63
Pada  baris  engkau  yang  datang  dai  utan,  betompek  di  boncah-boncah  juga merupakan  bentuk  sampiran  mantra  yang  memiliki  makna  bahwa  dukun
mengetahui jin yang menyebabkan penyakit ini berasal dari hutan dan bertempat di  rawa-rawa.  Menurut  dukun  jin  atau  setan  sangat  suka  hidup  di  tempat  yang
kosong dan berair. Adapun pada baris Aku tau asa engkau menjadi, aku baliekkan engkau ke tompek asa engkau merupakan isi dari sampiran mantra yang memiliki
makna  bahwa  dukun  akan  mengembalikan  jin  ke  tempat  asalnya  agar  penyakit yang  ada  di  dalam  badan  hilang  dibawa  oleh  jin  atau  setan.  Untuk  memperkuat
keyakinan  dan  meminta  kesembuhan,  dukun  berdoa  kepada  Allah  melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.
Pada  mantra  17  di  atas,  secara  aspek  leksikal  terdapat  pengulangan mesodiplosis yang ditandai pada kutipan mantra berikut.
Tuwon poilah engkau dai batang tubuh si.. Engkau yang datang dai hutan
Kata  dai  merupakan  kata  yang  berada  di  tengah-tengah  baris  atau  kalimat secara  konsisten  diulang  pada  kutipan  mantra  berikutnya.  Hal  ini  sebagai
penunjuk adanya repetisi mesodiplosis dalam mantra pengobatan Melayu Sakai.
4.3 Nilai-Nilai Budaya dalam Pengobatan Tradisional Melayu Sakai
Dari  uraian  mengenai  leksikon  pengobatan  tradisional  Melayu  Sakai terdapat  tiga  pengelompokan  leksikon  yang  terdiri  dari  alat  dan  bahan
pengobatan, kegiatan pengobatan serta mantra yang digunakan dalam pengobatan. Dari  ketiga  pengelompokan  pengobatan  tradisional  tersebut  terdapat  nilai-nilai
Universitas Sumatera Utara
64
budaya  yang  mencerminkan  kebiasaan  masyarakat  Melayu  Sakai  yaitu  sebagai berikut.
1. Nilai Religi
Masyarakat Melayu di desa Kesumbo Ampai pada umumnya beragama Islam dan  masih  berpegang  pada  adat  istiadat  yang  diturunkan  oleh  nenek  moyang.
Karena  ikatan  islam  inilah  orang  Melayu  Sakai  yang  masih  berpegang  pada konsep  tradisi  namun
akan  takut  jika  tidak  disebut Islam.
Kata bismillahirrahmanirrahim  pada  awal  pembacaan  mantra  dan  lailahailallah  pada
penutup  mantra  merupakan  sebagai  gerbang  keislaman  yang  selalu  dipakai  oleh masyarakat  Melayu  Sakai  dalam  berbagai  amalan  karena  mereka  percaya  bahwa
semua  amalan  akan  terkabul  dalam  pemahaman  Islam  jika  mengucapkan lailahailallah Muhammadarasulullah.
Sebelum  adanya  agama  masyarakat  Melayu  Sakai  menganut  kepercayaan animisme  seperti  adanya  kekuatan  magis  dan  adanya  makhluk  halus  seperti  jin,
setan yang ada disekitar mereka. Adanya kepercayaan tersebut terlihat dari makna setiap  mantra  bahwa  yang  menyebabkan  penyakit  adalah  jin,  hantu  atau  setan.
Makhluk  gaib  yang  dihubungkan  dengan  suatu  penyakit  melambangkan  adanya energi  negatif  yang  ada  di  dalam  tubuh  manusia  sehingga  timbullah  suatu
penyakit. Mantra yang terdapat pada pengobatan tradisional merupakan hasil dari nenek  moyang  masyarakat  Melayu  pada  umumnya.  Karena  mantra  pengobatan
merupakan  turun-temurun,  maka  sedikit  banyaknya  mantra  tersebut  akan  ada perubahan  dari  yang  sebelumnya.  Dengan  adannya  agama  maka  dapat  terlihat
perubahan mantra yang awalnya dulu tidak memakai kalimat
Universitas Sumatera Utara
65
bismillahirrahmanirrahim  dan  lailahailallah,  sekarang  penggunaan  mantra sudah  di  awali  dengan  kalimat  bismillahirrahmanirrahim  dan  di  Salim,
1976tutup  dengan  kalimat  syahadat  lailahailallah  yang  menandakan  bahwa masyarakat  Melayu  Sakai  beragama  Islam  dan mereka juga mempercayai bahwa
semua  terjadi  atas  kehendak  Allah.  Semua  penyakit  yang  ada  di  dalam  tubuh manusia  akan  sembuh  atas  izin  Allah  sekalipun  penyakit  itu  disebabkan  oleh  jin
atau setan. 2.
