Masyarakat Marginal KAJIAN PUSTAKA

Kadang kala terbentuknya solidaritas dalam suatu masyarakat tidak hanya dipengaruhi oleh kesamaan dalam nasib, namun karena keadaan ekstrim yang sedang mereka hadapi seperti konflik. dalam jurnal-Nya Jacky 2013 yang membicarakan pada seputar konflik antara pemulung dan kaum Industri di surabaya jawa timur. Dalam jurnalnya di jelaskan bahwa pemulung Indonesia di satukan dalam sebuah ikatan yang di beri nama IPI Ikatan Pemulung Indonesia yang menjadi katup penyelamat Lowis A. Coser bagi kedua belah pihak. Efek dari pembentukan IPI tersebut meluas menjadi ikatan persaudaraan yang kuat dan meninggikan tingkat solidaritas sesama pemulung. Solidaritas terbentuk karena adanya kesamaan senasib dan sepenanggungan baik di lihat dari persamaan budaya, profesi, atau lainnya. Menurut Zulkarnaen 2009:10 salah satu sumber solidaritas adalah gotong royong. Istilah gotong royong mengacu pada kegiatan saling menolong atau saling membantu dalam masyarakat. Tradisi kerjasama tersebut tercermin dalam berbagai bidang kegiatan masyarakat, antara lain: kegiatan dalam membangun rumah, memperbaiki sarana umum, mengadakan perhalatan atau hajatan, dalam bencana alam, kematian, dan lain-lain.

2.2. Masyarakat Marginal

Pembangunan kota besar seperti kota Medan ini hanya menekankan aspek pertumbuhan ekonomi secara fisik ternyata dalam banyak hal justru melahirkan orang-orang miskin baru, masyarakat pinggiran di perkotaan atau lazim disebut dengan istilah masyarakat marginal. Di dalam kamus sosiologi dan kependudukan istilah marginal memiliki dua makna, yaitu pertama, suatu kelompok yang Universitas Sumatera Utara terasimilasi tidak sempurna. Kedua, kelompok yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kedudukan rendah. Hartini dalam Irawati, 2008. Kelompok yang terasimilasi tidak sempurna maksudnya kelompok yang terdiri dari orang-orang yang tinggal dalam satu lingkungan kota tidak memiliki akses yang sama terutama yang berkaitan dengan kehidupannya. Atau dengan bahasa lain telah terjadi ketimpangan pembangunan, satu sisi ada orang sakit perut karena kekenyangan di lain sisi ada orang yang sakit perut karena kelaparan. Kelompok marginal termasuk kaum miskin yang bercirikan miskin dari segi pangan, ekonomi, pendidikan, dan tingkat kesehatan yang rendah. Menurut Pasurdi dalam Irwati 2008 bahwa kelompok marginal adalah mereka yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, pekerjaan yang tidak layak seperti pemulung, pedagang asongan, pengemis dan lain sebagainya. Broto Soemedi dalam Johanes 1995: 20 Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dari sisi kualitatif memiliki maksud kemiskinan ialah suatu kondisi yang di dalamnya hidup manusia tidak bermartabat manusia atau dengan kata lain, hidup manusia tidak layak sebagai manusia. Kedua, secara kuantitatif. Kemiskinan itu suatu keadaan di mana hidup manusia serba kekurangan, atau dengan bahasa lazim tidak berhata benda. Banyak bukti menunjukkan bahwa yang disebut masyarakat marginal pada umumnya selalu lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi sehingga sering kali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi lebih tinggi. sebuah keluarga yang mengalami proses marginalisasi, mereka umumnya tidaklah banyak berdaya, ruang geraknya serba Universitas Sumatera Utara terbatas, dan cenderung sulit untuk terserab dalam sektor-sektor yang memungkinkan mereka dapat mengembangkan usahanya. Bisa di katakana jangankan untuk mengembangkan diri menuju taraf sejahtera, untuk bertahan menegakkan hidup fisiknya pada taraf yang subsistem saja bagi keluarga miskin hampir-hampir merupakan hal yang mustahil bila tidak di topang oleh jaringan dan pranata social di lingkungan sekitarnya. Golongan masyarakat yang mengalami proses marginalisasi umumnya adalah kaum migran, seperti pedagang kaki lima, penghuni permukiman kumuh, dan pedagang asongan yang umumnya tidak terpelajar dan tidak terlatih, ataudengan kata asing disebut unskilled labour, Soejatmoko dalam Ali, 2005: 167.Karena yang menjadi tolak ukur ialah kemampuan dalam meningkatkan taraf ekonomi maka yang menjadi ciri masyarakat marginal ialah sangat sulitlamban dalam melakukan mobilitas social vertical. Mereka yang miskin tetap hidup dalam kemiskinannya, sedangkan yang kaya akan tetap menikmati kekayaannya. Menurut Johannes 1995:24 hal tersebut terjadi karena dilatar belakangi oleh dua kemungkinan. a mereka miskin di karenakan struktur yang tidak adil atau mengabaikan mereka. Hal ini memiliki arti bahwa mereka tetap miskin bukan karena mereka tidak mau memperbaiki nasibnya, tetapi usaha yang mereka lakukan selalu kandas dan terbentur pada system atau struktur masyarakat yang berlaku. b mereka miskin di karenakan kultur budaya masyarakat rela miskin karena di yakini sebagai upaya untuk membebaskan diri dari sikap serakah yang pada akhirnya akan membawa ketamakan. Robert Chambers dalam Ali 2005: 168 pengertian masyarakat marginal sebetulnya sama dengan apa yang disebut deprivation trap atau perangkap Universitas Sumatera Utara kemiskian. Secara rinci terdiri dari lima unsur, yaitu: 1 kemiskinan itu sendiri; 2 kelemahan fisik; 3 keterasingan atau kadar isolasi; 4 kerentanan; 5 ketidakberdayaan. Kelima unsure ini sering saling mengait sehingga merupakan perangkat kemiskinan yang benar-benar mematikan peluang hidup orang atau keluarga miskin. Dan pada akhirnya menimbulkan marginalisasi. Sedangkan Irawati 2008 dalam jurnalnya masyarakat yang identik sebagai masyarakat miskin kota adalah yang berprofesi sebagai pemulung, pengemis, gelandangan, atau pun buruh pekerja kasar. Lebih lanjut David Berry mengatakan bahwa marginal adalah suatu situasi dimana orang yang bercita-cita atau berkeinginan pindah dari kelompok sosial yang satu ke kelompok sosial yang lain, akan tetapi di tolak keduanya.

