Spekulasi Tanah Dalam Pembangunan CBD (Central Bussiness District) di Kota Medan (Studi Deskriptif di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun)

(1)

117 LAMPIRAN

Gambar 1 : Foto Ibu Yeli yang memiliki tipe rumah “Tidak memiliki tanah tetapi memiliki rumah sendiri”

Gambar 2 : Foto saya bersama Ibu Elly yang memiliki tipe “rumah sendiri di tanah developer” & Ibu Asia (Tuan Tanah)


(2)

118 Gambar 4 : Foto rumah sewa

Gambar 5 : Foto rumah milik Ibu Dani yang memiliki tipe rumah “Tidak memiliki tanah tetapi memiliki rumah sendiri”


(3)

119 Gambar 7 : Foto Tipe Rumah di Tanah Developer

Gambar 8 : Foto Tipe Rumah di Tanah Developer


(4)

114 DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana.

Dr.Ir. Alisjahbana, MA. 2005. Sisi Gelap Perkembangan Kota. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.

Dr. Nurhadiantomo. 2004. Hukum Reintegrasi Sosial Konflik-Konflik Sosial Pri-Nonpri & Hukum Keadilan Sosial. Surakarta : Muhammadiyah University Press.

Evers, Hans Dieter. 1986. Sosiologi Perkotaan : Urbanisasi dan Sengketa Tanah di Indonesia dan Malaysia. Jakarta : LP3ES.

Faisal, Sanafiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Koestoer, Raldi Hendro. 2001. Dimensi Keruangan Kota: Teori dan Kasus. Jakarta : UI Press.

Manan, Munafrizal. 2005. Gerakan Rakyat Melawan Elite. Yogyakarta : Resist Book.

Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Postmodern, dan Poskolonial. Jakarta : Rajawali Pers.

Moyer, Bill. 2004. Merencanakan Gerakan. Yogyakarta : Pustaka Kendi. Poloma, Margaret M. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.

Pruitt G. Dean & Rubin Z. Jeffrey, 1986. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


(5)

115 Ritzer, George. 2010. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern, Edisi Ke-6. Jakarta : Kencana.

Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Situmorang, Abdul Wahab. 2007. Gerakan Sosial Studi Kasus Beberapa Perlawanan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer.Jakarta : Kencana.

Sugyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV Alfabeta. Sztompka, Piotr. 1993. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta : Prenada.

Zubir, Zaiyardam. 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi, dan Dampak Gerakan. Yogyakarta : Insist Press.

Soetomo, 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta :Pustaka Pelajar.

Jurnal

Alting, Husein. 2013. Konflik Penguasa Tanah di Maluku Utara : Rakyat Versus Penguasa dan Pengusaha. Jurnal Dinamika Hukum, Vo. 13 No. 2. Mei. Maluku Utara. Universitas Khairun.

Andri, 2011. Festival Jogokali : Resistensi Terhadap Penggusuran dan Gerakan Sosial-Kebudayaan Masyarakat Urban. Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 1 No. 2. Oktober. Surabaya. Universitas Wijaya Kesuma.


(6)

116 Moch Pangeran, Husnullah. 2012. Problematik Implementasi Kebijakan Pertanahan Dalam Pembangunan Infrastruktur Publik. Jurnal Vo. 2 No. 4. Desember. Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.

Regus, Maximus. 2011. Tambang dan Perlawanan Rakyat : Studi Kasus Tambang di Manggarai, NTT. Jurnal Sosiologi Masyarakat Vol. 16 No. 1. Januari. Universitas Indonesia.

Sumber Lainnya :

(diakses 3 November 2014)

(diakses 15 November 2014)

(diakses 2 Oktober 2014)


(7)

44 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Pada penelitian sosial dengan menggunakan format deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, berbagai fenomena realitas sosial yang ada di dalam masyarakat sebagai objek penelitian (Bungin, 2007:68). Pada pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam lagi permasalahan yang akan diteliti. Bogdan dan Taylor (Lexy Moleong, 2000) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata- kata (baik tertulis maupun lisan) dan pelaku yang dapat diamati. Metode penelitian kualitatif ini dipilih karena dapat menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden serta lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2000). Pada penelitian dengan menggunakan metode deskriptif, dalam hal ini mencoba menggambarkan bagaimana relasi aktor-aktor spekluasi tanah dalam pembangunan CBD (Central Bussiness District) di Jalan Brigjen Katamso, Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Maimun.


(8)

45 3.2 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, lokasi penelitian peneliti ini adalah berada di Jl. Brigjen Katamso, Lingkungan XI, Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Maimun. Adapun yang menjadi alasan peneliti untuk memilih lokasi penelitian ini adalah dikarenakan peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai adanya relasi aktor-aktor spekulasi tanah dalam pembangunan CBD (Central Bussiness District) yang terjadi di Kota Medan tersebut.

3.3 Unit Analisis Data

Unit analisis data adalah satuan penentu yang diperhitungkan sebagai subjek pada penelitian. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah aktor-aktor yang terlibat dalam masalah spekulasi tanah dalam pembangunan CBD (Central Bussiness District) yang tidak jadi di Kota Medan ini. Maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

1. Developer (Pemilik lahan) 2. Kepala Lingkungan XI (Kepling) 3. Pemilik Rumah Sewa (Tuan Tanah) 4. Masyarakat yang tinggal di lingkungan 11

 Masyarakat yang tinggal di lingkungan 11 sebanyak 145 KK dan memiliki kriteria tempat tinggal yaitu :

• Ada yang tidak punya tanah, tetapi punya rumah sendiri = 8 rumah

• Ada rumah sewa = 18 rumah

• Ada rumah sendiri tetapi di tanah wakaf = 4 rumah


(9)

46

• Ada yang mendirikan rumah developer tetapi disewakan = 2 rumah

• Jumlah rumah pribadi dan tanah pribadi = 65 rumah

 Tetapi yang peneliti jadikan sebagai informan adalah dengan rumah yang memiliki kriteria sebagai berikut :