Nilai Peduli Lingkungan Lingkungan dalam kehidupan sosial atau masyarakat merupakan sumber daya
dalam  kehidupan  sehari-hari  Salim,  1976.  Kepedulian  lingkungan  dapat dinyatakan  dengan  sikap  mendukung  atau  memihak  terhadap  lingkungan,  yang
dapat  diwujudkan  dalam  sikap  seseorang  yang  dapat  meningkatkan  dan memelihara  kualitas  lingkungan.  Berikut  kutipan  mantra  yang  menandai  adanya
nilai peduli lingkungan. Mantra 3 Au di juwang au di lombah         10  Jati tumbuh di ateh bukik
‘aur di jurang aur di lembah’              ‘jati tumbuh di atas bukit’
Mantra 11 Jangan engkau bohuang kunyit ‘jangan engkau bohong kunyit’
Mantra 17 Engkau yang datang dai hutan ‘engkau yang datang dari hutan’
Betompek di boncah-boncah
Universitas Sumatera Utara
66
‘bertempat di rawa-rawa’ Pada mantra 3, 10, 11 terdapat  kata  au  yang berati tanaman bambu,  jati
yang  berarti  tanaman  pohon  jati  dan  kunyit  yang  merupakan  jenis  tumbuhan rempah.  Dari  kata  tersebut  terlihat  bahwa  dalam  pembacaan  mantra  masih
menggunakan  unsur-unsur  tumbuhan  yang  terdapat  disekitar  lingkungan masyarakat.  Selain  itu  pada  mantra  17  terdapat  kata  hutan  dan  boncah-boncah
yang  menggambarkan  keadaan  lingkungan  setempat  yang  masih  mengenal lingkungan  hutan  dan  rawa-rawa.  Dengan  adanya  pengetahuan  masyarakat
tentang  jenis  tumbuhan  menandakan  bahwa  hutan  disekitar  lingkungan masyarakat  tersebut  masih  terjaga  kelestariannya  sehingga  masyarakat  masih
banyak mengenal tanaman-tanaman yang terdapat disekitar mereka.
3. Nilai Kesehatan
Dalam  antropologi,  kesehatan  dipandang  sebagai  disiplin  budaya  yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku
manusia,  terutama  mengenai  cara-cara  interaksi  antara  keduanya  sepanjang sejarah  kehidupan  manusia  yang  memengaruhi  kesehatan  dan  penyakit
Notoatmodjo, 2007. Setiap kebudayaan mempunyai berbagai kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan.  Berikut  kutipan mantra  yang menandai  adanya nilai
kesehatan. Mantra 3 Kumamaco ubat tuju
mantra 6 Kobual aku membuek ubek bisul ‘ku membaca obat tuju’                         ‘kabul  aku membuat obat bisul’
Mantra 12 Kobual aku mambuek peghangan gigi
Universitas Sumatera Utara
67
‘kabul aku membuat obat sakit gigi’ Dari  kutipan  mantra  di  atas,  kata  ubat  tuju,  ubek  bisul,  dan  peghangan
gigi  menandai bahwa dengan pembacaan mantra, obat yang dibuat sesuai dengan penyakit  yang  diderita  mempunyai  khasiat  dalam  proses  penyembuhan.
Masyarakat  setempat  meyakini  bahwa  obat  yang  dibuat  oleh  dukun  atau  ahli dalam  pembuatan  obat  tradisional    mempunyai  nilai  kesehatan  terhadap
kesembuhan suatu penyakit.
