23
dikembangkan  teknik  sadap,  yaitu  meninjau  dan  mempelajari  secara langsung  kata-kata  yang  diperoleh  dari  studi  pustaka.  Selanjutnya
digunakan teknik catat dengan mencatat data-data tulis yang diperoleh dari bahan pustaka yang digunakan.
Tahapan  strategi  metode  pengumpulan  data  itu  berakhir  dengan  transkip  dan tataan data yang sistematis dan ditandai oleh transkip serta tertatanya data secara
sistematis Sudaryanto, 1986:36.
3.4 Teknik Analisis Data
Pada  teknik  analisis  data,  data  leksikon  dalam  proses  pengobatan tradisional  masyarakat  Melayu Sakai  setelah dikumpulkan lalu dianalisis  sebagai
berikut. 1.
Mentranskipkan data leksikon pengobatan tradisional Melayu Sakai di desa  Kesumbo  Ampai  dari  bahasa  lisan  ke  bahasa  tulisan  untuk
mempermudah pengolahan data. 2.
Mengalihbahasakan dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia. 3.
Mengelompokkan  data  dan  mantra  pengobatan  tradisional  Melayu Sakai berdasarkan masalah yang diteliti.
4. Mendeskripsikan  dan  menganalisis  data  pengobatan  tradisional
Melayu  Sakai  yang  telah  dikelompokkan  sesuai  dengan  teori  yang relevan.
5. Menyimpulkan  hasi  analisis  leksikon  pengobatan  tradisional  Melayu
Sakai.
Universitas Sumatera Utara
24
6. Membuat  laporan  dan  hasil  penelitian  sesuai  dengan  masalah  yang
diteliti. Berikut  contoh  analisis  data  pengobatan  tradisional  Melayu  Sakai  pada
penyakit ba’ah  ‘bisul’.  Ba’ah  merupakan  sejenis  bisul  besar  yang  mengandung
darah  kotor  serta  nanah  di  dalam  kulit  dan  menimbulkan  rasa  nyeri  pada  kulit. Pada  penyakit
ba’ah  ‘bisul’,  terdapat  deskripsi  dan  klasifikasi  leksikon  yang dikelompokkan  menjadi  leksikon  berdasarkan  peralatan  dan  bahan,  kegiatan
pengobatan  dan  mantra  pengobatan.  Berdasarkan  bahan  pengobatan  yang mengacu  pada  bahan  yang  terbuat  dari  daun  terdiri  dari,  daon  kledek
‘daun ubi jala,  gambia
‘gambir’.    Sementara  itu  leksikon  berdasarkan  alat  pengobatan tradisional  terdiri  dari  leksikon  alat  pengobatan  yang  terbuat  dari  bagian
tumbuhan atau alam batu dan tanah liat seperti sa’ang kangkuik ‘sarang semut
dari  pasir ’,    dan  kapua  ‘kapur’.  Adapun  pada  kegiatan  pengobatan  terdiri  dari
leksikon digiliang ‘digiling’,  dan disonta ‘dioleskan’.
Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai dalam pengobatan penyakit ba’ah sebagai berikut.
