PENGARUH PEMBELAJARAN AUDIOVISUAL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi Pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Genap SMK Negeri 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN AUDIOVISUAL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Genap

SMK Negeri 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh Yayan Andriyana

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBELAJARAN AUDIOVISUAL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi Pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Genap

SMK Negeri 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

YAYAN ANDRIYANA

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembela-jaran audiovisual terhadap pemahaman konsep matematika siswa. Desain peneli-tian yang digunakan adalah post-test only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI Jurusan Bangunan SMK Negeri 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI TBB (Teknik Batu Beton) sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas XI TKK (Teknik Konstruksi Kayu) sebagai kelas kontrol yang dipilih mengunakan teknik purposive sampling. Berdasarkan uji hipotesis diketahui bahwa pemaha-man konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran audiovisual lebih tinggi daripada pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dan ketuntasan belajar yang menggunakan pembelajaran audiovisual kurang dari 70%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran audiovisual tidak berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematika siswa.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran ... 10

1. Pengertian Media Pembelajaran... 10

2. Kedudukan Media Pembelajaran ... 11

3. Ciri-ciri Media Pembelajaran ... 12

4. Fungsi Media Pembelajaran ... 12

5. Manfaat Media Pembelajaran ... 14

6. Jenis Media Pembelajaran ... 15

B. Strategi Pembelajaran ... 17

1. Pembelajaran Audiovisual ... 18

2. Pembelajaran Konvensional ... 19

C. Pemahaman Konsep Matematika... 21

D. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ... 22 Halaman


(6)

E. Kerangka Pikir ... 24

F. Anggapan Dasar ... 27

G. Hipotesis ... 27

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 28

1. Populasi ... 28

2. Sampel ... 28

B. Desain Penelitian ... 29

C. Data Penelitian ... 29

D. Teknik Pengumpulan Data ... 29

E. Teknik Analisis data dan Pengujian Hipotesis ... 34

1. Uji Normalitas ... 35

2. Uji Homogenitas ... 37

3. Teknik Pengujian Hipotesis Kemampuan Awal Siswa... 38

4. Teknik Pengujian Hipotesis Pemahaman Konsep Matematika ... 39

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42

1. Data Pemahaman Konsep Matematika Siswa ... 42

2. Uji Kesamaan Dua Rata-rata... 43

3. Uji Proporsi ... 43

4. Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematika Siswa ... 44

B. Pembahasan ... 45

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 54


(7)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan komponen utama dalam kesuksesan pembangunan suatu negara. Untuk membangun negara tangguh serta memiliki kemampuan berdaya saing tinggi maka dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini akan tercapai melalui sektor pendidikan yang berkualitas.

Pendidikan yang berkualitas memiliki kaitan sangat erat dengan pembelajaran yang efektif serta efisien sehingga mampu menuntun peserta didik dalam mempersiapkan diri untuk menjadi sumber daya manusia yang handal di masa yang akan datang. Melalui pembelajaran yang efektif dan efisien maka setiap peserta didik akan mendapat pengalaman belajar sesuai dengan kebutuhan. Hasil belajar yang didapat pada akhirnya harus bisa diterapkan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang muncul pada kehidupan nyata. Sebagaimana diungkap-kan Abdulhak (2006: 7) bahwa “Pembelajaran pada hakekatnya mempersiapkan peserta didik untuk dapat menampilkan tingkah laku hasil belajar dalam kondisi yang nyata, atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidu-pannya”.

Perhatian utama dalam pembelajaran adalah bagaimana mengantarkan peserta didik mengubah dirinya dari suatu individu yang tidak memiliki kemampuan


(8)

2 apapun menjadi individu yang mempunyai kemampuan sehingga bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi orang lain yang berada di sekitarnya. Kemampuan tersebut akan bisa diraih melalui pengalaman belajar yang dialami oleh peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Sebagaimana yang diungkapkan Sudjana (2000: 28) bahwa “Dalam proses pengajaran atau interaksi belajar -mengajar yang menjadi persoalan utama ialah adanya proses belajar pada siswa yakni proses berubahnya tingkah laku siswa melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya”. Dengan demikian, melalui pengalaman belajar peserta didik akan memperoleh kemampuan untuk menentukan hasil belajar yang ingin diraihnya.

Sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah atas yang mengu-tamakan pengembangan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam Permen No. 29 Tahun 1990 (Depdiknas, 2006) tentang Pendidikan Menengah Kejuruan, disebutkan bahwa pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk pelaksanaan jenis pekerjaan tertentu. Ditegaskan pula dalam landasan kurikulum sekolah menengah kejuruan (SMK) tahun 2006 bahwa:

Pendidikan menengah kejuruan merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, yang mengutamakan pembangunan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi dilingkungan kerja, melihat peluang kerja dan mengembangkan diri dikemudian hari. Jenjang Pendidikan Menengah Kejuruan saat ini merupakan salah satu tumpuan dalam pembangunan nasional. Setiap lulusan sekolah menengah kejuruan diharap-kan menerima pengalaman belajar yang bisa membekali setiap lulusannya untuk dapat langsung beradaptasi dengan dunia pekerjaan. Sehingga melalui jenjang ini


(9)

3 akan dihasilkan tenaga kerja yang siap guna dan diharapkan dapat mengembang-kan diri untuk terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006) tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan SMK, disebutkan bahwa “Setiap lulusan sekolah menengah kejuruan harus menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya”.

Pada kenyataannya, berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2012 untuk tingkat SMK masih tertinggi dibanding dengan tingkat lain yakni mencapai 7,6 juta (BPS, 2012). Hal ini tentunya menjadi hambatan dalam usaha pembangunan nasional untuk bersaing dengan negara lain. Kualitas lulusan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya angka TPT. Oleh karena itu, kualitas lulusan SMK harus lebih ditingkatkan diantaranya melalui peningkatan pembelajaran di sekolah.

Pembelajaran di sekolah merupakan wahana pendidikan untuk membina dan membentuk siswa ke arah kedewasaan dan dalam pelaksanaannya berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 (Depdiknas, 2008) tentang Standar Proses Satuan Pendidikan pasal 1 ayat 1. Dalam permen-diknas tersebut dijelaskan bahwa standar pembelajaran satuan pendidikan mencakup perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan pembelajaran. Dijelaskan pula dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006) tentang Standar Isi Satuan Pendidikan pasal 1 ayat 1


(10)

4 bahwa salah satu di antara mata pelajaran pokok yang diajarkan kepada siswa adalah pelajaran matematika.

Matematika adalah mata pelajaran yang bersifat hierarkis, artinya suatu materi pelajaran merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Dengan kata lain, antara materi pelajaran yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Untuk menguasai materi pelajaran matematika pada tingkat kesukaran yang lebih tinggi diperlukan penguasaan materi tertentu sebagai pengetahuan prasyarat, salah satunya yaitu dengan memiliki pemahaman konsep yang baik sehingga memu-dahkan siswa dalam menerima materi selanjutnya.

Menurut Uno (2006), untuk mempelajari matematika hendaknya berprinsip pada: 1. Materi matematika disusun menurut urutan tertentu atau tiap topik

matematika berdasarkan subtopik tertentu.

2. Seorang siswa dapat memahami suatu topik matematika jika ia telah memahami subtopik pendukung atau prasyaratnya.

3. Perbedaan kemampuan antarsiswa dalam mempelajari atau memahami suatu topik matematika dan dalam menyelesaikan masalahnya ditentukan oleh perbedaan penguasaan subtopik prasyaratnya.

4. Penguasaan topik baru oleh siswa tergantung pada penguasaan topik sebelumnya.

Hal ini berarti bahwa pemahaman suatu konsep matematika sangat diperlukan siswa untuk dapat memahami materi pembelajaran matematika berikutnya dengan baik.