4. Nilai Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan  sosial  menurut  W.J.S  Poerwadarminta  merupakan  ciri  atau sifat  yang  timbul  dari  sikap  dan  prilaku  untuk  bersimpati  dan  berempati  kepada
orang  lain.  Rasa  simpati  dapat  terjalin  secara  timbal  balik,  jika  kita  saling mengenal dan mendalami. Jika kita bersimpati kepada orang lain, orang lain pun
tentu akan bersimpati kepada kita. Sebaliknya empati dapat terjalin dari seseorang tanpa harus orang lain berempati kepada kita. Nilai kesetiakawanan sosial terlihat
pada kutipan mantra berikut. Mantra 1 Aku menawayi
mantra 14 Aku menawayi acun ‘aku menawari’                                 ‘aku menawari racun’
Pada  kutipan  mantra  di  atas,  kata  menawayi ‘menawari’  menandai  bahwa
adanya  kerjasama  antara  dukun  dan  penderita  sakit  dalam  proses  pengobatan. Pengobatan  tidak  dapat  dilakukan  sendiri  tanpa  bantuan  dukun  dalam  menawari
tiap  proses  pengobatan.  Dukun  membuat  penawar  agar  sakit  yang  diderita seseorang dapat disembuhkan dengan cepat.
Universitas Sumatera Utara
68
5. Nilai Kejujuran
Nilai kejujuran yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai  orang  yang  selalu  dapat  dipercaya  dalam  perkataan,  tindakan,  dan
pekerjaan Suparno P, dkk. 2003.  Nilai kejujuran dapat ditemukan pada kutipan mantra berikut.
Mantra 11 Jangan engkau bohuang kunyit ‘jangan engkau bohong kunyit’
Kata  bohuang ‘bohong’  pada  kutipan  di  atas,  menandai  adanya  sifat  saling
jujur  antarmasyarakat.  Dengan  adanya  kata  bohuang ‘bohong’  dapat
menggambarkan  bahwa  masyarakat  sangat  menjunjung  nilai  kejujuran  dalam berprilaku.  Adanya  nilai  kejujuran  dalam  diri  seseorang  dapat  membawa
kepercayaan dan meningkatkan karakter moral seseorang. 6.
Nilai pendidikan Pada  dasarnya  pendidikan  tidak  akan  pernah  lepas  dari  ruang  lingkup
kebudayaan.  Kebudayaan  dapat  dikatakan  sebagai  hasil  pembelajaran  manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu
akal  budi  manusia  untuk  mengelola  keadaan  menjadi  sesuatu  yang  berguna  bagi kehidupannya. Nilai pendidikan dapat ditemukan pada kutipan mantra berikut.
Mantra 3 Ku mamaco ubat tuju ‘ku membaca obat tuju’
Universitas Sumatera Utara
69
Kata mamaco ‘membaca’ yang terdapat pada kutipan mantra di atas, menandai
bahwa  masyarakat  menjadikan  kegiatan  mamaco ‘membaca’  sebagai  salah  satu
cara  untuk  mendapatkan  informasi  serta  ilmu  pengetahuan.  Adanya  pengetahuan dari membaca dapat mewujudkan masyarakat yang berwawasan dan tanggap akan
perubahan  yang  terjadi  di  lingkungan  luar,  sehingga  tercipta  masyarakat  yang berpengetahuan.
7. Nilai kesejahteraan
Kesejahteraan  dalam  masyarakat  adalah  suatu  tata  kehidupan  dan penghidupan sosial, materi maupun spiritual yang ditandai oleh rasa keselamatan,
kesusilaan,  dan  ketentraman  lahir  bathin,  yang  memungkinkan  bagi  setiap masyarakat  untuk  mengadakan  usaha  pemenuhan  kebutuhan-kebutuhan  jasmani,
rohani  dan  sosial  yang  sebaik-baiknya  Suud,  2006:5.  Nilai  kesejahteraan ditemukan dalam kutipan mantra berikut.
Mantra 15 Hai bumi linduangilah aku ‘hai bumi lindungilah aku’
Hai  langit payuangilah aku ‘hai  langit payungilah aku’
Kata  linduangilah ‘lindungilah’ dan payuangilah ‘payungilah’  yang terdapat
pada  kutipan  mantra  tersebut  menandai  adanya  permohonan  perlindungan terhadap  yang  maha  kuasa  atas  keselamatan  hidup  seseorang.  Permohonan
tersebut menandakan adanya nilai kesejahteraan di dalam suatu masyarkat.