Bahasa Melayu Sakai                                      Bahasa Indonesia Bismilahirahmanirahim
‘dengan nama Allah yang maha pengasih
dan maha penyayang’ Bilalang di topi ayie                                    ‘belalang di tepi air’
Aku lantieng samu tan a koeh                       ‘aku lempar dengan tanah keras’
Sedangkan tulang lai cayie                          ‘sedangkan tulang menjadi lunak’ Apo layi dagieng sabuku                              ‘apalah lagi daging seuras’
Kobual aku membuek ubek bisul ‘kabul  aku membuat obat bisul’
Universitas Sumatera Utara
25
Kobual Allah kobual Muhammad                 kabul Allah kabul Muhammad’ Kobual bagindo rasulallah                            ‘kabul bagindo rasulallah’
Bokat kalimek lailahhaillallah                      ‘berkat kalimat lailahailallah’
Pada mantra di atas, kalimat bilalang di topi ayie merupakan bentuk sampiran mantra  yang  mengambil  unsur  pantun.  Baris  ini  memiliki  makna  untuk
memanggil penyakit yang ada di dalam tubuh. Pada baris Aku lantieng samu tana koeh  yang  merupakan  baris  ke  dua  dari  sampiran  mantra  mengandung  makna
penyakit  yang  di  derita  dapat  disembuhkan  dengan  bahan  atau  ramuan  yang dibuat  oleh  dukun.  Adapun  pada  baris  sedangkan  tulang  lai  cayie,  apo  layi
dagieng  sabuku  merupakan  isi  dari  sampiran  mantra  yang  bermakna  bahwa penyakit yang keras dapat disembuhkan apalagi penyakit yang ringan. Sementara
itu pada baris kobual aku membuek ubek bisul memiliki makna bahwa sang dukun atau  tabib  meminta  izin  kepada  yang  maha  kuasa  untuk  membuat  obat  bisul.
Untuk memperkuat  keyakinan dan meminta kesembuhan, pada baris  kabul  Allah kabul  muhammad,  kabul  bagindo  rasulullah  bokat  kalimek  lailahailallah  yang
bermakna  atas  nama  Allah  dan  nabi  Muhammad  baginda  Rasulullah  dengan mengucapkan  kalimat  lailahaillah  yang  artinya  tiada  Tuhan  selain  Allah,  dukun
berdoa kepada Allah. Pada  mantra  di  atas,  secara  aspek  leksikal  terdapat  pengulangan  anafora  dan
antonimi yang ditandai pada kutipan mantra berikut.
Kobual aku membuek ubek bisul Kobual Allah kobual Muhammad
Kobual bagindo rasulallah
Universitas Sumatera Utara
26
Kata  kobual ‘kabul’  pada  kutipan  mantra  di  atas  merupakan  satuan  lingual
kata yang berada di awal baris mantra secara konsisten diulang di awal baris pada kutipan mantra berikutnya. Pengulangan kata kobual
‘kabul’ menandakan adanya pengulangan  repetisi  anafora  dalam  mantra  pengobatan  Melayu  Sakai.
Sementara itu makna antonimi terdapat pada kutipan mantra berikut.
Aku lantieng samu tana koeh,  sedangkan tulang lai cayie
‘aku lempar dengan tanah keras, sedangkan tulang menjadi cair’ Koeh
‘keras’  cayie  ‘lunak’.  Kata  koeh  ‘keras’  berlawanan  makna  dengan kata cayie
‘lunak’ yang berfungsi sebagai penolakan terhadap penyakit yang parah sehingga mudah untuk disembuhkan melalui mantra yang dibacakan.
Pada pengobatan penyakit ba’ah terdapat nilai budaya  yang terdiri dari  nilai religi dan nilai kesehatan. Nilai religi, mempercayai bahwa penyakit hanya dapat
disembuhkan  atas  izin  yang  Maha  Kuasa.  Dikatakan  nilai  religi  terlihat  pada penggunakan  leksikon  yang  terdapat  di  dalam  mantra  seperti  Bismillahi
rahmanirrahim  yang  mempunyai  arti  dengan  nama  Allah  yang  Maha  Pengasih dan Maha Penyayang, serta lailahailallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.
Nilai kesehatan terdapat pada kutipan mantra berikut; mantra 6 Kobual aku membuek ubek bisul
‘kabul  aku membuat obat bisul’ Dari kutipan mantra di atas, kata ubek bisul
‘obat bisul’ menandai bahwa dengan pembacaan mantra, obat yang dibuat sesuai dengan penyakit yang diderita
mempunyai  khasiat  dalam  menyembuhkan  penyakit.  Masyarakat  setempat meyakini  bahwa  obat  yang  dibuat  oleh  dukun  atau  ahli  dalam  pembuatan  obat
tradisional  mempunyai nilai kesehatan terhadap kesembuhan suatu penyakit.
Universitas Sumatera Utara
27
BAB IV PEMBAHASAN