Tingkat pemahaman konsep matematika yang dimiliki siswa terhadap materi pelajaran berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah penyampaian materi ajar. Pembelajaran matematika di kelas, guru sering-kali mendapat kendala bagaimana menyampaikan materi tentang hubungan antara suatu hukum teori dasar dengan penerapannya secara konkrit. Apabila langsung


(11)

5 menggunakan benda sesungguhnya maka akan sulit untuk mengetahui atau mengamati objek yang berukuran terlalu besar atau sebaliknya. Sehingga diperlukan media pembelajaran yang mampu menyederhanakan hubungan antara teori dasar dengan penerapannya sehingga lebih mudah untuk diketahui, dipahami serta dimengerti oleh siswa.

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembelajaran. Kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting, karena ketidakjelasan bahan yang disampaikan dalam proses belajar dapat dibantu dengan adanya media sebagai perantara. Dalam hal ini Djamarah dan Zain (2002: 136-137) berpendapat bahwa media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui pembicaraan, bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkritkan dengan kehadiran media.

Pada dasarnya setiap jenis media bisa digunakan dalam pembelajaran. Ketika akan mengggunakan media dalam pembelajaran ada beberapa hal yang harus diper-hatikan. Diantaranya yaitu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, karakteristik siswa yang akan menerima pelajaran, ketersediaan peralatan untuk mendukung penggunaan media, serta kemampuan guru yang akan menggunakan media tersebut. Sedangkan media yang dapat digunakan dalam pembelajaran salah satunya adalah media audiovisual.

Media audiovisual merupakan suatu rangkaian gambar elektronis yang disertai oleh unsur suara (audio) maupun unsur gambar (visual) yang saling bersatu mem-bentuk sebuah pesan pembelajaran. Adanya unsur audio memungkinkan siswa untuk dapat menerima pesan pembelajaran melalui pendengaran, sedangkan unsur


(12)

6 visual memungkinkan siswa menerima pesan pembelajaran melalui bentuk visualisasi. Keunggulan tersebut diharapkan mampu membantu guru dalam menyampaikan konsep materi secara lebih variatif. Sehingga, dapat menarik minat siswa dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran. Selain itu, diharapkan dapat mempermudah pemahaman siswa tentang konsep dari suatu pokok bahasan materi.

Untuk menjalankan media ini diperlukan seperangkat peralatan multimedia. Salah satu sekolah di Bandar Lampung yang memiliki ruang multimedia sendiri dan memiliki macam-macam media yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah SMK Negeri 2 Bandar Lampung. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembelajaran media yang ada belum dimanfaatkan dengan baik.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan terhadap guru mata pelajaran matematika kelas XI di SMK Negeri 2 Bandar Lampung, pembelajaran yang dilaksanakan masih menggunakan cara tradisional yaitu pembelajaran langsung dan belum menggunakan media pembelajaran. Selain itu ketuntasan hasil belajar matematika siswa di kelas XI masih rendah, ini terbukti dari rata-rata hasil ujian semester genap yang hanya sekitar 25% siswa yang tuntas (kriteria ketuntasan minimal (KKM) sekolah tersebut yaitu 70). Hal ini terjadi karena beberapa dari siswa itu tidak dapat menangkap konsep matematika yang mereka pelajari sehingga banyak konsep yang keliru pemahamannya. Selain itu kondisi kelas dengan siswa yang heterogen tidak semua siswa berminat dan aktif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, guru harus mampu menanamkan konsep-konsep materi pelajaran yang diajarkan karena kemampuan pemahaman konsep merupakan indikator dari hasil belajar matematika. Untuk menanamkan konsep


(13)

7 materi pelajaran kepada siswa diperlukan media pembelajaran yang mampu memvisualisasikan materi pelajaran yang abstrak.

Fasilitas yang tersedia pada SMK Negeri 2 Bandar Lampung telah memiliki media pembelajaran mutakhir yang dapat digunakan di antaranya media komputer dan LCD proyektor (Infokus) yang berfungsi untuk memproyeksikan benda-benda seperti buku, foto, dan model-model baik yang dua dimensi maupun yang tiga dimensi. Akan tetapi, selama ini guru belum menggunakan media tersebut secara efektif dan efsien sebagai alat bantu pembelajaran matematika khususnya materi tentang vektor.

Berdasarkan uraian di atas, perlu diadakan penelitian tentang pengaruh media audiovisual terhadap pemahaman konsep matematika siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah pembelajaran audiovisual berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematika siswa?”.

C. Tujuan Penelitan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran audiovisual terhadap pemahaman konsep matematika siswa kelas XI Jurusan Bangunan Semester Genap SMK Negeri 2 Bandar Lampung.


(14)

8 D. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan terhadap perkembangan media pembelajaran matematika terkait dengan pemahaman konsep matematika.

2. Manfaat Praktis

Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi beberapa pihak, yaitu :

a. Bagi guru matematika

Memberikan tambahan pengetahuan mengenai penggunaan media dalam pembelajaran dan sebagai bahan masukan untuk dapat menentukan media pembelajaran yang tepat digunakan pada mata pelajaran mate-matika sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.

b. Peneliti lainnya

Melalui hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukkan dan bahan kajian bagi peneliti dimasa yang akan datang.

E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Pengaruh adalah daya atau dampak yang timbul dari sesuatu yang berke-kuatan atau dominan. Sesuatu yang berkeberke-kuatan dalam penelitian ini adalah pembelajaran audiovisual. Hal yang dilihat sebagai pengaruh dalam penelitian ini adalah rata-rata skor pemahaman konsep kelas eksperimen lebih tinggi


(15)

9 dari pada kelas kontrol dan persentase siswa kelas eksperimen yang mendapatkan nilai minimal 70 adalah ≥ 70% dari jumlah siswa.

2. Pembelajaran audiovisual adalah pembelajaran dengan menggunakan media audiovisual sebagai alat bantu pembelajaran. Dalam penelitian ini media audiovisual yang digunakan adalah video pembelajaran. Kelebihan media ini yaitu penyampaiannya dalam bentuk audio dan visual yang memungkinkan siswa dapat menerima melalui penglihatan dan pendengaran terutama pada materi pokok vektor.

3. Pemahaman konsep siswa adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep suatu materi pembelajaran yang dilihat dari nilai hasil postes. Indikator dalam pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Menyatakan ulang suatu konsep, mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu, memberi contoh dan noncontoh dari konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, mengembangkan syarat perlu dan syarat khusus suatu konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu dan mengaplikasikan konsep.


(16)

10

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Istilah media berasal dari bahasa latin dan merupakan suatu bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar yaitu perantara sumber pesan (a source) dengan penerima pesan (a resource). Media merupakan salah satu penunjang dalam proses komunikasi atau penyampaian pesan antara pengirim dengan penerima pesan. Sebagaimana disampaikan oleh Heinich dalam Susilana dan Riyana (2008: 6) “Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak”. Sedangkan dalam Arsyad (2006: 11) mengutip Asosiasi Pendidikan Nasional (Nasional

Education Association/NEA) memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk

komunikasi tercetak maupun audiovisual dan peralatanya.

Secara lebih spesifik Hadimiarso (2004: 458) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar mengajar yang efektif, bertujuan dan terkendali. Dengan menggunakan media pembelajaran diharapkan siswa mampu mencapai hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan.


(17)

11 Berdasarkan beberapa pendapat yang disampaikan di atas dapat diambil kesimpu-lan bahwa media pembelajaran adalah suatu teknologi yang dirancang secara khusus untuk menyampaikan pesan dari guru sebagai sumber pesan kepada peserta didik sebagai penerima pesan serta dapat merangsang pemikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan belajar dalam proses pembelajaran sehingga dapat mendorong hasil belajar siswa sesuai dengan standar kompetensi yang diinginkan.