Universitas Sumatera Utara
70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Adapun yang menjadi simpulan dari penelitian ini adalah:
1. Dalam  data    pengobatan  tradisional  masyarakat  Melayu  Sakai  terdapat
deskripsi dan
klasifikasi  leksikon  yang  dikelompokkan  menjadi  tiga  yaitu  1  alat  dan bahan  yang digunakan, 2  kegiatan dalam pengobatan,  3  dan  mantra  yang
digunakan.  Leksikon  alat  dan  bahan  serta  kegiatan  dalam  pengobatan diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Pertama, leksikon berdasarkan bahan
pengobatan  tradisional.  Adapun  penggunaan  bahan  sebagai  berikut:  1 Batang  tumbuhan,  terdiri  dari  gotah  inggu,  gula,  kemonyan  dan  koteh.  2
Daun  tumbuhan,  terdiri  dari  kumpai,  cekoau,  lenjuang,  sesugi,  tembakau, daon  pandan,  daon  kledek,  gambia,  siyieh  dan  daon  puleh  padi.  3  Buah
tumbuhan,  terdiri  dari  kelambia,  bawang  putieh,  minyak  makan,  potai  cino, boeh dan rimbang. 4 Rimpang tumbuhan, terdiri dari kunyit molai, lengkueh
dan  ompua  kunyit.  5  Bahan  pengobatan  tradisional  yang  mengacu  pada bahan  yang  terbuat  dari  bahan  kimia  yaitu,  sasa  dan  balsem.  6  Leksikon
bahan  pengobatan  tradsional  yang  berasal  dari  hewan  terdiri  dari  ikan  bada dan anak ayam bau menoteh. 7 Akar tumbuhan, yaitu aka botiak.
Kedua, leksikon berdasarkan alat pengobatan tradisional, leksikon alat ini dikelompokkan  menjadi  3,  yaitu  1  leksikon  alat  pengobatan  yang  terbuat
dari logam, yaitu paang putiang dan bosi boani. 2 leksikon alat pengobatan
Universitas Sumatera Utara
71
yang terbuat dari bagian tumbuhan atau alam batu, air dan tanah liat,  yaitu kapua  siyieh,  aie,  garam,  sa’ang  kangkuik,  batu  mancis,  belau  dan  3
leksikon alat pengobatan yang terbuat dari bahan tekstil, yaitu kaen itam dan bonang  cunung.  Ketiga,  leksikon  berdasarkan  kegiatan  pengobatan
tradisional,  terdiri  dari  leksikon  kegiatan  pengobatan  yang  dapat  dilakukan oleh diri sendiri pribadi yaitu, diobuih, digiliang, dan dipoeh. Dan leksikon
kegiatan  pengobatan  yang  dapat  dilakukan  dengan  bantuan  ahli  pengobatan
dukun, yaitu diasokan, dimandian, disonta dan dihuwuik.
2. Berdasarkan  penelitian  yang  dilakukan  terhadap  makna  mantra
pengobatan  tradisional  masyarakat  Melayu  Sakai  dari  aspek  leksikal,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Penyakit yang datang berasal dari roh jahat seperti setan atau jin.
b. Penyakit  dapat  disembuhkan  atas  izin  Allah  yang  maha  kuasa
melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahailallah. c.
Obat  yang  ditawari  dengan  mantra  atau  doa  digunakan  dalam proses penyembuhan.
Sementara itu, dari struktur teks mantra pengobatan tradisonal masyarakat Melayu  Sakai  ditemukan  aspek  leksikal  berupa  pengulangan  anafora,
pengulangan,  anadiplosis,  pengulangan  mesodiplosis,  dan  makna
antonimi.
3. Nilai-nilai  budaya  yang  terdapat  pada  mantra  pengobatan  tradisional
masyarakat  Melayu  Sakai  yaitu,  nilai  religi,  nilai  kesehatan,  nilai kesetikawanan  sosial,  nilai  peduli  lingkungan,  nilai  kejujuran,  nilai
pendidikan, dan nilai kesejahteraan.
Universitas Sumatera Utara
72
5.1 Saran