• Ada yang tidak punya tanah, tetapi punya rumah sendiri = 3 orang

• Rumah sewa = 1 orang

• Ada rumah sendiri tetapi tanah developer = 5 orang

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan oleh peneliti, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut :

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah merupakan suatu data yang diperoleh langsung dari sumber informan yang telah ditemukan di lapangan. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini adalah dengan cara :

• Observasi

Observasi adalah merupakan suatu pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian. Observasi adalah teknik atau cara pengumpulan data melalui pengamatan terhadap fenomena-fenomena sosial dan gejala-gejala alam (Kartono, 1996). Menurut Faisal (2001), pengamatan dapat juga dilakukan terhadap benda, keadaan, kondisi, situasi, kegiatan, proses, dan penampilan


(10)

47 tingkah laku seseorang. Maksudnya disini peneliti ikut turun ke lapangan yang mana untuk memahami fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti langsung mendatangi ke daerah Jl. Brigjen Katamso, Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Maimun. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, serta tindakan seseorang dengan secara keseluruhan. Kemudian hasil observasi ini dituangkan dalam catatan lapangan.

• Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Wawancara adalah merupakan salah satu metode yang sangat penting untuk digunakan dalam memperoleh data di lapangan. Karena wawancara adalah merupakan sebuah proses tanya jawab antara peneliti dengan informan yang ada di lapangan. Dimana tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dari lapangan. Wawancara yang dilakukan adalah dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview). Agar wawancara tersebut lebih terarah, maka sebaiknya menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara (interview guide), yakni urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam proses wawancara tersebut, peneliti akan menggunakan alat bantu berupa perekam suara untuk membantu peneliti dalam mendapatkan hasil dari wawancara tersebut.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah sebuah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian atau sumber data lain, yaitu seperti :


(11)

48 • Dokumentasi

Dokumentasi adalah merupakan suatu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat berupa laporan, buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan internet yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dengan rumusan masalah yang diteliti.

3.5 Teknik Analisa Data

Analisa data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih-milih menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. (Lexi J. Moleong, 2006 : 248), setiap data yang diambil akan direkam dan dicatat, data yang dicatat dan direkam tersebut adalah data wawancara maupun data penunjang lainnya. Selanjutnya, setelah semua data terkumpul maka akan dilakukan analisis data dan interpretasi data dengan mengacu pada kajian pustaka yang telah ada. Sedangkan hasil observasi akan diuraikan dan dinarasikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus melengkapi data. Setiap data yang diperoleh tersebut akan diinterpretasikan untuk menggambarkan keadaan dengan mengacu pada dukungan teori dan kajian pustaka.


(12)

49 3.6 Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan dan laporan penelitian :

No Kegiatan Bulan Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √ 2 Acc Judul Penelitian √ 3 Penyusunan

Proposal √

4 Seminar Proposal √

5 Revisi Proposal √

6 Penelitian Lapangan √ √ √

7 Pengumpulan dan

Analisis Data √ √

8 Bimbingan Skripsi √ √

9 Penulisan Laporan √ √

10 Sidang Meja Hijau √

3.7 Keterbatasan Penelitian

Selama dalam penelitian ini, penulis mempunyai banyak kendala-kendala dan keterbatasan penulis dalam mendapatkan data. Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Terutama dalam melakukan wawancara mendalam terhadap informan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengalam an dan keterbatasan waktu yang dimiliki informan dalam proses wawancara yang dikarenakan kesibukan informan sehari-hari. Terlepas dari permasalahan teknis penulisan dan penelitian, peneliti menyadari keterbatasan mengenai metode menyebabkan lambatnya proses penelitian yang dilakukan, dan masih adanya


(13)

50 keterbatasan bahan pendukung penelitian.Walaupun demikian peneliti berusaha untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini semaksimal mungkin agar data bersifat valid dan tujuan yang ingin dicapai didapatkan.


(14)

51 BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi

4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Sei Mati

Penelitian ini dilakukan di Jl. Brigjen Katamso Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun Provinsi Sumatera Utara. Pada awalnya Kota Medan sangat dikenal dengan nama Tanah Deli. Tanah Deli ini dinamakan mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang), sampai dengan ke Sungai Wampu di Langkat. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus yang lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan tersebut banyak yang mengatakan bahwa Medan dengan Deli (Medan-Deli). Kemudian setelah zaman kemerdekaan, maka lama-kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur sampai dengan sekarang ini sudah kurang terdengar lagi.

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2)) atau 3,6% dari keseluruhan di wilayah Sumatera Utara ini. Maka dengan demikian, dibandingkan dengan kota ataupun kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis Kota Medan terletak pada 30 30’- 30 43’ LU dan 980 35’- 980 44’ BT. Dimana Kota Medan memiliki beberapa kecamatan, salah satu diantaranya adalah Kecamatan Medan Maimun. Sebelum terjadi pemekaran Kecamatan Medan Maimun dahulu ikut bergabung dengan Kecamatan Medan Baru. Lalu pada tahun 1988 telah terjadi pemekaran di Kotamadya Medan. Sehingga berdirilah Kecamatan Medan Maimun.


(15)

52 Pada Kecamatan Medan Maimun terdapat beberapa kelurahan yaitu diantaranya adalah Kelurahan Sukaraja, Kelurahan AUR, Kelurahan Jati, Kelurahan Hamdan, Kelurahan Sei Mati, dan Kelurahan Kampung Baru. Pada Kelurahan Sei Mati terletak di tengah-tengah Kota Medan, tepatnya berada di Jalan Brigjen Katamso. Jalan tersebut merupakan salah satu jalan utama yang sering dilalui oleh masyarakat. Juga merupakan salah satu kawasan perdagangan di Kota Medan. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya keberadaan ruko-ruko yang menjual berbagai jenis kebutuhan masyarakat. Di sekitar Jalan Brigjen Katamso ini juga terdapat fasilitas infrastruktur yang bisa digunakan oleh masyarakat, baik pada masyarakat yang tinggal disekitar jalan tersebut ataupun masyarakat yang tinggal diluar wilayah jalan tersebut. Maka secara geografis, luas keseluruhan wilayah dari Kelurahan Sei Mati ini adalah 0,23 km2 (23 Ha).

