jumlah anak yang banyak hanya menjadi beban or ang tua. Car a
pandang seper ti ini disetuj ui sebagi an besar i bu-ibu di Kampung Kuta. Sebagai r eflek si dar i car a pandang ini, k el uar ga di Kuta ti dak lagi
menempatkan jumlah anak sebagai bagian dalam yang har us dicapai dar i
satu keluar ga. Car a pandang i ni dapat dik atakan maj u modern kar ena di tengah masyar akat pada umumnya hingga k ini masih ada pendapat bahw a
memilik i anak yang banyak ak an menolong or ang tua dalam memenuhi k ebutuhan keluar ga.
Peneliti menemuk an 3 dari 10 keluarga yang di w awancar ai ternyata tidak memili ki anak dan sisanya j uga tidak memilik i anak lebi h dar i dua.
Untuk r umah tangga tanpa anak mer ek a menyebutnya sebagai ”gabug”. Ketika di tanyakan alasan mengapa mereka bi sa memilik i jumlah anak yang
sediki t semula mer eka hanya menjawab bahw a: ”Duka t euing,... da t os t idit una kit u bae’’
ti dak tahu karena sudah dar i sananya seper ti itu”. Mer eka memang tidak bi sa menjelask an secara ter buka atas
k enyataan mereka ti dak memili ki anak banyak . Menurut Ibu Nyai yang usianya sudah di a atas 50 tahun dan ber anak 1, fak ta bahw a ibu-ibu di
Kampung Kuta memiliki anak yang sediki t sudah ber langsung lama. Kakek nenek dar i Ibu Nyai juga hanya memilik i anak dua. Nar a sumber lai n
ber hasil diper ol eh i nfor masinya mengungk apkan bahw a jauh sebelumnya orang-or ang tua di Kampung Kuta memil iki anak yang lebih dari dua, tetapi
itu ter jadi sebelum dikenal Progr am Keluar ga Ber encana KB yang diluncurk an pemer int ah.
Satu dar i beber apa nilai posisi f dar i Kampung Adat Kuta ial ah bahw a mer eka sangat menj unjung tinggi progr am pemer intah yang masuk k e
k ampungnya. Dengan demik ian, seti ap ada pr ogr am yang dibaw a oleh par a pegaw ai pemer intah kepala kampung, kuw u kepala desa, camat at au
lainnya menyampaik an suatu program secar a l angsung kepada mer ek a
mak a itu ibar atnya ”titah r aja” yang har us dijunjung dan di lak sanakan dengan baik. Maka ketika tahun 70-an Pr gor am KB di per k enalk an kepada
w ar ga Kuta, secar a tanpa syar at mer eka mematuhinya sebagai sebuah k ehar usan. Ada banyak pr ogram l ain yang memenuhi indikasi seperti i tu,
ter masuk yang paling ak hir setel ah Kampung Kuta mer aih pr estasi pemenang Kalpataru dengan Kategor i Penyelamat Li ngk ungan. Atas
prest asi ter sebut, k emudian war ga diber ik an ber bagai sti mulus dalam ekonomi r umah tangga, diantaranya pember i an bantuan ternak domba
secara ber gilir . Bantuan ter nak ter sebut benar-benar dipelihar a dengan baik sehi ngga populasi domba bantuan menjadi begitu banyak. Ki ni w ar ga
yang per tama kali mendapatk an gul ir an bantuan domba menuk ar nya menjadi ter nak sapi . Suatu kebanggaan bagi mer eka bisa mendapatkan
k eper cayaan dari pemer intah dan mendapatkan bantuan. Atas rasa hor matnya, w ar ga Kuta ber t anggung jaw ab untuk menaati nya.