2. Kedudukan Media Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran selalu diawali dengan perumusan tujuan intruksional khusus sebagai pengembangan dari tujuan instruksional umum. Dalam kurikulum 2006 perumusan indikator selalu merujuk pada kompetensi dasar dan kompetensi dasar selalu merujuk pada standar kompetensi. Usaha untuk menunjang penca-paian tujuan pembelajaran dibantu oleh penggunaan media yang tepat dan sesuai karakteristik komponen penggunanya. Peran media tidak hanya sekedar sebagai alat pembantu mengajar, tetapi sebagai bagian integral dalam pembelajaran. Setelah itu, proses selanjutnya melaksanakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat menjadi bahan masukkan atau umpan balik kegiatan pembelajaran.

Menurut Susilana dan Riyana (2008: 5) posisi media dalam pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Posisi Media dalam Pembelajaran

Tujuan Materi

Metode Evaluasi

Media Pembelajaran


(18)

12 3. Ciri-ciri Media Pembelajaran

Gerlach dan Ely (1971) dalam Arsyad (2006: 11) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu atau kurang efisien melakukannya. Diantaranya yaitu :

a. Ciri Fiksatif (Fixative Property)

Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, dan merekonstruksikan suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, vidio tape, audio tape, flasdisk, dan film.

b. Ciri Manipulatif (Manipulative Property)

Transpormasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording.

c. Ciri Distributif (Distributive Property)

Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditran-spormasi melalui ruang, dan secara bersamaan keja dian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu.

4. Fungsi Media Pembelajaran

Media pembelajaran memiliki fungsi yang cukup fital dalam menunjang proses pembelajaran. Media pembelajaran menurut Kemp dan Dayton (1985) dalam


(19)

13 Arsyad (2006: 16) dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan atau kelompok, yaitu :

a. Memotivasi minat atau tindakan

Untuk memenuhi fungsi minat atau motivasi, media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa.

b. Menyajikan informasi

Isi dan bentuk penyajian ini bersifat umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan atau pengetahuan latar belakang. Penyajian dapat pula berbentuk hiburan, drama, atau teknik motivasi. Ketika mendengar atau menonton bahan informasi, para siswa bersifat pasif. Partisipasi yang diharapkan dari siswa hanya terbatas pada persetujuan atau ketidak setujuan mereka secara mental atau terbatas pada perasaan tidak senang, kurang senang, netral atau senang.

c. Memberi instruksi

Media berfungsi untuk tujuan intruksi dimana informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi.

Levie dan Lents (1982) masih dalam Arsyad (2000: 16) mengemukakan empat fungsi media pengajaran, yaitu :

a. Fungsi Atensi, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkon-sentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditam-pilkan atau menyertai teks materi pembelajaran.


(20)

14 b. Fungsi afektif, media visual dapat terlihat dari tingkatan kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang tergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.

c. Fungsi kognitif, media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

d. Fungsi kompensatoris, media pengajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

5. Manfaat Media Pembelajaran

Penggunaan media pembelajaran memberikan banyak manfaat positif dalam proses pembelajaran dan hal itu tentunya memberikan pengaruh yang baik bagi ketercapaian tujuan pembelajaran. Susilana dan Riyana (2008: 9) mengemukakan beberapa manfaat penggunaan media pembelajaran, diantaranya :

a. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitis.

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan dayaindra.

c. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.

d. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya.

e. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.

Seiring dengan perkembangan metode dan model pembelajaran yang digunakan, manfaat media pembelajaran terasa semakin besar. Saat ini media pembelajaran


(21)

15 tidak hanya berperan sebagai sarana penunjang pembelajaran semata akan tetapi juga memberikan manfaat lebih besar dalam mengemas pembelajaran menjadi jauh lebih menarik, lebih bervariasi, dan lebih bermakna. Hal tersebut senada dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Sudjana dan Rivai (2002: 2), yang antara lain :

a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran lebih baik.

c. Metode pengajaran akan bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apabila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.

d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengar uraian guru, tetapi juga melakukan aktivitas lain.

6. Jenis Media Pembelajaran

Menurut Sukiyadi (2006: 176) bahwa media pembelajaran itu banyak macamnya, dari mulai media yang sederhana sampai yang komplek. Dilihat dari sifat atau jenisnya media dapat dikelompokkan menjadi:

a. Media Visual

Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indera penglihatan. Jenis media inilah yang sering digunakan oleh guru-guru untuk membantu menyampaikan isi atau materi pembelajaran. Media visual ini terdiri atas media yang tidak dapat diproyeksikan (non-projected visuals) dan media yang dapat diproyeksikan (projected visual). Media yang dapat diproyeksikan ini bisa berupa gambar diam (still pictures) atau bergerak


(22)

16 Visual berhubungan erat dengan mata atau penglihatan. Menurut beberapa ahli, visual juga merupakan salah satu bagian dari aktivitas belajar. Dimana aktivitas belajar itu sendiri terdiri dari: somatis (belajar dengan bergerak dan berbuat), auditori (belajar dengan berbicara dan mendengar), intelektual (belajar dengan memecahkan masalah dan merenung), dan visual (belajar dengan cara melihat, mengamati, dan menggambarkan). Keempat aktivitas belajat tersebut harus dikuasai supaya proses belajar dapat berlangsung secara optimal.

b. Media Audio

Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat di dengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan para siswa untuk mempelajari bahan ajar. Program kaset suara dan program radio adalah bentuk dari media audio. Penggunaan media audio dalam kegiatan pembelajaran pada umumnya untuk melatih keterampilan yang berhubungan dengan aspek-aspek keterampilan mendengarkan. Dari sifatnya yang auditif, media ini mengandung kelemahan yang harus diatasi dengan cara memanfaatkan media lainnya. Terdapat beberapa pertimbangan apabila akan menggunakan media audio ini, diantaranya:

1. Media ini hanya akan mampu melayani mereka yang sudah mempunyai kemampuan dalam berpikir abstrak.

2. Media ini memerlukan pemusatan perhatian yang lebih tinggi dibandingkan dengan media lainnya, oleh karena itu dibutuhkan teknik-teknik tertentu dalam belajar melalui media ini. Karena sifatnya yang


(23)

17

auditif, jika ingin memperoleh hasil belajar yang baik diperlukan juga

pengalaman-pengalaman secara visual, sedangkan kontrol belajar bisa dilakukan melalui penguasaan perbendaharaan kata-kata, bahasa, dan susunan kalimat.

c. Media Audiovisual

Sesuai dengan namanya, media ini merupakan kombinasi audio dan visual atau biasa disebut media pandang-dengar. Sudah barang tentu apabila guru menggunakan media ini akan semakin lengkap dan optimal penyajian bahan ajar kepada siswa, selain itu media ini dalam batas-batas tertentu dapat juga menggantikan peran dan tugas guru. Dalam hal ini, guru tidak selalu berperan sebagai penyaji materi (teacher) tetapi karena penyajian materi bisa diganti oleh media, maka peran guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar yaitu memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar. Contoh media audio-visual diantaranya program video/televisi pendidikan, video/televisi instruk-sional, dan program slide suara (sound slide).

B. Strategi Pembelajaran Matematika

Strategi merupakan usaha untuk memperoleh kesuksesan dan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yanag didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 3). Dijelaskan oleh Kemp dalam Sanjaya (2006: 56) strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk memunculkan hasil belajar pada siswa.


(24)

18 Untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran terdapat beberapa macam pembelajaran, diantaranya:

1. Pembelajaran Audiovisual

Belajar tidak selamanya bersentuhan dengan hal-hal yang kongkrit, baik dalam konsep maupun fakta. Bahkan dalam realitasnya belajar seringkali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada di balik realitas. Menurut Fathurrohman (2007: 65) menyatakan bahwa “Media memiliki andil untuk menjelaskan hal-hal yang abstrak dan menunjukan hal-hal yang tersembunyi”. Ketidakjelasan bahan ajar dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Bahkan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakili kekurangan guru dalam mengkomunikasikan materi pelajaran.

