BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Solidaritas Sosial
Salah seorang sosiolog yang menaruh perhatian dan menjadikan fokusteoritis dalam membaca masyarakat adalah Emile Durkheim. Bahkan,
persolan solidaritas sosial merupakan inti dari seluruh teori yang dibangun Durkheim. Ada sejumlah istilah yang erat kaitannya dengan konsep solidaritas
sosial yang dibangun Sosiolog berkebangsaan Perancis ini, diantarnya integrasi sosial social integration dan kekompakan sosial. Secara sederhana, fenomena
solidaritas menunjuk pada suatu situasi keadaan hubungan antar individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut
bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Taufik Abdullah
A.C.Van Der Leeden, 1986 : 81-125.
Dalam analisis Durkheim, diskursus tentang solidaritas dikaitkan dengan persoalan sanksi yang diberikan kepada warga yang melanggar peraturan dalam
masyarakat. Bagi Durkhem indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dan kerasnya hukum-hukum dalam masyarakat yang bersifat
menekanrepresif. Hukum-hukum ini mendefinisikan setiap perilaku penyim- pangan sebagai sesuatu yang jahat, yang mengancam kesadaran kolektif
masyarakat. Hukuman represif tersebut sekaligus bentuk pelanggaran moral oleh individu maupun kelompok terhadap keteraturan sosial social order. Sanksi
Universitas Sumatera Utara
dalam masyarakat dengan solidaritas mekanik tidak dimaksudkan sebagi suatu proses yang rasional. John Scott, 2002: 78
Hukuman tidak harus merepresentasikan pertimbangan rasional dalam masyarakat. Hukum represif dalam masyarakat mekanik tidak merupakan
petimbangan yang diberikan yang sesuai dengan bentuk kejahatannya. Sanksi atau hukuman yang dikenakan kepada orang yang menyimpang dari ketaraturan, tidak
lain merupakan bentuk atau wujud kemarahan kolektif masyarakat terhadap tindakan individu tersebut.
Pelanggaran terhadap kesadaran kolektif merupakan bentuk penyimpangan dari homogenitas dalam masyarakat. Karena dalam analisa Durkheim, ciri khas
yang paling penting dari solidaritas mekanik itu terletak pada tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan kerja sama. Homogenitas serupa
itu hanya mungkin kalau pembagian kerja division of labor bersifat terbatas. Model solidaritas seperti ini biasa ditemukan dalam masyarakat primitif atau
masyarakat tradisional yang masih sederhana. Dalam masyarakat seperti ini pembagian kerja hampir tidak terjadi. Seluruh kehidupan dipusatkan pada sosok
kepala suku. Pengelolaan kepentingan kehidupan sosial bersifat personal. Keterikatan sosial terjadi karena kepatuhan terhadap nilai-nilai tradisional yang
dianut oleh masyarakat. Demikian juga sistem kepemimpinan yang dilaksanakan berjalan secara turun-temurun. John Scott, 2002 : 81-83
Potret solidaritas sosial dalam konteks masyarakat dapat muncul dalam berbagai kategori atas dasar karakteristik sifat atau unsur yang membentuk
solidaritas itu sendiri. Veeger, K.J. 1992 mengutip pendapat Durkheim yang
Universitas Sumatera Utara
membedakan solidaritas sosial dalam dua kategoritipe; Pertama, solidaritas mekanis, terjadi dalam masyarakat yang diciri-khaskan oleh keseragaman pola-
pola relasi sosial, yang dilatarbelakangi kesamaan pekerjaan dan kedudukan semua anggota. Jika nilai-nilai budaya yang melandasi relasi mereka, menyatukan
mereka secara menyeluruh, maka akan memunculkan ikatan sosial diantara mereka kuat sekali yang ditandai dengan munculnya identitas sosial yang
demikian kuat. Individu meleburkan diri dalam kebersamaan, hingga tidak ada bidang kehidupan yang tidak diseragamkan oleh relasi-relasi sosial yang sama.
Individu melibatkan diri secara penuh dalam kebersamaan pada masyarakat hingga tidak terbayang bahwa hidup mereka masih berarti atau dapat berlangsung,
apabila salah satu aspek kehidupan diceraikan dari kebersamaan. Solidaritas mekanik memperlihatkan berbagai komponen atau indikator
penting, seperti; adanya kesadaran kolektif yang didasarkan pada sifat ketergantungan individu yang memiliki kepercayaan dan pola normatif yang
sama. Individualitas tidak berkembang karena dilumpuhkan oleh tekanan aturanhukum yang bersifat represif. Sifat hukuman cenderung mencerminkan dan
menyatakan kemarahan kolektif yang muncul atas penyimpangan atau pelanggaran kesadaran kolektif dalam kelompok sosialnya. Solidaritas mekanik
didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif” collective consciousness yang dipraktikkan masyarakat dalam bentuk kepercayaan dan sentimen total diantara
para warga masyarakat. Individu dalam masyarakat seperti ini cenderung homogen dalam banyak hal. Keseragaman tersebut berlangsung terjadi dalam
seluruh aspek kehidupan, baik sosial, politik bahkan kepercayaan atau agama.Kedua solidaritas organik, solidaritas initerjadi dalam masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
relatif kompleks kehidupan sosialnya namunterdapat kepentingan bersama atas dasar tertentu. Dalam kelompok sosial terdapat pola antar-relasi yang parsial dan
fungsional, terdapat pembagian kerja yang spesifik, yang pada gilirannya memunculkan perbedaan kepentingan, status, pemikiran dan sebagainya.