Kelurahan Sei Mati adalah merupakan salah satu permukiman masyarakat yang berada di Kota Medan, yang berdekatan dengan adanya Sungai Deli. Dimana Sungai Deli ini sering meluap saat memasuki musim penghujan dan menyebabkan permukiman pada masyarakat tersebut menjadi rawan banjir.

4.1.2 Letak dan Batas Wilayah

Kelurahan Sei Mati merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Medan Maimun dengan luas wilayah 23 Ha kelurahan Sei Mati ini mulai berdiri pada tahun 1958. Dengan beriklim tropis dan merupakan daerah rendah. Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun terdiri dari 12 lingkungan. Dengan jarak kantor Lurah Sei Mati ke kantor Camat Medan Maimun sekitar ± 1,5 km. Jarak dari kantor Lurah Sei Mati ke kantor pusat pemerintahan kota adalah sekitar 2 km.


(16)

53 Lalu jarak dari kantor lurah Sei Mati ke kota/ibukota kabupaten adalah sekitar 2 km. Kemudian selanjutnya yang terakhir jarak dari kantor Lurah Sei Mati ke ibukota provinsi adalah sekitar 4 km.

Kelurahan Sei Mati memiliki batas-batas wilayah. Adapun batas-batas wilayah dari kelurahan ini yaitu adalah sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan Maimun

Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Teladan Barat Kecamatan Medan Kota

Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun

Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sukadame Kecamatan Medan Polonia

4.1.3 Komposisi Penduduk

Laju perkembangan tingkat pertumbuhan penduduk di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah sejumlah 8.271 jiwa. Penyebaran penduduk di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun tidak merata. Kelurahan Sei Mati adalah merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Medan Maimun. Luas wilayah Kelurahan Sei Mati yang hanya berkisar 0,23 km2 yang terdiri dari luasan-luasan permukiman, perkantoran, pekarangan, kuburan, taman, dan luas prasarana umum lainnya. Dilihat dari luasannya, luas permukiman di Kelurahan Sei Mati masih memerlukan pembangunan prasarana dan sarana guna


(17)

54 menunjang kegiatan ekonomi disamping untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kesehatan lingkungan.

Pembangunan di Kelurahan Sei Mati sampai saat ini masih dirasakan kurang oleh masyarakat, karena masih banyaknya keluhan masyarakat yang disampaikan melalui kepala lingkungan, baik itu berupa permintaan pemasangan lampu gang, pembuatan parit, pembronjongan Sungai Deli maupun peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

4.1.3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 1

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. Laki-Laki 3.284 Jiwa 40 %

2. Perempuan 4.987 Jiwa 60 %

Jumlah 8.271 Jiwa 100 %

Sumber dari: Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

Berdasarkan dari tabel di atas, maka dapat kita ketahui bahwa penduduk di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun memiliki jumlah penduduk sebanyak 8.271 jiwa. Dengan berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit daripada penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Dimana jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 3.284 jiwa dengan persentase sebesar 40%. Sedangkan jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 4.987 jiwa dengan persentase 60%.


(18)

55 4.1.3.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Tabel II

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No. Agama Jiwa Persentase

1. Islam 9.821 75%

2. Kristen Protestan 205 1,5%

3. Kristen Katolik 212 1,6%

4. Hindu 44 0,3%

5. Budha 2.836 21,6%

Jumlah 13.118 100%

Sumber dari: Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

Berdasarkan data tabel II di atas, maka dapat kita ketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan agama di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah berjumlah 13.118 jiwa. Dengan jumlah terbanyak yaitu pada mayoritas Agama Islam dengan sebesar 9.821 jiwa dengan persentase 75%. Lalu disusul oleh Agama Budha yaitu sebesar 2.836 jiwa dengan persentase 21,6%. Kemudian pada Agama Kristen Katolik yaitu sebesar 212 jiwa dengan persentase 1,6%. Selanjutnya oleh Agama Kristen Protestan yaitu sebesar 205 jiwa dengan persentase 1,5%. Yang terakhir merupakan jumlah yang paling terkecil yaitu pada Agama Hindu sebesar 44 jiwa dengan persentase 0,3%.

4.1.3.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis atau Suku Tabel III

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis atau Suku

No. Etnis /Suku Jiwa Persentase

1. Jawa 197 1,5%

2. Batak 5.904 45%

3. Melayu 2.205 17%

4. Minang 1.750 13%

5. Aceh 161 1,2%


(19)

56

7. Lainnya 51 0,3%

Jumlah 13.118 100%

Sumber dari : Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

Berdasarkan dengan data tabel III di atas, maka dapat kita ketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan etnis atau suku di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah berjumlah 13.118 jiwa. Dengan jumlah terbanyak yaitu pada Suku Batak sebesar 5.904 jiwa dengan persentase 45%. Lalu pada Suku Tionghoa yaitu sebanyak 2.850 jiwa dengan persentase 22%. Kemudian pada Suku Melayu yaitu sebanyak 2.205 jiwa dengan persentase 17%. Selanjutnya pada Suku Minang yaitu sebanyak 1.750 jiwa dengan persentase 13%. Pada Suku Jawa yaitu sebanyak 197 jiwa dengan persentase 1,5%. Setelah itu pada Suku Aceh yaitu sebanyak 161 jiwa dengan persentase 1,2%. Dan yang terakhir pada suku lainnya yaitu sebanyak 51 jiwa dengan persentase 0,3%.