Menurut Sanjaya (2006: 164) Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman belajar dapat berupa pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang diperoleh melalui aktivitas sendiri pada situasi sebenarnya. Pengalaman langsung merupakan proses belajar yang sangat bermanfaat, sebab dengan mengalami langsung kemungkinan kesalahan persepsi akan dapat dihindari. Namun pada kenyataanya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara langsung. Untuk memberikan pengalaman yang tidak mungkin disajikan secara langsung, maka dibutuhkan alat bantu dengan media pembelajaran atau alat peraga pembelajaran.

Perkembangan media pembelajaran mengikuti arus perkembangan teknologi. Teknologi paling tua yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah sistem percetakan yang bekerja atas dasar fisik mekanik. Kemudian lahir teknologi


(25)

19 audiovisual yang menggabungkan penemuan mekanik dan elektronik untuk tujuan pembelajaran. Teknologi yang muncul terakhir adalah teknologi mikro-processor yang melahirkan pemakaian komputer dan kegiatan interktif.

Pembelajaran audiovisual merupakan pembelajaran yang menggunakan media audiovisual sebagai alat bantu pembelajaran. Sedangakan media audiovisual adalah media yang penyampaian pesannya dapat diterima oleh indera pendengaran dan indera pengelihatan. Sebagaimana disampaikan oleh Sanjaya (2006: 172) media audiovisual adalah jenis media yang selain mengandung unsur suara yang bisa didengar dan mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya.

Dikutip dari Sanjaya (2006: 172) mengungkapkan ciri-ciri media audiovisual, yaitu: (a) bersifat linier (b) menyajikan visualisasi yang dinamis (c) digunakan dengan cara yang telah ditetapkan oleh pembuatnya dan (d) merupakan representasi fisik dari gagasan riil atau gagasan abstrak.

2. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran yang diawali dengan cara menerangkan materi menggunakan metode ceramah, kemudian memberikan contoh-contoh soal latihan dan penyelesaiannya, selanjut-nya guru memberikan tugas berupa latihan soal atau lembar kerja siswa (LKS) untuk dikerjakan oleh siswa secara individu ataupun berkelompok dengan teman sekelasnya. Metode mengajar yang lebih banyak digunakan dalam pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) dipakai guru pada pembelajaran matematika.


(26)

20 Menurut Suyitno (2004:4), metode ekspositori adalah cara penyampaian materi pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Hal ini berarti kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru.

Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (a) pembelajaran berpusat pada guru, (b) terjadi passive learning, (c) interaksi di antara siswa kurang, (d) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (e) penilaian bersifat sporadis. Penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.

Berdasarkan definisi atau ciri-ciri tersebut, penyelenggaraan pembelajaran konvensional merupakan sebuah praktik yang mekanistik dan diredusir menjadi pemberian informasi. Dalam prakteknya, penekanan belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Sehingga, pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses.

Jadi model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran pada hakekatnya pentransferan ilmu pengetahuan atau aliran informasi dari pendidik ke siswa yang berorientasi pada produk bukan pada proses sebagaimana pengetahuan itu dibangun. Konsep materi yang diterima siswa sepenuhnya berasal dari apa kata


(27)

21 pendidik. Dimana proses pembelajaran lebih cenderung hanya mengantarkan siswa untuk mencapai target kurikulum seperti konsep-konsep penting, latihan soal dan tes tanpa melibatkan siswa secara aktif.

C. Pemahaman Konsep Matematika

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sadiman (2008: 42) “ Pemahaman atau

com-prehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Oleh sebab itu,

belajar harus mengerti secara makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi”. Menurut Soedjadi (2000: 14), “ Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan

untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan obyek”. Sebagai con-

toh, segitiga adalah nama dari suatu konsep abstrak dan bilangan asli adalah nama suatu konsep yang lebih kompleks karena terdiri dari beberapa konsep yang seder- hana, yaitu bilangan satu, bilangan dua, dan seterusnya.

Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi konsep. Dengan adanya definisi, orang dapat membuat ilustrasi atau gambaran atau lambang dari konsep yang didefinisikan, sehingga menjadi jelas apa yang dimaksud konsep tertentu (Soedjadi, 2000: 14).

Jadi pemahaman konsep adalah pengertian yang benar mengenai suatu rencana atau ide abstrak. Kemampuan pemahaman konsep merupakan suatu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya hafalan, namun lebih dari itu. Dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti konsep materi pelajaran itu sendiri.


(28)

22 Konsep dipahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh yang banyak, sehingga siswa mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut. Siswa perlu diberi contoh yang memenuhi rumusan yang diberikan. Selain itu mereka perlu juga diberi contoh-contoh yang tidak memenuhi rumusan dan sifat, sehingga diharapkan anak tidak mengalami salah pengertian terhadap konsep yang sedang dipelajari. Karakteristik konsep yang diberikan membantu anak dalam memahami konsep yang disajikan karena dapat memberikan belajar bermakna bagi siswa.

Penilaian perkembangan siswa dicantumkan dalam indikator dari kemampuan pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika. Dijelaskan dalam suatu dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 56/C/PP/2004 (dalam Wardhani 2008: 22) bahwa indikator yang menunjukkan suatu pemahaman konsep adalah sebagai berikut :

1. Menyatakan ulang suatu konsep

2. Mengklasifikasikan obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu 3. Memberi contoh dan noncontoh dari konsep

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika 5. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep

6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu

7. Mengaplikasikan konsep

D. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah tingkat pencapaian kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa permata pelajaran (Depdiknas, 2006). Siswa yang belum mencapai nilai KKM dikatakan belum tuntas. Dengan KKM diharapkan sekolah/guru/siswa memiliki patokan yang jelas dalam menentukan ketuntasan serta ada keseragaman tentang batas ketuntasan setiap mata pelajaran. Untuk itulah, KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran.


(29)

23 Kriteria ketuntasan minimal SMK Negeri di Bandar Lampung ditetapkan berda-sarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) beberapa sekolah yang memiliki karakteristik sama. Adapun di SMKN 2 Bandar Lampung, memiliki target ketuntasan minimal yang telah ditetapkan untuk standar kompetensi materi vektor mencapai minimal 70 dengan ketuntasan belajar minimal 70% dari seluruh siswa (Dokumentasi SMKN 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013).

Penentuan kriteria ketuntasan minimal menurut (Shadiq, 2009 : 10) harus mem-pertimbangkan hal-hal berikut ini :

1. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata peserta didik dapat didasarkan pada hasil penilaian di kelas atau jenjang sebelumnya. Sebagai contoh, KKM Kelas X yang berkait dengan kemampuan rata-rata peserta didik didasarkan pada hasil seleksi PSB, NUN, Rapor kelas 3 SMP, test seleksi masuk atau psikotes, sedangkan KKM Kelas XI dan XII didasarkan pada tingkat pencapaian SKBM siswa pada semester atau kelas sebelumnya. Terdiri atas tiga kriteria, yaitu: Tinggi (Nilai 3 atau rentang nilai 80 - 100), Sedang (Nilai 2 atau rentang nilai 60 - 79), dan Rendah (Nilai1 atau rentang nilai 40 - 59).

