29
3. Pembangunan Berwawasan Pelestarian Lingkungan
Pelestarian fungsi lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
hidup, pasal 1 butir 6 adalah suatu rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Istilah kata
“pelestarian” menurut Hardjosoemantri 1999:187 berasal dari kata “lestari” yang mempunyai makna langgeng, tidak berubah. Apabila kata
lestari ini dikaitkan dengan lingkungan, maka berarti bahwa lingkungan itu tidak berubah, tetap dalam keadaan asli. Sedangkan dalam pelaksanaannya
pembangunan merupakan suatu perubahan, yang merubah sesuatu yang diinginkan untuk mencapai keadaan yang lebih baik, sehingga keadaannya
tidak akan sama dengan aslinya. Pendapat tersebut dikuatkan dengan arti penting suatu pembangunan Setyono, 2008: 117 yang menyatakan bahwa:
a Perubahan dari sesuatu yang kurang menuju kesempurnaan.
b Tujuan yang diarahkan oleh manusia untuk kelestarian, kesejahteraan
dan kebahagiaan, c
Potensi masyarakat atau “fund and forces” yang terdapat dalam masyarakat dan kemudian digunakan untuk membiayai perencanaan.
Kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang perlu dilestarikan, sehingga perubahan yang diadakan selalu disertai dengan
upaya mencapai keserasian dan keseimbangan lingkungan pada tingkatan
30
yang baru guna membawa kepada keserasian antara pembangunan dan lingkungan.
Di bidang sumber daya air, pembangunan berwawasan lestari atau pembangunan sumber daya air yang berkelanjutan bertujuan untuk
meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi lingkungan. Untuk itulah maka usaha-usaha secara
komprehensip dan integratif diperlukan untuk penanganan sumber daya air tesebut.
4. Permasalahan Sumber Daya Air
Terjadinya dinamisasi pembangunan disegala bidang, selain berdampak pada kemajuan kesejahteraan masyarakat Indonesia, hal yang
tidak boleh ditinggalkan adalah dampak negatif dari pembangunan tersebut yaitu terjadinya permasalahan sumber daya air. Permasalahan sumber daya
air khususnya sungai bisa diakibatkan oleh adanya perubahan lingkungan sungai, kerusakan daerah tangkapan air hujan, erosi dan sedimentasi,
pencemaran air, banjir, dan lain sebagainya merupakan suatu permasalahan yang harus dikelola untuk mencapai tujuan pembangunan sumber daya air
yang berkelanjutan. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air, wilayah sungai merupakan gabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai DAS, oleh karenanya segala perubahan yang terjadi
31
di DAS akan berakibat pada alur sungai. Dengan perubahan aliran sungai maka akan berdampak terhadap ekosistem yang ada disekitar sungai.
Permasalahan sumber daya air yang berdampak serius saat ini adalah penggabungan antara kondisi lokal seperti pembetonan dinding
sungai, pelurusan, pengerukan dan lain sebagainya dan dengan dipengaruhi adanya global warming seperti terjadi tidak seimbangnya antara musim
hujan dan musim kemarau, maka akan berdampak serius terjadinya kekeringan.
Konsep hidraulik murni dalam pembangunan sungai biasanya mengabaikan komponen ekologi, misal penebangan pohon-pohon besar
yang mengganggu pembangunan sungai, pelurusan alur sungai,
pembetonan, dan pengerukan sedimen dasar sungai yang akan mengurangi kekasaran permukaan sehingga akan mempercepat laju aliran. Dalam
pandangan eko hidraulik, profil memanjang dan melintang sungai berisi baik komponen fisik hidraulik dasar sungai atau sedimen, tebing sungai,
dan bantaran sungai lengkap dengan flora yang hidup di atasnya serta fauna yang menyertainya Maryono, 2005 : 4.
Kemajuan pembangunan dewasa ini telah berdampak pada berkurangnya lahan terbuka yang berfungsi untuk menahan retensi aliran air
hujan, sehingga debit puncak pada sungai tidak datang terlalu cepat. Dengan semakin sedikitnya retensi aliran air hujan, maka akan berdampak pada
semakin cepatnya aliran air masuk ke dalam sungai. Untuk mengendalikan
32
laju penggunaan lahan pada saat ini cukup sulit, karena lahan tersebut tidak di bawah kendali pemerintah. Untuk itulah maka sungai yang nota bene
penanggungjawab pengelolaannya ditangan pemerintah, maka sungai tersebut harus dapat dikelola dengan benar agar sungai tetap dapat
berfungsi dengan baik. Di dalam suatu penanganan banjir, Suripan 2004:105 mengklasi-
fikasikan banjir seperti gambar 2 berikut
20
Gambar 2 : Klasifikasi Usaha Struktural dan Non Struktural dalam Menejemen Banjir Proses Banjir Tujuan
Struktural Non Struktural
Limpasan
Aliran banjir
Banjir
Kerusakan Banjir
Memperlamb at limpasan
masuk ke sungai
Fasilitas penahan air hujan
o Mencegah
banjir o
Mengurangi banjir
o Mengurangi
kerusakan banjir
o Kerusakan
banjir Meningkatkan
kapasitas saluran o
Waduk o
Kolam penahan banjir
Langkah institusional : o
Konservasi lahan o
Regulasi tata guna lahan subsidi
Tindakan darurat
Regulasi banjir : o
Waduk o
Kolam penahan banjir
o Tahan banjir
o Regulasi tata guna
lahansubsidi o
Perlawanan banjir o
Evakuasi o
Penyelamatan korban banjir
o Pemetaan bencana
21
5. Pengelolaan Sumber Daya Air