4.1.3.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tabel IV

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jiwa Persentase

1. Pegawai Negeri Sipil 243 4,4%

2. TNI dan Polri 51 0,92%

3. Karyawan Swasta 3.488 63,5%

4. Wiraswasta/Pedagang 1.006 18,3%

5. Buruh Tani 250 4,5%

6. ABRI 50 0,91%

7. Pertukangan 175 3,1%

8. Pensiunan 200 4%

9. Pemulung 2 0,03%

10. Jasa 25 0,4%

Jumlah 5.490 100%


(20)

57 Berdasarkan dengan data tabel IV di atas, maka dapat kita ketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah berjumlah 5.490 jiwa. Dimana dengan jumlah terbanyak pada mata pencaharian sebagai karyawan swasta yaitu sebesar 3.488 jiwa dengan persentase 63,5%. Lalu pada mata pencaharian wiraswasta/pedagang yaitu sebesar 1.006 jiwa dengan persentase 18,3%. Kemudian pada mata pencaharian sebagai buruh tani yaitu sebesar 245 jiwa dengan persentase 4,5%. Kemudian selanjutnya, pada mata pencaharian sebagai PNS yaitu sebesar 243 jiwa dengan persentase 4,3%. Selanjutnya pada mata pencaharian sebagai pensiunan yaitu sebesar 200 jiwa dengan persentase 4%. Setelah itu pada mata pencaharian sebagai pertukangan sebesar 175 jiwa dengan persentase 3,1%. Diteruskan pada mata pencaharian sebagai TNI dan polri yaitu sebesar 51 jiwa dengan persentase 0,92%. Seterusnya pada mata pencaharian sebagai ABRI yaitu sebesar 50 jiwa dengan persentase 0,91%. Kemudian seterusnya pada mata pencaharian sebagai jasa yaitu sebanyak 25 jiwa dengan persentase 0,4%. Yang terakhir pada mata pencaharian sebagai pemulung yaitu sebesar 2 jiwa dengan persentase 0,03%.

4.1.3.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia Tabel V

Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia

No Tingkat Usia Jiwa Persentase

1. Usia 0 s/d 15 tahun 3.577 33%

2. Usia 15 s/d 65 tahun 6.411 59%

3. Usia 65 tahun ke atas 914 8%

Jumlah 10.902 100%


(21)

58 Berdasarkan dengan data tabel V di atas, maka dapat kita ketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan usia di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah sejumlah 10.902 jiwa. Dimana dengan jumlah terbanyak pada di tingkat usia 15 s/d 65 tahun yaitu sebanyak 6.411 jiwa dengan persentase 59%. Kemudian selanjutnya berada di tingkat usia 0 s/d 15 tahun yaitu sebanyak 3.577 jiwa dengan persentase 33%. Yang terakhir berada di tingkat usia 65 tahun ke atas yaitu sebanyak 914 jiwa dengan persentase 8%.

4.1.3.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel VI

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jiwa Persentase

1. TK 80 2,2%

2. SD 150 4,%

3. SMP 818 23%

4. SMA 2.468 69,2%

5. Akademi/D1-D3 18 0,5%

6. Sarjana 30 0,8%

7. Pascasarjana 2 0,05%

8. Kursus Keterampilan 150 4%

Jumlah 3.716 100%

Sumber dari : Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

Berdasarkan dengan data tabel VI di atas, maka dapat kita ketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah sebanyak 3.716 jiwa. Dimana jumlah terbanyak terdapat pada berdasarkan tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 2.468 jiwa dengan persentase 69,2%. Selanjutnya terdapat pada berdasarkan tingkat pendidikan SMP yaitu sebanyak 818 jiwa dengan persentase 23%. Lalu terdapat pada berdasarkan tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 150 jiwa dengan


(22)

59 persentase 4%. Sama juga pada tingkat pendidikan dengan kursus keterampilan yaitu sebanyak 150 jiwa dengan persentase 4%. Seterusnya ada tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 80 jiwa dengan persentase 2,2%. Kemudian pada tingkat pendidikan berdasarkan sarjana yaitu sebanyak 30 jiwa dengan persentase 0,8%. Lalu selanjutnya terdapat pada tingkat pendidikan berdasarkan akademi/D1-D3 yaitu sebanyak 18 jiwa dengan persentase 0,5%. Yang terakhir tingkat pendidikan berdasarkan pada pascasarjana yaitu sebanyak 2 jiwa dengan persentase adalah 0,05%.

4.1.3.7 Prasarana Umum

Tabel VII Prasarana Umum

No. Prasarana Umum Jumlah

1. Pertokoan 275

2 Swalayan 1

3. Show Room Kendaraan 2

4. Rumah Makan 2

5. Olahraga 1

6. Balai Pertemuan 1

Jumlah 282

Sumber dari : Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

Berdasarkan dengan data tabel VII di atas, maka dapat kita ketahui bahwa jumlah prasarana umum yang ada di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah sebanyak 282 buah. Dimana yang tertinggi adalah pada prasarana pertokoan yaitu sebanyak 275 buah. Lalu selanjutnya pada prasarana show room kendaraan adalah sebanyak 1 buah. Kemudian pada prasarana rumah makan sama-sama sebanyak 2 buah juga. Diteruskan pada prasarana swalayan yaitu sebanyak 1 buah. Kemudian diteruskan pada prasarana olahraga yaitu sebanyak 1


(23)

60 buah. Yang paling terakhir adalah pada prasarana balai pertemuan yaitu sebanyak 1 buah.

4.1.3.8 Prasarana Ibadah

Tabel VIII Prasarana Ibadah

No. Prasarana Ibadah Jumlah

1. Mesjid 3

2. Mushola 7

3. Klenteng 1

Jumlah 11

Sumber dari : Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

Berdasarkan dengan data tabel VIII di atas, maka dapat kita ketahui bahwa jumlah prasarana ibadah di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah sebanyak 11 buah. Dimana prasarana ibadah seperti mesjid adalah sejumlah 3 buah. Selanjutnya prasarana ibadah seperti mushola adalah sebanyak 7 buah. Yang terakhir pada prasarana ibadah seperti klenteng yaitu adalah sebanyak 1 buah.

