Keberanian Moral KAJIAN ETIKA JAWA SEH AMONGRAGA DALAM SERAT CENTHINI

1 Artinya: Sang Amongraga menjawab, Duhai Kyai, jangan khawatir, telah hamba akui pada saat ini, banyaknya dosa hamba, menerima hukuman ini merupakan keadilan raja yang akan menjadikan kemuliaan jiwa saya.

F. Keberanian Moral

Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban. Orang memiliki kemandirian moral tidak mundur dari tugas dan tanggung jawab. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko. Keberanian moral berarti berpihak pada yang lebih melawan yang kuat, yang memperlakukannya dengan tidak adil. Keberanian moral tidak menyesuaikan diri dengan kekuatan yang ada kalau itu berarti mengkotomikan kebenaran dan keadilan Suseno, 1989: 147-148. Keberanian merupakan hal yang baik karena kehidupan itu penuh dengan bahaya dan tanpa keberanian kita tak akan dapat menghadapinya Rachels, 2004: 322. Berani merupakan titik tengah dari dua ekstrem antara pengecut dan nekat. Pengecut melarikan diri dari segala bahaya, sementara nekat menaruh resiko terlalu besar Rachels, 2004: 312. Lebih lanjut, Rachels 2004:322 menyatakan keberanian merupakan hal yang baik karena kehidupan itu penuh dengan bahaya dan tanpa keberanian kita tak akan dapat menghadapinya. Ketika masih bernama Jayengresmi, yang diceriterakan pada jilid-1, terdapat ajaran moral tentang keberanian moral, yang dapat dilihat pada data I.12: 3-8 berikut ini. 1 Jeng Sunan Giri tinangkil, siniweng kang wadyabala, balabar aneng ngarsandher, samya sanega ing yuda, anganthi kang timbalan, wonten putranya sang wiku, mijil sangking kang ampeyan. Sinung ran Dyan Jayengresmi, wotsekar matur ing rama, dhuh rama pepundheningong, paran temahaning karsa, langkung sandeyaning tyas, arsa ngayomi prang pupuh, mengsah Sultan Ngeksiganda. Atur kawula rama Ji, lepating ing ila-ila, kami purunipun lare, mudha punggung tan wrin gatya, yen kepareng ing karsa, prayogi sami sumuyut, mring Sultan Agung Mantaram. Sampun ta asalah kardi, kula amiyarsa warta, Ngeksiganda sang akantong, susileng tyas ambeg santa, tyas purna angumala, sayekti kewala luhur, prabawa weninging driya. Rahayu parikrama di, boten eca yen minengsah, mupung ing samangke dereng, kalajeng campur ing yuda, prayogi tinututan, panginten amba pakulun, wande ngayomi ngayuda. Dene menawi tinampik, karsane caraka kedah, ngatingalaken sudirane, pan dede saking paduka, ingkang miwiti aprang, yekti saking piyambakipun, datan awrat tinanggulan. Artinya sebagai berikut. Jeng Sunan Giri dalam pisowanan, yang menghadap para prajurit, berjejer di hadapan raja, siap siaga dalam peperangan, bersamaan itu menghadap, putera sang wiku, lahir dari istri selir. Bernama Jayengresmi, berkata kepada sang ayah, wahai ayah yang saya hormati, bagaimana akhirnya kehendak, hati hamba amat cemas, akan menghadapi perang, melawan Sultan Agung. Menurut saya ayahanda, mohon dibebaskan dari sumpah serapah, kami anak muda, yang bodoh tidak tahu dengan sungguh-sungguh, sebaiknya kita tunduk, ke Sultan Agung di Mataram. Jangan berbuat salah, saya mendengar kabar, Raja Ngeksiganda, berhati susila berwibawa, hatinya sempurna bagaikan kemala, sungguh-sungguh luhur, berwibawa berhati hening. Selamatlah sang raja, tidak baik jika dimusuhi, semampang belum terlanjur, terlanjur berperang, seyogyanya dicegah, perkiraan hamba Ayahanda, mengurungkan perang. Meskipun begitu jika ditolak, kehendak utusan harus, memperlihatkan keberaniannya, namun bukan dari Paduka, yang memulai perang, sungguh dari mereka, tidak berat menanggulanginya. Nilai keberanian moral yang ditunjukkan oleh Jayengresmi Seh Amongraga sewaktu muda kepada ayahanda Sunan Giri seperti dinyatakan dalam teks bahwa 1 meskipun barasal dari putera istri selir, tetapi memberanikan diri untuk menghadap Sunan Giri demi kebaikan kerajaan Giri, Jayengresmi mengingatkan kepada ayahandanya bahwa seyogyanya tunduk kepada Raja Mataram Sultan Agung, karena Sultan Agung seorang raja yang berhati susila, berwibawa, berhati sempurna, sungguh- sungguh luhur, dan berhati hening. Melawan Sultan Agung tidak baik, kecuali kalau Giri diserang, prajurit Giri wajib mempertahankan. Hal itu sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Rachels