Egoisme Etis Stoisisme Aliran-aliran dalam Etika

1

14. Consequentialism

Aliran consequentialism adalah aliran yang mengajarkan kepada kita untuk melakukan tindakan apa pun yang mempunyai konsekuensi atau dampak terbaik. Ada kalanya seorang consequentialism dapat melakukan kebohongan jika lebih dapat mendatangkan kebaikan. Aliran yang terkenal dari consequentialism adalah utilitarism, yang menyatakan bahwa kita harus melakukan sesuatu yang bisa memberikan dampak lebih baik dan menyingkirkan dampak yang tidak baik bagi tindakan kita Gensler, 1998: 139-140.

15. Nonconsequentialism

Aliran nonconsequentialism menurut Gensler 1998: 158-159 mengatakan bahwa beberapa jenis tindakan seperti membunuh atau melanggar janji yang bersalah yang salah dalam diri mereka sendiri, dan bukan hanya karena mereka telah salah konsekuensi buruk. Hal-hal seperti itu mungkin exceptionlessly salah, atau mungkin saja ada beberapa independen moral berat terhadap mereka.

16. Egoisme Etis

Menurut Rachels 2004: 146-147 aliran egoisme etis mengajarkan bahwa setiap orang harus mengejar kepentingannya sendiri secara ekslusif. Pandangan aliran ini adalah seseorang tidak mempunyai kewajiban alami terhadap orang lain. Aliran ini menyatakan bagaimana seseorang seharusnya bertindak, tanpa memandang bagaimana biasanya seseorang bertindak. Egoisme Etis mengatakan seseorang tidak mempunyai kewajiban moral, selain untuk menjalankan apa yang paling baik bagi diri sendiri. Egoisme etis merupakan aliran yang berpandangan radikal bahwa satu-satunya tugas adalah membela kepentingan diri sendiri. Menurut Egoisme Etis, hanya ada satu prinsip yang utama, yakni prinsip kepentingan diri, dan prinsip ini merupakan semua tugas dan 1 kewajiban alami seseorang. Egoisme Etis tidak mengajarkan bahwa dalam mengejar kepentingan diri, orang harus selalu melakukan apa yang diinginkan, atau apa yang memberikan kesenangan paling banyak dalam jangka pendek.

17. Stoisisme

Menurut Vos 1987:177 salah satu bentuk tertentu dari eudemonisme ialah stoisisme. Dalam hal ini yang dimaksudkan bukan semata-mata etika kaum stoa, melainkan juga suatu sikap hidup tertentu yang memang terungkap secara menonjol pada sejumlah tokoh yang mewakili kaum Stoa. Dalam sikap ini tujuan hidup terletak pada kebahagiaan, yang terdapat dalam tulisan terkenal berasal dari kaum Stoa adalah “De Vita Deata” Mengenai Hidup dalam Kebahagiaan Surgawi, hasilya Seneca. Lebih lanjut Vos 1987:178 menjelaskan bahwa ciri manusia bijaksana adalah “apathia” atau tiadanya segala nafsu atau perasaan, dan “ataraxia” atau keadaan hati yang tidak tergoyahkan, dan dengan demikian dapat mencukupi diri sendiri, sehingga menjadi manusia yang perkasa serta pemberani, yang tidak tergantung pada siapa pun dan apa pun, menerima perubahan nasib dengan hati yang hampir-hampir sama, sehingga menemukan kebahagiaan dalam dirinya sendiri. Sikap hidup ini dilukiskan dalam bagian penutup syair karya Vondel yang dimaksudkan untuk melipur Vossius mengenai kematian puteranya: Bahagialah hati tak tergoyahkan Tak lekang di kemewahan Bak perisai kokoh dilangkan Menentang bencana tak terelakkan. Vos, 1987:178 1

18. Marxisme