4.1.3.9 Prasarana Pendidikan

Tabel IX Prasarana Pendidikan

No. Prasarana Pendidikan Jumlah

1. Gedung Sekolah PAUD 1

2. Gedung Sekolah TK 2

3. Gedung Sekolah SD 6

4. Gedung Sekolah SMP 1

5. Gedung Sekolah SMA 1

6. Gedung Perguruan Tinggi 1

Jumlah 12


(24)

61 Berdasarkan dengan data tabel IX di atas, maka dapat kita ketahui bahwa jumlah prasarana pendidikan yang ada di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah sebanyak 12 buah. Dimana jumlah terbanyak ada pada prasarana pendidikan pada gedung sekolah SD yaitu sebanyak 6 buah. Lalu selanjutnya pada prasarana pendidikan gedung sekolah TK yaitu sebanyak 2 buah. Kemudian pada prasarana pendidikan pada gedung sekolah PAUD yaitu sebanyak 1 buah. Sama juga pada prasarana pendidikan gedung sekolah SMP yaitu sebanyak 1 buah juga. Selanjutnya pada prasarana pendidikan gedung sekolah SMA yaitu sebanyak 1 buah juga. Yang terakhir pada prasarana gedung perguruan tinggi yaitu sebanyak 1 buah juga.

4.1.3.10 Prasarana Kesehatan

Tabel X Prasarana Kesehatan

No. Prasarana Kesehatan Jumlah

1. Posyandu 12

2. Poliklinik/Balai Pelayanan Masyarakat 2

3. Praktek Dokter 5

4. Apotek/Toko Obat 1

5. Bidan 2

Jumlah 22

Sumber dari : Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

Berdasarkan dengan data tabel di atas, maka dapat kita ketahui bahwa jumlah prasarana kesehatan di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah sebanyak 22 buah. Dimana prasarana kesehatan yang tertinggi terdapat pada posyandu yaitu sebanyak 12 buah. Lalu selanjutnya prasarana kesehatan pada praktek dokter yaitu sebanyak 5 buah. Selanjutnya prasarana kesehatan pada poliklinik atau balai pelayanan masyarakat yaitu sebanyak 2 buah. Kemudian


(25)

62 prasarana kesehatan pada bidan yaitu sebanyak 2 buah juga. Yang terakhir prasarana kesehatan pada apotek atau toko obat yaitu sebanyak 1 buah.

4.2 Profil Informan

4.2.1 Informan Pertama

Tipe Rumah “Tidak Punya Tanah tapi Punya Rumah Sendiri” Nama : Ibu Yeli

Umur : 32 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMA

Ibu Yeli adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di lingkungan 11 Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Ibu Yeli ini memiliki 4 orang anak. Ibu Yeli memiliki kriteria tempat tinggal yaitu ada yang tidak punya tanah, tetapi punya rumah sendiri. Ibu Yeli sudah tinggal selama 28 tahun di daerah ini. Dimana latarbelakang ibu ini tinggal disini dikarenakan karena sudah lahir tinggal disini. Ibu Yeli tidak mengetahui bagaimana sejarahnya tanah ini, hanya orang tuanyalah yang lebih mengetahui sejarah lengkap mengenai tanah di daerah ini. Mereka dapat tinggal disini dikarenakan orang tuanyalah yang meminta izin untuk tinggal disini kepada tuan tanah yang bernama Ibu Asia yang juga tinggal di daerah tersebut. Dia juga membayar kontribusi sebesar Rp 100.000 /tahun kepada tuan tanah tersebut yaitu kepada Ibu Asia. Jumlah kontribusi yang harus dibayar tidak semuanya sama dengan warga masyarakat lainnya, karena tergantung dengan ukuran rumahnya.


(26)

63 Ibu Yeli ini juga membayar PBB sebesar Rp 20.000/ tahun. Tanah yang ditempati oleh Ibu Yeli ini juga menjadi incaran oleh developer. Ibu Yeli ini sebelumnya sudah mengetahui bahwa tanah di daerah ini akan dibangun CBD (Central Bussiness District), tetapi belum adanya kepastian dari pihak tuan tanah dan developer. Karena developer berencana akan membangun CBD (Central Bussiness District) di tanah tersebut. Sebelumnya Ibu Yeli ini sudah pernah berjumpa dengan dengan developer tersebut. Menurut Ibu Yeli ini jika sewaktu-waktu rumah yang dia tempati akan digusur, maka yang akan dilakukannya adalah pindah dan akan mencari rumah lagi.

4.2.2 Informan Kedua

Tipe Rumah “Tidak Punya Tanah tapi Punya Rumah Sendiri” Nama : Bapak Muhardi

Umur : 67 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Wiraswasta Pendidikan Terakhir : SMA

Bapak Muhardi adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di lingkungan 11 Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Yang melatarbelakangi bapak ini tinggal di daerah ini adalah dikarenakan orang tuanya sudah lama tinggal disini. Dia memiliki 4 orang anak. Dia tidak mengetahui bagaimana sejarahnya tanah ini. Karena yang lebih mengetahui sejarahnya lebih lengkap adalah orang tuanya. Tanah yang ditempatinya memiliki kriteria tempat tinggal yaitu ada yang tidak punya tanah, tetapi punya rumah sendiri.


(27)

64 Kemudian dia membayar kontribusi sebesar Rp 100.000/tahun kepada Ibu Asia selaku tuan tanah. Juga membayar PBB sebesar Rp 20.000/tahun. Bapak Muhardi ini sudah pernah berjumpa dengan pihak developer, karena tanah ini sudah menjadi incaran oleh pihak developer. Karena akan dibangun pusat bisnis seperti CBD (Central Bussiness District) di tanah tersebut. Menurut Bapak Muhardi, jika sewaktu-waktu tempat tinggal mereka akan digusur, maka yang akan dia lakukan adalah pindah dan akan mencari tempat tinggal baru lagi. Cuma untuk sampai saat ini, belum adanya kepastian antara pihak developer dengan tuan tanah. Sehingga sampai sekarang ini Bapak Muhardi masih tetap tinggal di lahan tersebut.