2. Kompleksitas kompetensi didasarkan pada kesulitan dan kerumitan pencapaian indikator yang bersesuaian. Suatu indikator disebut memiliki tingkat kompleksitas tinggi, bila dalam pelaksanaannya menuntut: (a) kreatifitas dan inovasi yang tinggi dalam melaksanakan pembelajarannya, (b) waktu yang cukup lama karena perlu pengulangan, (c) kemampuan penalaran dan kecermatan siswa yang tinggi, dan (d) sarana dan prasarana yang memadai sesuai tuntutan indikator yg harus dicapai. Terdiri atas tiga


(30)

24 kriteria, yaitu: Tinggi (Nilai 1 atau rentang nilai 50 - 65), Sedang (Nilai 2 atau rentang nilai 66 - 80), dan Rendah (Nilai 3 atau rentang nilai 81 -100). 3. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan

pembela-jaran, yang didasarkan pada ketersediaan tenaga, sarana dan prasarana pendidikan yang sangat dibutuhkan, BOP, manajemen sekolah, kepedulian stakeholders sekolah. Terdiri atas tiga kriteria, yaitu: Tinggi (Nilai 3 atau rentang nilai 85 - 100), Sedang (Nilai 2 atau rentang nilai 70 - 84), dan Rendah (Nilai 1 atau rentang nilai 55 - 69).

Jadi kriteria ketuntasan minimal merupakan kriteria dan mekanisme penetapan ketuntasan minimal per mata pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah. Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah batas kriteria ideal tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal.

E. Kerangka Pikir

Penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok satu mendapatkan pembelajaran audiovisual dan kelompok dua mendapatkan pembelajaran konven-sional. Pada pembelajaran audiovisual tahap pertama adalah menampilkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan dipelajari. Hal ini melatih siswa untuk mengenali masalah abstrak yang belum dipahaminya, menggali rasa keingintahuannya, dan menggali pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Tahap selanjutnya adalah menampilkan materi pelajaran. Tampilan materi pelajaran dikemas dengan menarik, bervariasi, dan bermakna. Hal ini mendorong siswa untuk berkonsentrasi terhadap isi pelajaran serta dengan visualnya memperlancar memahami dan mengingat materi pelajaran. Selain itu,


(31)

25 dapat membantu siswa yang lemah untuk mengetahui dan memahami materi pelajaran.

Kemudian siswa berkelompok untuk mengumpulkan, menganalisis, mengevaluasi informasi, dan membuat kesimpulan. Hal tersebut mendorong siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep dari materi pelajaran yang diselidiki, sehingga pemahaman siswa terhadap konsep-konsep tersebut akan lebih bermakna dan lebih baik daripada sekedar hapalan. Pembuatan kesimpulan terhadap materi yang diselidiki bersama menjadikan pemahaman seluruh kelompok terhadap materi tersebut akan lebih terintegrasi dan menjadi lebih baik.

Tahap terakhir yaitu mempresentasikan laporan akhir dan evaluasi. Pengetahuan dari salah satu kelompok penyaji akan ditransfer kepada pendengar, sehingga dapat melatih pemahaman konsep siswa. Disamping itu, kemungkinan terjadi debat yang dapat merekam kembali khasanah pemahaman tentang materi tersebut. Selajutnya antara siswa dan guru bersama-sama menyimpulkan seluruh materi yang telah dipelajari.

Pembelajaran konvensional memiliki beberapa tahapan sebagai berikut. Di awal pembelajaran, peran guru adalah memberikan penjelasan materi pelajaran dengan ceramah kepada para siswa. Kemudian siswa memperhatikan penjelasan guru dengan saksama dan mencatat penjelasan tersebut. Pada tahap ini tampak bahwa kegiatan siswa dalam pembelajaran kurang dilibatkan secara aktif untuk menemukan sendiri konsep-konsep dari suatu materi pelajaran, sehingga para siswa hanya memperoleh informasi yang telah dijelaskan oleh guru ataupun yang telah mereka baca di buku. Hal tersebut menyebabkan pemahaman siswa terhadap


(32)

26 suatu konsep kurang bermakna dan tertanam dengan baik karena konsep yang telah diperoleh hanya berupa hapalan.

Selanjutnya tahapan pembelajaran konvensional adalah pemberian tugas dari guru kepada siswa. Tugas yang diberikan tersebut dikerjakan secara berkelompok. Kemudian berdiskusi untuk memperoleh jawaban dari tugas tersebut. Proses diskusi yang dilakukan tersebut hanya sebuah diskusi untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam tugas yang diberikan dan bukan untuk mengungkap suatu konsep. Para siswa tidak dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat penemuan, sehingga siswa hanya dikapasitaskan untuk menyalin konsep yang telah ada tanpa tahu bagaimana konsep tersebut ditemukan.

Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek yang dinilai dalam hasil belajar. Dengan bantuan audiovisual, siswa diharapkan mampu memahami indikator-indikator pemahaman konsep. Adapun kriteria ketuntasan minimal (KKM) merupakan kriteria batas ketuntasan belajar ideal per mata pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah. Pada penelitian ini KKM untuk standar kompetensi materi vektor, siswa mendapatkan nilai minimal 70 dengan ketuntasan belajar minimal 70% dari seluruh siswa.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran audiovisual yang dalam pembelaja-rannya disampaikan dengan audio dan visual, diduga dapat mempengaruhi pemahaman konsep matematika siswa jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.


(33)

27 F. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:

1. Semua siswa kelas XI Jurusan Bangunan semester Genap SMK Negeri 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012-2013 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.

2. Faktor lain yang mempengaruhi pemahaman konsep matematika siswa selain pembelajaran ausiovisual tidak diperhatikan.

G. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir yang ditinjau dari kajian pustaka, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis yaitu terdapat pengaruh pembelajaran audiovisual terhadap pemahaman konsep matematika siswa. Dari hipotesis tersebut, hipotesis khusus yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembela-jaran audiovisual lebih besar dari rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Persentase siswa yang mengikuti pembelajaran audiovisual yang menda-patkan nilai minimal 70 adalah lebih dari atau sama dengan 70% dari jumlah siswa.


(34)

28

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI Jurusan Bangunan SMK Negeri 2 Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013, yang terdiri dari 4 kelas yaitu XI TBB (Teknik Batu Beton), XI TKK (teknik Konstruksi Kayu), XI TGB (Teknik Gambar Bangunan) dan XI TSP (Teknik Survei Pemetaan) dengan distri-busi kelas dan nilai rata-rata UAS matematika semester genap disajikan dalam Tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1 Distribusi Siswa dan Rata-rata Hasil Ujian Semester Genap Kelas XI Jurusan Bangunan Tahun Pelajaran 2011/2012

Kelas Jumlah Siswa Tiap Kelas Rata-rata Nilai Kelas

XI TBB 31 68,87

XI TKK 30 68,67

XI TGB 32 68,15

XI TSP 30 70,18

Sumber : Dokumentasi SMKN 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 2. Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive

Sampling. Berdasarkan nilai UAS matematika semester genap Tahun Pelajaran

2011/2012, dipilih dua kelas yang nilai rata-ratanya sama atau hampir sama dengan nilai rata-rata seluruh kelas XI Jurusan Bangunan. Berdasarkan Tabel 3.1 kelas XI TBB (Teknik Batu Beton) digunakan sebagai kelas eksperimen dengan


(35)

29 pembelajaran audiovisual dan kelas XI TKK (Teknik Konstruksi Kayu) digunakan sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Desain yang digunakan adalah post-test only control design. Pada penelitian ini, diberikan perlakuan kepada kelompok eksperimen dan kemudian membandingkan hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Post-test only

control design menurut Furchan (1982: 354) yang dimodifikasi adalah sebagai

berikut.

Tabel 3.2 Post-test only control group design

Kelas Perlakuan Post-test

Eksperimen X1 Y1

Kontrol X2 Y1

Keterangan:

X1 : pembelajaran audiovisual.

X2 : pembelajaran konvensional.

Y1 : post-test yang diberikan setelah perlakuan.

C. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data pemahaman konsep matematika siswa yang berupa data kuantitatif dan diperoleh dari nilai hasil tes setelah mengikuti pembel-ajaran dengan menggunakan pembelpembel-ajaran audiovisualdan konvensional.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data pemahaman konsep matematika siswa dilakukan melalui tes. Instrumen tes yang digunakan adalah tes essay yang terdiri dari 6 soal. Setiap soal memiliki satu atau lebih indikator pemahaman konsep matematika.


(36)

30 Pedoman penskoran tes pemahaman konsep matematika disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep Matematika

No Indikator Keterangan Skor

1. Menyatakan ulang suatu konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Menyatakan ulang suatu konsep tetapi salah

1 c. Menyatakan ulang suatu konsep dengan

benar

2 2. Mengklasifikasi

objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

a. Tidak menjawab 0

b. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu tetapi tidak sesuai dengan konsepnya

1

c. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

2 3. Memberi contoh

dan non contoh

a. Tidak menjawab 0

b. Memberi contoh dan non contoh tetapi salah

1 c. Memberi contoh dan non contoh dengan

benar

2 4. Menyatakan

konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika

a. Tidak menjawab 0

b. Menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematika tetapi salah

1 c. Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematika dengan benar

2 5. Mengembangkan

syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Mengembangkan syarat perlu atau cukup dari suatu konsep tetapi salah

1 c. Mengembangkan syarat perlu dan syarat

cukup dari suatu konsep dengan benar

2 6. Menggunakan,

memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu

a. Tidak menjawab 0

b. Menggunakan, memanfatkan, dan memilih prosedur tetapi salah

1 c. Menggunakan, memanfaatkan, dan

memilih prosedur dengan benar

2 7. Mengaplikasikan

konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Mengaplikasikan konsep tetapi tidak tepat

1 c. Mengaplikasikan konsep dengan tepat 2


(37)

31 Untuk memperoleh data yang akurat maka digunakan tes yang baik, yakni yang memenuhi validitas, realibilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

1. Validitas

Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi dari tes pemahaman konsep matematika ini dapat diketahui dengan cara memban-dingkan isi yang terkandung dalam tes pemahaman konsep matematika dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan.

Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika kelas XI Jurusan Bangunan SMK Negeri 2 Bandar Lampung mengetahui dengan benar kurikulum SMK maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Tes dikategorikan valid adalah yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra. Dengan demikian valid atau tidaknya tes ini didasarkan pada judgment guru tersebut. Setelah dikonsultasikan dengan guru mitra, soal tes dinyatakan valid.

2. Reliabilitas

Dalam penelitian ini, berdasarkan Arikunto (2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:

             

2

2 11 1 1 t i n n r   dengan 2 2 2                  

N X N

Xi i

t

Keterangan : 11

r : nilai reliabilitas instrumen (tes)

n

: banyaknya butir soal (item)


(38)

32

2

i

 : jumlah varians dari tiap-tiap item tes : varians total

N : banyaknya data

∑ : jumlah semua data

∑ : jumlah kuadrat semua data

Harga

r

11 yang diperoleh diimplementasikan dengan indeks reliabilitas. Arikunto (2006: 105) mengatakan bahwa suatu tes dikatakan baik apabila koefisien reliabi-litasnya sama dengan atau lebih besar dari 0,70 ( ≥ 0,70).

Setelah dilaksanakan uji coba diketahui indeks reliabilitas r11= 0,71. Dengan demikian tes memiliki nilai reliabilitas yang baik. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.1 (halaman 111).

3. Tingkat Kesukaran (TK)

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Seperti yang dikemukakan Sudijono (2008: 372) untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus :

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran sebagai berikut :

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

30 . 0

TK Sangat sukar

70 . 0 30

.

0 TK Sedang

70 . 0

TK Sangat mudah

Sudijono (2008: 372) T T

I

J

TK

2 t


(39)

33 Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah memiliki intepretasi mudah dan sedang. Setelah hasil uji coba dianalisis, satu butir soal memiliki tingkat kesukaran mudah dan yang lainnya memiliki tingkat kesukaran sedang. Tabel 3.6 merupakan rekapitulasi hasil uji coba tes, perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2 (halaman 112).

4. Daya Pembeda (DP)

Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). Sudijono (2008: 372) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu

JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)

Untuk menginterpretasikan daya pembeda suatu butir soal digunakan kriteria menurut Sudijono (2008: 372) sebagai berikut.

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

10 . 0

 DP

Negatif Sangat Buruk

19 . 0 10

.

0 DP Buruk

29 . 0 20

.

0 DP Agak baik, perlu revisi

49 . 0 30

.

0 DP Baik

50 . 0

DP Sangat Baik

Sudijono (2008: 372)

IA JB JA DP 


(40)

34 Oleh karena itu, kreteria soal tes yang digunakan dalam penelitian ini soal yang memiliki nilai daya pembeda

Setelah hasil uji coba dianalisis, diketahui daya pembeda sebagai berikut: soal nomor 1, 2a, 2b, 3, 4, 5, 6a, dan 6b memiliki daya pembeda baik. Tabel 3.6 merupakan rekapitulasi hasil uji coba tes, perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2 (halaman 112).

Table 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Butir Soal Tes

No soal Reliabilitas Tingkat

Kesukaran Daya Pembeda

1

0,71 (Reliabilitas

Tinggi)

0.73 ( mudah) 0.38 ( baik)

2a 0.69 (Sedang) 0.50 (baik)

2b 0.63 (Sedang) 0.44 (baik)

3 0.54 (Sedang) 0.46 (baik)

4 0.57 (Sedang) 0.50 (baik)

5 0,53 (Sedang) 0,46 (baik)

6a 0,47 (Sedang) 0,44 (baik)

6b 0.43 (Sedang) 0.50 (baik)

E. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian dan dari hasil analisis ini ditarik kesimpulan. Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji keseimbangan untuk meyakinkan kesamaan rata-rata kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data kemampuan awal matematika siswa diperoleh dari nilai UAS semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012.

Untuk data skor post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol dianalisis meng-gunakan uji kesamaan dua rata-rata untuk mengetahui pengaruh pembelajaran audiovisual terhadap pemahaman konsep matematika siswa. Sebelum melakukan


(41)

35 uji kesamaan dua rata-rata perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan homogenitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau sebaliknya. Untuk uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji chi-kuadrat menurut Sudjana (2005: 273). Berikut langkah-langkah uji normalitas

a) Hipotesis

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

b) Taraf Signifikansi

Taraf signifikansi yang digunakan c) Statistik Uji

  k

i h

h i

f f f x

1

2 2

dengan : fi = frekuensi pengamatan

h

f = frekuensi yang diharapkan d) Keputusan Uji

Terima H0 jika hitung tabel. Dalam hal lainnya, H0 ditolak.

Berikut hasil perhitungan uji normalitas kemampuan awal siswa disajikan pada tabel 3.7 :

Tabel 3.7 Rekapitulasi Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa Kelas hitung2

2 tabel

Keterangan

Eksperimen 7,519 7,81 Normal


(42)

36 Berdasarkan Tabel 3.7, Hasil analisis uji normalitas kemampuan awal siswa, untuk kelas eksperimen diketahui x2hitung= 7,519. Dengan α = 5% dan dk = k-3

dari tabel chi-kuadrat diperoleh x²tabel = 7,81. Pada kelas kontrol diketahui x2hitung=

7,323 dengan α = 5% dan dk = k-3 diperoleh x2tabel melalui tabel chi-kuadrat yaitu

7,81. Sesuai dengan kriteria pengujian, maka terima H0 karena x2hitung < x²tabel.

Sehingga data populasi kelas ini berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran C.3 dan C.4 (halaman 113 dan 117).