2.3. Masyarakat Marginal akibat dari Pertumbuhan di Perkotaan

Dokumen yang terkait

Pergeseran Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Yang Terkena Banjir (Studi Deskriptif Pada Masyarakat Sekitar Sungai Deli, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun)

4 81 144

Pola Interaksi Internal Masyarakat Pemukiman Kumuh (Studi deskriptif: Jl. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun)

8 103 119

Reaksi Sosial Terhadap Normalisasi Sungai Deli: (Studi Kasus di Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Maimun)

4 38 91

Spekulasi Tanah Dalam Pembangunan CBD (Central Bussiness District) di Kota Medan (Studi Deskriptif di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun)

2 36 120

Persepsi Penyintas Banjir Terhadap Pergeseran Solidaritas Sosial (Studi Deskriptif Pada Masyarakat Sekitar Sungai Deli, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun).

1 66 190

Spekulasi Tanah Dalam Pembangunan CBD (Central Bussiness District) di Kota Medan (Studi Deskriptif di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun)

0 11 120

Pergeseran Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Yang Terkena Banjir (Studi Deskriptif Pada Masyarakat Sekitar Sungai Deli, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun)

0 2 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Solidaritas Sosial - Solidaritas Pada Masyarakat Marginal di Perkotaan (Studi deskriptif Pada Anggota Lembaga Keuangan Masyarakat Kota (LKMK) Keska Kelurahan Sei Mati, Lingkungan XII Medan Maimun)

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Solidaritas Pada Masyarakat Marginal di Perkotaan (Studi deskriptif Pada Anggota Lembaga Keuangan Masyarakat Kota (LKMK) Keska Kelurahan Sei Mati, Lingkungan XII Medan Maimun)

0 1 13

SOLIDARITAS PADA MASYARAKAT MARGINAL DI PERKOTAAN

0 0 9