Perbedaan pola relasi-relasi, dapat membentuk ikatan sosial dan persatuan melalui pemikiran perlunya kebutuhan kebersamaan yang diikat dengan kaidah moral,
norma, undang-undang, atau seperangkat nilai yang bersifat universal. Oleh karena itu ikatan solider tidak lagi menyeluruh, melainkan terbatas pada
kepentingan bersama yang bersifat parsial. Solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar.
Solidaritas ini didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Ketergantungan ini diakibatakan karena spesialisasi yang tinggi diantara keahlian
individu. Spesialisasi ini juga sekaligus merombak kesadaran kolektif yang ada dalam masyarakat mekanis. Akibatnya kesadaran dan homogenitas dalam
kehiduan sosial tergeser. Karena keahlian yang berbeda dan spesialisasi itu, munculah ketergantungan fungsional yang bertambah antara individu-idividu
yang memiliki spesialisasi dan secara relatif lebih otonom sifatnya. Menurut Durkheim itulah pembagian kerja yang mengambil alih peran yang semula
disandang oleh kesadaran kolektif. Karl Manheim lebih mencermati pandangan Durkheim, dimana dalam
solidaritas organik diciptakan pembagian kerja dalam kelompok sosial. Pembagian kerja sebenarnya membagi aktivitas yang tadinya digabungkan ke
dalam suatu proses kerja yang dilaksanakan oleh seorang manusia menjadi sejumlah besar bagian-bagian yang saling melengkapi satu sama lain. Pembagian
Universitas Sumatera Utara
kerja akan menimbulkan sebuah integrasi sosial yang kuat, secara fungsional dibutuhkan untuk saling melengkapi. Oleh karena itu memunculkan sebuah
solidaritas sosial dalam kelompok mereka atas dasar kepentingan bersama yang sifatnya tertentu. Taufik Abdullah A. C. Van Der Leeden, 1986 : 81-125
Nampak bahwa pada solidaritas organik menekankan tingkat saling ketergantungan yang tinggi, akibat dari spesialisasi pembagian pekerjaan dan
perbedaan di kalangan individu. Perbedaan individu akan merombak kesadaran kolektif, yang tidak penting lagi sebagai dasar untuk keteraturan sosial. Kuatnya
solidaritas organik menurut Durkheim ditandai eksistensi hukum yang bersifat restitutifmemulihkan, melindungi pola ketergantungan yang kompleks antara
pelbagai individu yang terspesialisasi atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat bukanlah semata- mata merupakan penjumlahan individu-individu belaka. Sistem yang dibentuk
oleh asosiasinya merupakan suatu realitas khusus dengan karakteristik tertentu. Adalah benar bahwa sesuatu yang bersifat kolektif tidak akan mungkin timbul
tanpa kesadaran individual; namun syarat tersebut tidak akan mungkin timbul tanpa adanya kesadaran individual; namun syarat itu tidaklah cukup. Kesadaran
itu harus dikombinasikan dengan cara tertentu; kehidupan sosial merupakan hasil kombinasi itu dan dengan sendirinya dijelaskan olehnya. Jiwa-jiwa individual
yang membentuk kelompok, melahirkan sesuatu yang bersifat psikologis, namun berisikan jiwa individualistis yang baru.
Universitas Sumatera Utara
Kadang kala terbentuknya solidaritas dalam suatu masyarakat tidak hanya dipengaruhi oleh kesamaan dalam nasib, namun karena keadaan ekstrim yang
sedang mereka hadapi seperti konflik. dalam jurnal-Nya Jacky 2013 yang membicarakan pada seputar konflik antara pemulung dan kaum Industri di
surabaya jawa timur. Dalam jurnalnya di jelaskan bahwa pemulung Indonesia di satukan dalam sebuah ikatan yang di beri nama IPI Ikatan Pemulung Indonesia
yang menjadi katup penyelamat Lowis A. Coser bagi kedua belah pihak. Efek dari pembentukan IPI tersebut meluas menjadi ikatan persaudaraan yang kuat dan
meninggikan tingkat solidaritas sesama pemulung. Solidaritas terbentuk karena adanya kesamaan senasib dan sepenanggungan baik di lihat dari persamaan
budaya, profesi, atau lainnya. Menurut Zulkarnaen 2009:10 salah satu sumber solidaritas adalah gotong
royong. Istilah gotong royong mengacu pada kegiatan saling menolong atau saling membantu dalam masyarakat. Tradisi kerjasama tersebut tercermin dalam
berbagai bidang kegiatan masyarakat, antara lain: kegiatan dalam membangun rumah, memperbaiki sarana umum, mengadakan perhalatan atau hajatan, dalam
bencana alam, kematian, dan lain-lain.
2.2. Masyarakat Marginal