Sedangkan untuk hasil analisis uji normalitas data pemahaman konsep matematika siswa disajikan dalam tabel 3.8 sebagai berikut :

Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Normalitas Pemahaman Konsep Matematika Kelas hitung2

2 tabel

Keterangan

Eksperimen 4,539 7,81 Normal

Kontrol 4,069 7,81 Normal

Berdasarkan Tabel 3.8, Hasil analisis uji normalitas data pemahaman konsep matematika siswa, untuk kelas eksperimen diketahui x2hitung= 4,539. Dengan α =

5% dan dk = k-3 dari tabel chi-kuadrat diperoleh x²tabel = 7,81. Sedangkan pada

kelas kontrol diketahui x2hitung= 4,069 dan dengan taraf signifikan dan derajat

kebebasan yang sama dengan kelas eksperimen yaitu α = 5% dan dk = k-3 diperoleh x2tabel melalui tabel chi-kuadrat yaitu 7,81. Sesuai dengan kriteria

pengujian, maka terima H0 karena x2hitung < x²tabel. Sehingga data populasi kelas ini

berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran C.7 dan C.8 (halaman 125 dan 129).


(43)

37 2. Uji Homogenitas

Setelah dilakukan uji normalitas, maka dilakukan uji homogenitas varians terhadap data pemahaman konsep matematika siswa. Uji homogenitas varians yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji F. menurut Sudjana (2005: 249). Berikut langkah-langkah uji homogenitas.

a) Hipotesis

H0 : (kedua kelas memiliki varians yang sama / bersifat Homogen)

H1 : (kedua kelas memiliki varians yang tidak sama / bersifat tidak

Homogen)

b) Taraf Signifikansi yang digunakan c) Statistik Uji

d) Keputusan Uji

Tolak H0 jika Fhitung > Ftabel dimana distribusi F yang digunakan mempunyai

dk pembilang = n1– 1 dan dk penyebut = n2– 1, dan terima H0 selainnya.

Berikut hasil perhitungan uji homogenitas kemampuan awal siswa disajikan pada tabel 3.9 :

Tabel 3.9 Rekapitulasi Uji Homogenitas Kemampuan Awal Siswa

Kelas Varians (s2) Fhitung Ftabel Keputusan Uji Eksperimen 28,90

1,06 1,85 H0 diterima

Kontrol 30,55

Berdasarkan Tabel 3.9, Hasil analisis uji homogenitas kemampuan awal siswa, diketahui varians terbesar yaitu 30,55 dan varians terkecil 28,90, sehingga didapat


(44)

38 nilai Fhitung = 1,06. Dengan α = 5% dan dk =n-1 diperoleh Ftabel yaitu 1,85. Karena

tabel hitung F

F  maka terima H0, sehingga data kedua kelas bersifat homogen.

Perhitungan selengkapnya pada Lampiran C.5 (halaman 121).

Sedangkan untuk hasil analisis uji normalitas data pemahaman konsep matematika siswa disajikan dalam tabel 3.10 sebagai berikut :

Tabel 3.10 Rekapitulasi Uji Homogenitas Pemahaman Konsep Matematika

Kelas Varians (s2) Fhitung Ftabel Keputusan Uji Eksperimen 78,19

1,51 1,85 H0 diterima

Kontrol 117,77

Berdasarkan Tabel 3.10, Hasil analisis uji homogenitas data pemahaman konsep matematika siswa, diketahui varians terbesar yaitu 117,77 dan varians terkecil 78,19, sehingga didapat nilai F = 1,51. Dengan α = 5% dan dk =n-1 diperoleh Ftabel yaitu 1,85. Karena FhitungFtabel maka terima H0, sehingga data kedua kelas bersifat homogen. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran C.9 (halaman 133).

3. Teknik Pengujian Hipotesis Kemampuan Awal Siswa a. Hipotesis Uji

2 1 1

2 1 :

:

 

 

 

H

Ho

Keterangan : 1

 = kemampuan awal siswa dengan pembelajaran audivisual 2

 = kemampuan awal siswa dengan pembelajaran konvensional Karena kedua data normal dan varians kedua kelas sama atau homogen, maka rumus yang digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata kemampuan awal adalah Uji-t (Sudjana, 2005 : 239) :


(45)

39 2 1 2 1 1 1 n n s x x t    ;

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s dengan : 1

x = rata-rata sampel kelas dengan pembelajaran audiovisual 2

x = rata-rata sampel kelas dengan pembelajaran konvensional

2 1

s = variansi sampel kelas dengan pembelajaran audiovisual

2 2

s = variansi sampel kelas dengan pembelajaran konvensional 1

n = ukuran sampel kelas dengan pembelajaran audiovisual 2

n = ukuran sampel kelas dengan pembelajaran konvensional b. Keputusan Uji

Terima H0 jika dengan derajat kebebasan dk = (n1+ n2 – 2)

Untuk harga-harga t lainnya H0 ditolak.

Berikut hasil perhitungan uji hipotesis data kemampuan awal siswa disajikan pada tabel 3.11 :

Tabel 3.11 Rekapitulasi Uji Hipotesis Data Kemampuan Awal

Kelas

̅

S thitung ttabel Keputusan Uji

Eksperimen 68,87

6,08 0,131 1,68 H0 diterima

Kontrol 68,67

Berdasarkan Tabel 3.11 dapat diketahui thitung = 0,131 dan ttabel = 1,68. Hasil uji-t menunjukkan bahwa thitung < ttabel sehingga H0 diterima. Dengan demikian

kemampuan awal siswa yang akan menggunakan pembelajaran audiovisual dengan kemampuan awal siswa yang akan menggunakan pembelajaran konven-sional adalah sama. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran C.6 (halaman 122).

4. Teknik Pengujian Hipotesis Pemahaman Konsep Matematika Siswa Dalam penelitian ini terdapat dua hipotesis, berikut langkah-langkah untuk melakukan uji hipotesis :


(46)

40 a. Untuk uji hipotesis yang pertama. Karena data kedua sampel berdistribusi normal dan variansnya sama (homogen), maka untuk uji hipotesis menggunakan statistik uji-t. Langkah-langkah uji-t menurut Sudjana (2005: 239) sebagai berikut.

1) Hipotesis Uji

(Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang

menggunakan pembelajaran audiovisual kurang dari atau sama dengan rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional)

(Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang

menggunakan pembelajaran audiovisual lebih besar dari rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional)

2) Statistik Uji

2 1 2 1 1 1 n n s x x t    ;

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s dengan : 1

x = rata-rata sampel kelas dengan pembelajaran audiovisual 2

x = rata-rata sampel kelas dengan pembelajaran konvensional

2 1

s = variansi sampel kelas dengan pembelajaran audiovisual

2 2

s = variansi sampel kelas dengan pembelajaran konvensional 1

n = ukuran sampel kelas dengan pembelajaran audiovisual 2

n = ukuran sampel kelas dengan pembelajaran konvensional 3) Taraf Signifikansi


(47)

41 4) Keputusan Uji

Terima H0 jika dengan derajat kebebasan dk = (n1+ n2 – 2)

Untuk harga-harga t lainnya H0 ditolak.

b. Untuk menguji hipotesis yang ke dua, karena data kelas yang menggunakan audiovisual berdistribusi normal, maka uji yang digunakan adalah uji proporsi.Berikut adalah prosedur uji proporsi menurut Sudjana (2005: 234). 1) Hipotesis

H0 :  < 0,70 (persentase siswa tuntas belajar < 70%)

H1 :  ≥ 0,70 (persentase siswa tuntas belajar ≥ 70%)

2) Statistik uji :

n n

x zhitung

) 70 , 0 1 ( 70 , 0

70 , 0

  

Keterangan:

x : banyaknya siswa tuntas belajar

n : jumlah sampel

0,70 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan 3) Taraf Signifikan

Taraf signifikansi yang digunakan α = 5% 4) Keputusan uji


(48)

50

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian yang telah dilaksa-nakan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembela-jaran audiovisual lebih tinggi dari pada rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Persentase siswa yang tuntas belajar pada kelas yang menggunakan pembelajaran audiovisual kurang dari 70% dari jumlah siswa.