4.2.3 Informan Ketiga

Tipe Rumah “Rumah Sendiri tapi Tanah Developer” Nama : Ibu Eli

Usia : 47 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMP

Ibu Eli adalah salah satu warga yang tinggal di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Dimana tipe tanah yang ditempati oleh Ibu Eli ini adalah tipe tanah “rumah sendiri tapi tanah developer”. Yaitu maksudnya disini bahwa Ibu Eli membangun rumah miliknya sendiri tetapi membangun rumahnya di tanah developer. Jadi dapat dikatakan bahwa tanah tersebut adalah milik developer. Ibu Eli ini dengan modal nekat dan berani membangun rumahnya di tanah developer tersebut. Juga dikarenakan sewa rumah yang sudah habis, maka


(28)

65 dia pun membangun rumah tersebut. Ibu Eli ini memiliki 3 orang anak. Mereka sudah tinggal di tanah tersebut selama setahun. Dia meminta izin terlebih dahulu kepada kepling.

Kepling memberikan izin kepada Ibu Eli untuk tinggal di tanah tersebut. Lalu kepling akan memberitahukan kepada pihak developer bahwasanya tanah yang mereka miliki sudah ada yang menempatinya yaitu keluarga Ibu Eli. Mendengar hal tersebut, maka pihak developer pun segera mendatangi keluarga Ibu Eli yang telah berani membangun rumah di atas tanah milik dveloper tersebut. Akhirnya pihak developer pun mengizinkan keluarga Ibu Eli untuk tinggal di atas tanah milik developer tersebut. Tetapi dengan syarat apabila pihak developer akan menggunakan lahan tersebut, maka keluarga Ibu Eli harus meninggalkan rumah tersebut. Dulunya sejarah tanah ini dimiliki oleh tuan tanah dari keluarga Ibu Asia yang kemudian mereka jual dengan developer tersebut. Kemudian developer tersebut bermaksud akan membangun sebuah pusat bisnis kota atau yang biasa kita kenal dengan CBD (Central Business District). Tetapi kenyataannya sampai dengan saat ini kegiatan tersebut belum terlaksana.

Ibu Eli sudah pernah bertemu dengan pengacara developer yang bernama Bapak Martin secara 2 kali bertemu. Dulunya Ibu Eli juga mengetahui bahwa tanah yang mereka tempati ini adalah tanah milik developer yang sudah lama kosong tidak terpakai, maka dengan modal nekat Ibu Eli memberanikan diri untuk membangun rumah di atas tanah developer. Ibu Eli tinggal dirumah tersebut tidak adanya surat perjanjian dan tidak adanya bayaran seperti kontribusi. Hanya sebuah lisan saja yang dikatakan oleh pihak developer kepada Ibu Eli tersebut. Seperti mengatakan jika suatu saat pihak developer akan menggunakan tanah tersebut,


(29)

66 maka Ibu Eli dan keluarganya harus pindah dari rumah tersebut dan tidak adanya ganti rugi yang akan diberikan oleh pihak developer. Oleh karena hal tersebut, maka yang akan dilakukan Ibu Eli beserta keluarganya yaitu dengan cara pindah dan akan mencari rumah sewa lagi.

4.2.4 Informan Keempat

Tipe Rumah “Rumah Sendiri tapi Tanah Developer” Nama : Ibu Cintawati

Usia : 39 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMK

Ibu Cintawati ini adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Dimana dia memiliki 2 orang anak. Ibu Cintawati ini memiliki tipe rumah sendiri tapi tanah developer. Maka maksudnya disini bahwa Ibu Cintawati ini membangun rumah miliknya sendiri, tetapi dia membangun rumahnya di tanah milik developer. Dia sudah tinggal di rumah tersebut selama 2 tahun. Dia telah mendapatkan izin untuk tinggal di tanah tersebut oleh kepala lingkungan atau yang sering kita sebut dengan kepling. Tetapi sebelumnya, Ibu Cintawati sudah mengetahui bahwa tanah yang dia tempati adalah tanah milik developer. Tetapi dia tetap saja nekat untuk membangun rumahnya di atas tanah tersebut.

Menurut Ibu Cintawati, sejarah tanah tersebut adalah awalnya tanah yang dimiliki oleh seorang tuan tanah yang bernama Ibu Asia. Yang mana keluarga Ibu Asia pada zaman dahulu merupakan kerabat dekat dari keluarga Kesultanan Deli.


(30)

67 Sehingga keluarga Kesultanan Deli memberikan tanah tersebut kepada keluarga Ibu Asia. Setelah itu, pihak developer membeli tanah tersebut.

Begitu saja yang Ibu Cintawati tahu mengenai sejarahnya tanah yang dia tempati sekarang ini. Yang menjadi latar belakang Ibu Cintawati untuk tinggal di tanah tersebut adalah dikarenakan terdesaknya karena sewa rumah. Karena sewa rumahnya sudah habis, dan dilihatnya ada tanah kosong yang telah lama tidak berpenghuni, maka dia nekat untuk membangun rumahnya di atas tanah developer tersebut. Sebelumnya juga dia telah mengetahui bahwasanya tanah tersebut sudah lama kosong dan tidak ada yang menggunakan tanah tersebut selama 8 tahun. Sehingga dia pun nekat membangun rumahnya disitu. Sebelumnya dia belum pernah bertemu dengan developer tersebut. Tetapi setelah dia berani membangun rumahnya di atas tanah developer tersebut, maka dia sudah 2 kali bertemu dengan developer tersebut.

Ibu Cintawati tinggal di tanah tersebut tanpa adanya surat perjanjian atau apapun yang menyangkut dengan tanah tersebut. Tetapi pihak developer hanya memberikan syarat secara lisan saja, dan tidak menggunakan secara tertulis. Ibu Cintawati mendapatkan izin untuk tinggal di atas tanah milik developer tersebut dengan syarat yang apabila suatu waktu pihak developer tersebut akan menggunakan tanah tersebut, maka keluarga Ibu Cintawati harus meninggalkan rumah tersebut dan pihak developer tidak akan memberikan ganti rugi kepada Keluarga Ibu Cintawati tersebut. Karena berdasarkan isu-isu yang di dengarnya dari warga masyarakat lainnya yang juga tinggal di sekitarnya tersebut, bahwa tanah yang dia tempati akan dibangun sebuah pusat bisnis kota atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan CBD (Central Business District). Tetapi sampai


(31)

68 sekarang ini kegiatan tersebut belum ada kepastian yang diberikan oleh pihak developer tersebut. Sehingga sampai saat ini keluarga Ibu Cintawati dan warga masyarakat lainnya yang tinggal di atas tanah developer tersebut masih saja menempati rumahnya di atas tanah milik developer tersebut. Jika suatu saat nanti keluarga Ibu Cintawati disuruh pihak developer untuk meninggalkan tanah tersebut, maka keluarga Ibu Cintawati akan meninggalkannya dan berusaha mencari rumah sewa lagi.

