Metode Landasan Teori PENDAHULUAN

1 memberi teladan tentang berbagai kebijaksanaan hidup. Kebijaksanaan hidup merupakan jalan menuju keutamaan dan keluhuran hidup bermasyarakat, sehingga dapat mengurangi dan menghindari krisis moral yang berkepanjangan tersebut.

B. Metode

Objek formal dalam kajian ini adalah etika atau filsafat moral, sedangkan objek materialnya adalah etika Jawa. Materi atau bahan kajian ini berupa bahan kepustakaan, sehingga data yang dikumpulkan bersumber dari data literer. Sumber data dalam penulisan buku ini adalah buku-buku tentang etika dan etika Jawa, serta naskah Serat Centhini karya Sunan Pakubuwana V, yang terdiri dari dua belas jilid jilid I sampai dengan jilid XII, Serat Centhini yang telah dilatinkan oleh Kamajaya, yang diterbitkan oleh Yayasan Centhini Yogyakarta, dan Serat Centhini yang telah disadurditerjemahkan oleh Tim Universitas Gadjah Mada, Serat Centhini jilid I-IV di bawah koordinator Daru Suprapto diterbitkan oleh Balai Pustaka dan Jilid V-XII di bawah koordinator Marsono diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Tahap pengumpulan data dengan langkah-langkah 1 pembacaan secara menyeluruh, 2 pembacaan secara semantik, dengan membaca lebih terinci untuk mengungkap makna, dan 3 pencatatan data, data yang telah terkumpul dicatat dalam kartu data. Analisis data dilakukan dengan reduksi data, klasifikasi data, dispaly data, dan penarikan kesimpulan. Analisis data dan penarikan kesimpulan untuk menangkap makna etika Jawa menggunakan metode hermeneutika, sedangkan proses penemuan penelitian gagasan dan inovasi baru menggunakan metode heuristika.