Dari kesimpulan tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran audiovisual tidak berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematika siswa.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.

1. Guru hendaknya menerapkan pembelajaran audiovisual dalam pembelajaran matematika agar siswa memperoleh pemahaman konsep yang lebih baik dan agar siswa terbiasa dengan pembelajaran audiovisual.

2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai penerapan pembelajaran audiovisual terhadap pemahaman konsep


(49)

51 matematika siswa hendaknya dilaksanakan dengan perencanaan yang matang, pengelolaan kelas yang baik, dan pengelolaan waktu yang tepat agar suasana belajar kondusif dan dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika.


(50)

52

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak. 2006. Rancangan Bangunan Teknologi Pendidikan. Bandung: Program Studi Pengembangan Kurikulum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Indonesia

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arsyad, Azhar. 2006. MediaPembelajaran. Bandung: Rosdakarya

Badan Pusat Statistika. 2012. Berita resmi statistik. (online) http: //finance.detik.com (diakses 15 Oktober 2012)

Depdiknas. 2008. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Djamarah, S.A. dan Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Fathurrohman, Pupuh. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Refika Aditama

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Hadimiarso, Yusuf. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenanda Karya

Rivai, dan Sudjana. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo Riyana, dan Susilana. 2008. Media pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpend Sardiman A.M. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT

Grafindo Persada

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Penada

Sartika, Dewi. 2011. Efektifitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Skripsi Unila:

Tidak diterbitkan.

Shadiq, Fajar. 2009. Diklat Guru Pengembangan Matematika SMK Jenjang

Dasar. Yokjakarta: PPPPTK Matematika.

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas


(51)

53 Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tasito. Edisi keenam

Sudjana, dan Nana. 2000. Dasar-dasar proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Sukiyadi, dkk. 2006. Kurikulum dan pembelajaran. Bandung: UPI Press Suyitno. 2004. Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning). Diakses 6 Desember 2012 dari http://garduguru.blogspot.com

/2008/12/metode-pembelajaran-berbasis-masalah.html

Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka

Uno, Hamzah B. 2006. Perencanaan Pembelajaran. PT Bumi Aksara. Jakarta. Waluyo, Iswan. 2011. Pengaruh media audiovisual terhadap pemahaman konsep

matematika siswa (Studi Pada Siswa SMA negeri 1 Sidomulyo Lampung Selatan Pelajaran 2010/2011). Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs


(1)

40 a. Untuk uji hipotesis yang pertama. Karena data kedua sampel berdistribusi normal dan variansnya sama (homogen), maka untuk uji hipotesis menggunakan statistik uji-t. Langkah-langkah uji-t menurut Sudjana (2005: 239) sebagai berikut.

1) Hipotesis Uji

(Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan pembelajaran audiovisual kurang dari atau sama dengan rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional) (Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang

menggunakan pembelajaran audiovisual lebih besar dari rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional)

2) Statistik Uji

2 1 2 1 1 1 n n s x x t    ;

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s dengan : 1

x = rata-rata sampel kelas dengan pembelajaran audiovisual

2

x = rata-rata sampel kelas dengan pembelajaran konvensional 2

1

s = variansi sampel kelas dengan pembelajaran audiovisual 2

2

s = variansi sampel kelas dengan pembelajaran konvensional

1

n = ukuran sampel kelas dengan pembelajaran audiovisual

2

n = ukuran sampel kelas dengan pembelajaran konvensional 3) Taraf Signifikansi


(2)

41 4) Keputusan Uji

Terima H0 jika dengan derajat kebebasan dk = (n1+ n2 – 2)

Untuk harga-harga t lainnya H0 ditolak.

b. Untuk menguji hipotesis yang ke dua, karena data kelas yang menggunakan audiovisual berdistribusi normal, maka uji yang digunakan adalah uji proporsi. Berikut adalah prosedur uji proporsi menurut Sudjana (2005: 234). 1) Hipotesis

H0 :  < 0,70 (persentase siswa tuntas belajar < 70%)

H1 :  ≥ 0,70 (persentase siswa tuntas belajar ≥ 70%)

2) Statistik uji :

n n

x zhitung

) 70 , 0 1 ( 70 , 0

70 , 0   

Keterangan:

x : banyaknya siswa tuntas belajar n : jumlah sampel

0,70 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan 3) Taraf Signifikan

Taraf signifikansi yang digunakan α = 5% 4) Keputusan uji


(3)

50

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian yang telah dilaksa-nakan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembela-jaran audiovisual lebih tinggi dari pada rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Persentase siswa yang tuntas belajar pada kelas yang menggunakan pembelajaran audiovisual kurang dari 70% dari jumlah siswa.

Dari kesimpulan tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran audiovisual tidak berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematika siswa.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.

1. Guru hendaknya menerapkan pembelajaran audiovisual dalam pembelajaran matematika agar siswa memperoleh pemahaman konsep yang lebih baik dan agar siswa terbiasa dengan pembelajaran audiovisual.

2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai penerapan pembelajaran audiovisual terhadap pemahaman konsep


(4)

51 matematika siswa hendaknya dilaksanakan dengan perencanaan yang matang, pengelolaan kelas yang baik, dan pengelolaan waktu yang tepat agar suasana belajar kondusif dan dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika.


(5)

52

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak. 2006. Rancangan Bangunan Teknologi Pendidikan. Bandung: Program Studi Pengembangan Kurikulum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Indonesia

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya

Badan Pusat Statistika. 2012. Berita resmi statistik. (online) http: //finance.detik.com (diakses 15 Oktober 2012)

Depdiknas. 2008. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Djamarah, S.A. dan Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Fathurrohman, Pupuh. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Refika Aditama

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Hadimiarso, Yusuf. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenanda Karya

Rivai, dan Sudjana. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo Riyana, dan Susilana. 2008. Media pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpend Sardiman A.M. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT

Grafindo Persada

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Penada

Sartika, Dewi. 2011. Efektifitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Skripsi Unila: Tidak diterbitkan.

Shadiq, Fajar. 2009. Diklat Guru Pengembangan Matematika SMK Jenjang Dasar. Yokjakarta: PPPPTK Matematika.

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas


(6)

53 Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tasito. Edisi keenam

Sudjana, dan Nana. 2000. Dasar-dasar proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Sukiyadi, dkk. 2006. Kurikulum dan pembelajaran. Bandung: UPI Press Suyitno. 2004. Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning). Diakses 6 Desember 2012 dari http://garduguru.blogspot.com /2008/12/metode-pembelajaran-berbasis-masalah.html

Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka

Uno, Hamzah B. 2006. Perencanaan Pembelajaran. PT Bumi Aksara. Jakarta. Waluyo, Iswan. 2011. Pengaruh media audiovisual terhadap pemahaman konsep

matematika siswa (Studi Pada Siswa SMA negeri 1 Sidomulyo Lampung Selatan Pelajaran 2010/2011). Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs Untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Ganjil SMK Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 13 60

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP (Studi Pada Siswa Kelas VII SMPN 20 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 4 53

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL RECIPROCAL TEACHING TERHADAP AKTIVITAS DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 26 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 10 63

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 37

FEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 5 49

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 8 39

PENGARUH PEMBELAJARAN AUDIOVISUAL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi Pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Genap SMK Negeri 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 12 51

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 20 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

1 12 36

PENGARUH PENERAPAN MODEL PERAIHAN KONSEP TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 13 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 43

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 5 38