4.2.5 Informan Kelima

Tipe Rumah “Rumah Sendiri tapi Tanah Developer” Nama : Ibu Normayani

Usia : 36 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMP

Ibu Normayani adalah salah satu warga yang tinggal di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Dia memiliki 2 orang anak. Dia memiliki tipe rumah milik sendiri tetapi tanah developer. Maka maksudnya disini dapat kita jelaskan bahwa Ibu Normayani membangun rumah miliknya sendiri, tetapi membangun rumah tersebut di atas tanah milik developer. Dia sudah setahun lebih tinggal di rumahnya tersebut. Yang menjadi latar belakang mengapa Ibu Normayani tinggal di tanah terebut yaitu dikarenakan bahwa dari lahir dia sudah berada di rumah tersebut. Menurutnya, dia tidak mengetahui bagaimana sejarah dari tanah yang dia tempati pada saat ini. Lalu dia mendapatkan izin untuk tinggal di tanah tersebut adalah dari developer.


(32)

69 Pihak developer tersebut memberikan perjanjian secara lisan yang mengatakan bahwa pada pada suatu waktu jika dveloper tersebut akan menggunakan tanah tersebut, maka keluarga Ibu Normayani harus pindah dari rumah ini, dan pihak developer tidak akan memberikan ganti rugi kepada keluarga Ibu Normayani. Ibu Normayani sudah sekali bertemu dengan pihak developer tersebut. Menurutnya, dia tidak mengetahui bahwa akan dibangunnya pusat bisnis kota atau yang biasa kita kenal dengan CBD (Central Business District) tersebut. Kemudian tidak adanya biaya kontribusi yang harus dibayarnya dan begitu juga tidak adanya pembayaran PBB yang dikenakan kepadanya. Jika suatu waktu nanti hal tersebut akan terjadi kepada keluarganya, maka yang dia lakukan sekeluarga adalah akan pergi meninggalkan tanah tersebut dan akan mencari rumah sewa yang bisa ditempatinya sekeluarga.

4.2.6 Informan Keenam

Tipe Rumah “Rumah Sendiri tapi Tanah Developer”

Nama : Ibu Emi

Usia : 39 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMP

Ibu Emi adalah salah satu wraga masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Dia memiliki 3 orang anak. Tipe rumah yang ditempati Ibu Emi ini adalah tipe rumah milik sendiri tetapi tanah developer. Maka maksudnya disini bahwa Ibu Emi membangun rumah miliknya sendiri di atas tanah milik developer. Dia membangun rumahnya dengan alasan dikarenakan


(33)

70 di daerah tersebut sangat enak untuk mencari makan dan karena dia juga sudah lamalahir dan tinggal di rumah tersebut. Dia tinggal di rumah tersebut sudah selama 6 tahun lamanya. Sebelumnya dia juga sudah mendengar dari warga masyarakat lainnya, jika tanah ini akan dibangun pusat bisnis kota. Tetapi sampai sekarang masih belum ada kepastiannya dari pihak developer tersebut. Tidak adanya biaya kontribusi yang dikeluarkan oleh Ibu Emi ini. Tidak adanya pembayaran PBB yang dilakukan oleh Ibu Emi ini.

Menurutnya, sejarah tanah yang dia tempati pada sekarang ini adalah tanah yang masing-masing dijual orang kepada pihak developer. Dia sebenarnya kurang mengetahui bagaimana sejarah awal dari tanah tersebut, menurutnya suaminyalah yang lebih mengetahui bagaimana sejarah yang terjadi pada tanah ini. Dia mendapatkan izin untuk tinggal di tanah tersebut dari pihak kepling dan pihak developer. Menurutnya adanya perjanjian secara lisan antara keluarganya dengan pihak developer tersebut. Ibu Emi ini juga belum pernah bertemu dengan developer tersebut, tetapi suaminya yang sudah pernah bertemu dengan developer tersebut. Sama dengan warga masyarakat lainnya yang tinggal di atas tanah milik developer tersebut, bahwa jika seandainya tanah tersebut akan digunakan oleh pihak developer tersebut, maka keluarga Ibu Emi harus meninggalkan rumah tersebut dan tidak akan mendapatkan ganti rugi dari pihak developer tersebut. Oleh karena itu, jika hal tersebut akan terjadi kepada keluarganya, maka dia akan berusaha untuk mempertahankan dan jika hal tersebut tidak bisa maka dia akan pindah dan mencari rumah lagi.


(34)

71 4.2.7 Informan Ketujuh

Tipe Rumah : “Rumah Sewa”

Nama : Ermawati

Usia : 51 Tahun

Pekerjaan : Jualan Sarapan Pendidikan Terakhir : SD

Ibu Ermawati ini adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Dia memiliki 6 orang anak. Dia memiliki tipe rumah sewa. Maksudnya adalah Ibu Ermawati ini menyewa rumah dari seorang tuan tanah yang menjadi pemilik dari rumah tersebut. Dia sudah 5 tahun lamanya tinggal di rumah sewa tersebut. Yang menjadi latar belakangnya dia menyewa rumah tersebut dikarenakan bahwa di daerah tersebut sangat enak dan mudah dalam bertetangga. Makanya dia memilih tinggal di daerah tersebut. Dia mengetahui adanya rumah sewa disitu dari saudaranya, tetangga serta adiknya yang juga tinggal di daerah tersebut. Sehingga dapat memudahkannya dalam mencari rumah sewa untuk ditempatinya.