Pendapat lai n yang menar ik untuk diungkapk an mengenai alasan k eluar ga kuta tidak memi liki banyak anak ialah ber kaitan dengan
k eterbatasan sumber daya. Bapak Kar man mengatak an, ”Keur ur ang Kut a mah boga anak saeut ik t eh mehna ngit ung kana kaayaan Kut a. Ceuk it ung-
it ungan seder hana asa t eu mungkin ur ang Kuta bisa hir up genah t ur loba anak sabab pangala ngan saukur t i kebon jeung t i sawah. Jadi mun loba anak
t eh r ek diparaban naon at uh?” [Bagi w ar ga Kuta punya anak sedikit i alah
k ar ena memper ti mbangkan k ondisi maksudnya sumber daya alam Kuta. Dengan per hitungan yang seder hana, tidak mungk in war ga Kuta hidup
enak dengan banyak anak k ar ena penghasilan hanya mengandalk an dar i
k ebun dan saw ah. Jadi, kal au beranak banyak akan diber i makan apa anak k ami?].
Pendapat ini j uga dinyatak an oleh beber apa r esponden baik ister i maupun suami . Pernyataan ini menggambark an bahwa w ar ga Kuta
memperhitungk an betul keter sediaan sumber daya l ingkungannya. Ada pandangan jauh ke depan yang memper ti mbangkan r isik o yang akan
dihadapi. Arti nya mer eka sudah mampu menganalisis r i siko bahw a dengan k eterbatasan sumber daya tidak mungk in membangun k eluar ga yang
sejahter a. Pil ihan r asional atas kondi si ter sebut ialah memilik i jumlah anak yang sedikit. Hal i ni juga menjadi poin penting bahw a w ar ga Kuta
w al aupun sangat tr adisional dan menjalankan adat dengan kukuh tetapi memilik i w aw asan jauh ke depan. Sesuatu yang ser ingkali ti dak di temukan
pada masyar ak at k ita pada umumnya yang memilih memi liki banyak anak tanpa memper hi tungkan r isiko yang akan di hadapi pada masa yang akan
datang. Jumlah anak dalam satu k eluar ga ditentuk an oleh banyak fak tor .
Secar a teor etis j uml ah anak dalam satu keluar ga dipengar uhi oleh bagaimana komitmen or ang yang menjadi penentu k eputusan dalam r umah
tangga ter sebut menetapkannya. Dalam peneliti an i ni di telusuri juga jaw aban mengenai ada atau tidak adakah upaya untuk mengatur jumlah
anak. Per tanyaan ini penting untuk diajuk an k ar ena dal am r umah tangga jumlah anak sangat mungkin merupak an hasil komi tmen yang dibangun
oleh suami dan isteri .
Jaw aban dar i sel ur uh r esponden baik ister i, suami, maupun tokoh adat ialah ti dak ada k omitmen secar a li san yang di ungkapkan oleh suami
atau i ster i untuk jumlah anak dalam k el uar ga mer eka. Responden paling jauh member ikan jaw aban bahw a j uml ah anak yang ki ni mer ek a mili ki
ialah mer upak an pember ian dar i Allah sw t. Jaw aban yang pali ng menarik dar i per tanyaan i ni ialah k etik a
ditanyakan tentang pemak aian kontr asepsi yang dipilih oleh i bu. Sebagian besar dar i mereka mengaku memakai k ontr asepsi pil dan IUD hanya pada
saat dahul u disubsi di ol eh pemer intah. Ar tinya r entang penggunaan k ontr asepsi hanya pada saat pemer intah gencar menyebar luaskan Pr ogr am
KB. Kini mer eka mengak u tidak lagi menggunak an kontr asepsi. Tetapi fak ta menunjukk an bahw a k el ahi ran dar i ibu-i bu Kuta hingga kini tidak ber ubah.
Ketika ditanya lebih lanjut apakah ibu menggunak an car a l ain selain k ontr asepsi, mer eka mengaku tidak menggunak an car a apa pun. Bahkan
ada di antar a r umah tangga r esponden w alaupun tidak menggunakan car a k ontr asepsi apa pun hingga ak hir fase r epr oduksinya tidak dikar uni ai
anak. Untuk
kasus seper ti
ini , r esponden
sendir i menyatakan
k eher anannya. Padahal salah satu keluar ga yang tidak memili ki anak mengakui bahw a buyut mereka dulu katanya memiliki anak yang banyak.
3.3 Merekonstr uksi Citr a dan Menginter pretasi Realitas