bahwa keberanian merupakan hal yang baik karena kehidupan itu penuh dengan bahaya dan tanpa keberanian kita tak akan dapat menghadapinya. Frans Magnis Susena pun menyatakan bahwa keberanian moral merupakan kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil risiko. Keberanian moral selanjutnya dapat dilihat pada data VII.385: 72-82 berikut ini. Tigang thika Centhini kagyat ningali, anulya ingalap, ingaturken ing Jeng Kyai, Ki Bayi gupuh ngandika. Iku apa kang sira turken ing mami, wus katur tinampan, putra ri samya ngungsegi, yun myarsa bukaning serat. Kyai Bayi ningali alamatneki, marang Tambangraras, satunggsl mring rayi kalih, satunggal marang kang rama. Dyan bunika sastrane pegon angrawit, pan winaos sora, ungeling srat angalap sih, yayi Niken Tambangraras. Manira mit kariya bektiyeng Widi, kang mutlak ing bengat, kang mapu ing Suksma jati, sun lelana andralaya. Angulati marang kadangira yayi, kang padha anglunga, kaboyong kalane jurit, duk bedhahe Sukaraja. Binoyongan marang Nayaganda sami, marmengsun nrang papa, anggawa arinta kalih, wusana pisah lan ingong. Yayi sira kang tawakup mring Hyang Widi, den narimeng titah, ragengsun srahena Widi, sedyengsun pan nora lawas. Kyai Bayi Panurta barebes mili, mamacane magang, marengkak seret tan titis, kadho kadhot tyas kandhehan. Jalu estri sadaya samya anangis, netra tan ana sad, bembeng kumocor luh mijil, myang Jayengresmi Jayengraga. 1 Tinggal abang lir Hyang Haruna umijil, bungkak marawayan, tyas koncatan lir piningit, suka cipta kinanthiya. Terjemahannya sebagai berikut: Ada tiga surat Centhini terkejut melihat, segera diambil, diserahkan kepada Jeng Kyai, Ki Bayi bergegas berkata. Itu apa yang kau serahkan ke saya, sudah serah terima, puteranya segera mendekat, ingin tahu isi surat. Kyai Bayi melihat alamatnya, untuk Tambangraras, satunya untuk kedua adiknya, satunya untuk ayahnya. Segera dibuka tulisannya huruf Pegon, segera dibaca keras, bunyinya surat menyebabkan belas kasihan, Dinda Niken Tambangraras. Saya mohon pamit untuk berbakti kepada Hyang Widi, yang mutlak dalam hal pengetahuan tua, dalam hal kebenaran Suksma, saya akan mengembara . Mencari saudaramu Dinda, yang pada pergi, ketika pergi karena kalah perang, ketika perang Sukaraja. Dibawa ke Nayaganda, saya ingin memerangi kesedihan, membawa adik saya berdua, yang berpisah dengan saya. Dinda yang tawakal kepada Hyang Widi, menerima sebagai manusia, raga serahkan kepada Hyang Widi, harapanku tidak akan lama. Kyai Bayi Panurta menangis, membacanya takut, tersendat-sendat tidak tepat, hatinya tertekan. Pria wanita pada menangis, air mata tidak ada habisnya, mengeluarkan air mata, begitu juga Jayengresmi Jayengraga. Merah seperti Hyang Haruna keluar, tidak kelihatan, hati yang keluar seperti disimpan, sedih mengiringinya. Isi surat Seh Amongraga yang ditujukan kepda Niken Tambangraras memohon izin untuk pergi berkelana. Isi surat Seh Amongraga yang ditujukan kepada Niken Tambangraras memohon izin untuk pergi berkelana berbakti kepada Tuhan, untuk mencari pengetahuan atau ilmu kesempurnaan dan mencari kedua adiknya yang pergi saat perang Sukaraja. Seh Amongraga ingin menghilangkan kesedihannya karena telah berpisah dengan adiknya. Pesan Seh Amongraga agar Niken Tambangraras tawakal dan berserah diri kepada Tuhan. Harapannya meninggalkan Tambangraras tidak akan lama. Dalam konteks ini, 1 dalam hati Seh Amongraga berkecamuk sikap hatinya, antara tetap di Wanamarta atau meninggalkan Wanamarta untuk melanjutkan perkelanaannya dan untuk mencari adiknya. Tentu, dalam situasi seperti itu dibutuhkan sikap keberanian moral yang tinggi untuk memutuskannya. Seperti dinyatakan oleh Fran Magnis Susena di atas bahwa keberanian moral merupakan kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko. Keputusan Seh Amongraga tersebut merupakan sesuatu yang penuh risiko dan harus dijalankan karena selalu teringat akan komitmen awal dalam pengembaraannya untuk mencari ilmu kesempurnaan dan mencari kedua adiknya. Seperti dinyatakan oleh Rachels di bagian depan bahwa keberanian merupakan hal yang baik karena kehidupan itu penuh dengan bahaya dan tanpa keberanian kita tak akan dapat menghadapinya.

G. Kerendahan Hati