C. Landasan Teori

Bertens 1993: 4 menjelaskan bahwa etika menurut asal-asul kata berasal dari kata ethos bahasa Yunani Kuno yang dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti. 1 Beberapa arti kata ethos yaitu tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang habitat; kebiasaan adat; akhlak, watak; perasaan; sikap; dan cara berpikir. Bentuk jamak ethos adalah ta etha, yang berarti adat kebiasaan, dan arti yang kedua ini menjadi latar belakang terbentuknya istilah etika, yang oleh Aristoteles sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, etika menurut asal-usul kata berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Bertens 1993: 6-7 menyimpulkan tiga arti kata etika, pertama, etika berarti nilai- nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sesuatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Makna ini dirumuskan juga sebagai sistem nilai yang dapat berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun sosial. Kedua, etika berarti kumpulan asas atau nilai moral, yang disebut sebagai kode etik. Ketiga, etika berarti ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika dalam arti yang ketiga ini sering disebut filsafat moral. Kata moral secara etimologis sama dengan kata etika. Arti kata moral dapat dilihat sebagai nomina atau adjektiva. Sebagai nomina, kata moral sama dengan arti etika yang pertama, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sebagai adjektiva, kata moral sama artinya dengan etis Bertens, 1993: 7. Pendekatan etika ada dua macam, yaitu pendekatan pendekatan dekssriptif dan pendekatan normatif. Pendekatan deskriptif, memandang bahwa etika melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Pendekatan etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu tertentu, dalam kebudayaan atau subkultur tertentu, dalam suatu periode sejarah, dan sebagainya. Pendekatan etika normatif sebagaimana dijelaskan oleh 1 Bertens 1993: 19-20 etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan tempat berlangsung diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral. Etika normatif melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Penilaian itu dibentuk atas dasar norma-norma. Etika normatif meninggalkan sikap netral dengan mendasarkan pendiriannya atas norma. Etika normatif itu tidak deskriptif melainkan preskriptif memerintahkan; tidak melukiskan melainkan menentukan benar tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Jadi, etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat digunakan dalam praktik. Dalam referensi yang lain, Vos 1987: 10-11 menyatakan etika normatif mendasarkan diri pada sifat hakiki kesusilaan bahwa di dalam perilaku serta tanggapan-tanggapan kesusilaannya, manusia menjadikan norma-norma kesusilaan sebagai panutannya. Etika normatif menunjukkan perilaku manakah yang baik dan perilaku manakah yang buruk. Kattsoff diterjemahkan oleh Sumargono, 2004: 344 menjelaskan etika normatif dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang menetapkan ukuran-ukuran atau kaidah-kaidah yang mendasari pemberian tanggapan atau penilaian terhadap perbuatan. Ilmu pengetahuan ini membicarakan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi, dan yang memungkinkan orang untuk menetapkan apa yang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi. Magnis-Suseno 1997:96 juga menyatakan bahwa etika normatif bertujuan mencari prinsip-prinsip dasar yang memungkinkan seseorang menghadapi pandangan- pandangan normatif moral yang terdapat dalam masyarakat atau diperjuangkan oleh pelbagai ideologi secara rasional dan kritis. Etika normatif tidak akan merumuskan suatu sistem normatif tersendiri yang dapat bersaing dengan sistem-sistem moral yang sudah ada, melainkan memeriksa pandangan-pandangan utama tentang norma-norma dasar yang sudah ada. Secara khusus Magnis-Suseno 1987: 130-135 memerinci 1 prinsip dasar moral menjadi tiga, yaitu a prinsip sikap baik, b prinsip keadilan, dan c prinsip hormat terhadap diri sendiri. Prinsip sikap baik hendaknya seseorang jangan merugikan siapa saja, sikap yang dituntut sebagai dasar hubungan dengan siapa saja adalah sikap yang positif dan baik. Prinsip ini harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari suatu tindakan. Prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip baik bukan hanya sebuah pinsip yang dipahami secara rasional, melainkan juga mengungkapkan —syukur Alhamdulillah—suatu kecondongan yang memang sudah ada dalam watak manusia. Prinsip yang kedua adalah prinsip keadilan. Adil pada hakikatnya berarti memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Suatu perlakuan yang tidak sama adalah tidak adil, kecuali dapat diperlihatkan mengapa ketidaksamaan dapat dibenarkan. Suatu perlakuan tidak selalu perlu dibenarkan secara khusus, sedangkan perlakuan yang sama dengan sendirinya betul kecuali terdapat alasan-alasan khusus. Prinsip yang ketiga adalah hormat terhadap diri sendiri. Prinsip ini mengatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai bagi dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, dan makhluk berakal budi. Manusia tidak boleh dianggap sebagai sarana semata-mata demi suatu tujuan yang lebih lanjut. Tujuan tersebut harus bernilai bagi dirinya sendiri, bukan sekedar sebagai sarana untuk maksud atau tujuan yang lebih jauh. Oleh karena itu, manusia wajib memperlakukan dirinya sendiri secara hormat. Prinsip ini mempunyai 1 dua arah, pertama agar manusia tidak membiarkan dirinya diperas, diperalat, diperkosa, atau diperbudak; dan kedua agar manusia jangan sampai membiarkan diri sendiri terlantar. Magnis-Suseno 1987: 141-150 menyatakan beberapa keutamaan moral yang mendasari kepribadian yang mantap, yaitu 1 kejujuran, b kesediaan untuk bertanggung jawab, 3 kemandirian moral, 4 keberanian moral, dan 5 rendah hati. Magnis-Suseno 1983: 21-22 pada buku Etika Jawa dalam Tantangan menyatakan bahwa nilai moral itu beraneka warna, kesetiaan, kemurahan hati, keadilan, kejujuran dan banyak nilai lainnya. Inti nilai itu adalah sifat moralnya. Sejalan dengan keutamaan moral, Rachels 2004: 306-322 mengatakan dengan istilah etika keutamaan dan etika tindakan benar, yang terdiri atas 1 keberanian, 2 kemurahan hati, 3 kejujuran, dan 4 kesetiaan. Bertens 1993: 275 pada bagian dua buku Etika menyebutkan tema-tema etika umum meliputi 1 hati nurani, 2 kebebasan dan tanggung jawab, 3 nilai dan norma, 4 hak dan kewajiban, 5 menjadi manusia yang baik, dan 6 sistem moral. 1

BAB II DISKURSUS ETIKA