1
Poedjawijatna 1982: 47-48 menyebut aliran ini dengan nama religiosisme. Aliran ini telah terkenal dan yang paling baik dalam praktik. Aliran ini menyatakan,
ukuran baik adalah yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan buruk adalah tidak sesuai dngan kehendak Tuhan. Tugas theologialah yang menentukan manakah yang
menjadi kehendak Tuhan.
9. Intuitionism
Aliran intuitionism menurut Gensler 1998: 47-48 adalah aliran yang mengangkat persoalan moral berdasarkan intuisi. Menurut intuitionism, kebenaran tidak
dapat didefinisikan. Intuitionism mengakui adanya kebenaran objektif, akan tetapi kebenaran itu tidak dapat dijelaskan dan hanya diketahui secara langsung oleh orang
yang peka atau dewasa moral berkat kemampuan intuitif mereka.
10. Emotivism
Aliran emotivism menyatakan bahwa masalah moral itu hanyalah perkara perasaan emotion saja. Emotivism melihat sebuah keputusan moral sebagai ekspresi
perasaan, bukan pernyataan benar- benar “benar” atau “tidak benar”. Baik menurut
emotivism merupakan ekspresi perasaan Gensler, 1998: 59-60. Menurut Rachels 2004: 77-78, emotivisme dikembangkan terutama oleh filsuf Amerika Charles L.
Stevenson 1908-1979 yang merupakan teori etika yang paling berpengaruh dalam abad kedua puluh. Emotivisme mulai dengan pengamatan bahwa bahasa digunakan
dengan cara yang beraneka ragam. Menurut emotivisme, bahasa moral bukanlah bahasa yang menyatakan fakta, sebab tidak digunakan secara khusus untuk membawakan
informasi. Bahasa moral pertama-tama digunakan sebagai sarana unuk mempengaruhi perilaku orang, misalnya kalimat
, “Kamu tidak boleh melakukan itu” berarti sedang mencegah agar tidak melakukan perbuatan itu. Ungkapan itu merupakan suatu perintah
1
daripada suatu pernyataan tentang fakta. Kedua, bahasa moral digunakan untuk mengungkapkan sikap seseorang, misalnya “Lincoln adalah orang yang baik” bukanlah
seperti mengatakan “Saya menyukai Lincoln”, melainkan seperti mengatakan “Hidup … Abraham Lincoln” Rachels, 2004: 78-79.
11. Prescriptivism
Aliran prescriptivism menurut Gensler 1998: 72-73 adalah bahwa ungkapan moral
itu merupakan keinginan yang diuniversalkan, misalnya penilaian “aborsi itu tidak bermoral”, merupakan ungkapan bahwa saya tidak akan melakukan aborsi
sekaligus ajakan agar orang lain tidak melakukan aborsi.
12. Golden Rule