Ibu Ermawati harus membayar kontribusi seperti pembayaran uang lampu, listrik, serta air kepada Ibu Ruqiyah, yang merupakan Ibu dari Buk Ana yang dikatakan sebagai tuan tanah atau pemilik rumah sewa tersebut. Harga biaya sewa rumah tersebut adalah sebesar Rp 2.500.000/tahunnya. Biasanya menggunakan kuitansi setelah pembayaran tersebut. Jumlah uang sewa rumah pada setiap rumah sewa pada masyarakat lainnya tidaklah sama. Jumlah biaya sewa rumahnya berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari bangunan rumahnya. Ibu Ermawati ini


(35)

72 tidak membayar PBB. Hal ini dikarenakan tuan tanah atau pemilik rumah sewa sendiri yang membayar PBBnya.

4.2.8 Informan Kedelapan

Tuan Tanah (Pemilik Rumah Sewa)

Nama : Ibu Endang Susanti

Usia : 45 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMK

Ibu Endang Susanti adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di Lingkungan XI di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Yang menjadi latar belakang mereka tinggal di daerah tersebut dikarenakan mereka tidak memiliki pilihan dan tidak memiliki rumah. Tetapi dikarenakan nenek dari Ibu Endang ini memiliki rumah, jadi mereka tinggal bersama dan mereka juga memiliki satu rumah sewa di dekat rumah yang mereka tempati dan mereka menyewakan rumah tersebut kepada Ibu Ermawati. Ibu Endang ini memiliki 2 orang anak. Rumah yang mereka tempati sekarang ini adalah rumah milik sendiri.

Dia sudah tinggal disitu selama 45 tahun. Ibu Endang ini tidak membayar PBB melainkan neneknyalah yang membayar PBB tersebut sebesar Rp 65.000/tahun. Kemudian bayar uang lampu tiap bulannya. Karena rumah yang mereka tempati adalah rumah milik sendiri, maka pihak-pihak seperti developer, mulai dari kepling sampai orang-orang yang bekerja kepada developer pun datang menjumpai Ibu Endang Susanti ini. Rupanya pihak developer sangat tertarik untuk membeli tanah yang ditempati oleh keluarga Ibu Endang Susanti ini.


(36)

73 Kemudian pihak developer menawarkan harga untuk membeli tanah yang ditempati Ibu Endang ini. Tetapi menurut Ibu Endang Susanti ini, pihak developer menawarkan harga yang terlalu rendah dibawah normal dalam jual beli tanah menurutnya. Menurutnya tidak adanya kejujuran pada pihak developer itu sendiri.

Hal ini dikarenakan pihak developer meminta 500 semeter. Dia sudah 5 kali bertemu dengan pihak developer tersebut. Tetapi menurut pengamatannya, pihak developer akan menjual tanah yang sudah dibelinya kepada pihak lain dengan harga yang jauh lebih mahal. Seperti dengan harga 2 juta/meter itu masih tanahnya saja, bangunan belum termasuk hitungan harga tersebut. Sehingga menurut Ibu Endang ini dapat dilihat bahwa adanya spekulan-spekulan tanah yang bermain dalam jual beli tanah tersebut. Menurut pengamatannya sendiri warga masyarakat ada yang dikarenakan keluarganya mendesak, makanya orang tersebut menjual tanahnya. Bahkan ada juga yang sampai menggadaikan tanahnya tersebut kepada pihak developer tersebut. Begitulah yang dikatakan Ibu Endang Susanti terhadap masalah tanah yang terjadi di lingkungan tersebut.

4.2.9 Informan Kesembilan

Tipe Rumah : Tidak Memiliki Tanah tetapi Punya Rumah Sendiri” Nama : Ibu Dani

Usia : 45 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga + Jualan Sarapan Pendidikan Terakhir : SMK

Ibu Dani adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di Lingkungan XI di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Dia sudah tinggal selama


(37)

74 33 tahun di rumah tersebut. Ibu Dani ini memiliki 3 orang anak. Tipe rumah yang ditempati Ibu Dani ini adalah tipe rumah yang tidak memiliki tanah tetapi mempunyai rumah sendiri. Maksudnya disini bahwa tanah yang ditempatinya adalah bukan miliknya tetapi dia membangun rumah miliknya sendiri di tanah tersebut. Yang menjadi latar belakang Ibu Dani ini tinggal di rumah ini adalah dikarenakan dibawa oleh kedua orang tuanya dan dikarenakan tanggung jawab keluarga, serta merasa nyaman dan tempatnya sangat strategis untuk tinggal di rumah tersebut.

Mereka tinggal di rumah tersebut tanpa adanya izin tetapi rumah sewa terus dibeli tapi tetap tidak ada sewa jadi Ibu Dani tersebut melapor hal tersebut kepada kepling. Setahu Ibu Dani ini, tanah yang ada di daerah tersebut adalah tanah dari Sultan Deli yang kemudian tanah tersebut digarap sama warga. Seperti tanah yang ditempati oleh Ibu Dani ini adalah tanah yang dimiliki oleh seorang warga yang bernama Ibu Anti. Ibu Anti adalah salah satu warga yang tinggal di lingkungan tersebut, dan mamaknya adalah seorang anak dari panti asuhan. Sehingga mamak Ibu Anti tersebut dipercayakan untuk mengurus tanah tersebut sama pengurus panti asuhan. Dikarenakan pemikiran maju yang dimiliki mamaknya Ibu Anti tersebut, dan dia juga berdekatan dengan Sultan Deli, maka dia mengurus kepemilikan atas lahan tersebut.

Menurutnya lagi, bahwa suratnya masih atas nama Grand Sultan. Pihak developer pun mengatakan bahwa surat tersebut masih atas nama Grand Sultan, tetapi sertifikatnya hak pakai dan bukan hak milik. Maka timbulnya prona, yaitu ketika sebuah tanah tidak dikelola selama ± 25 tahun maka Ibu ini ada haknya


(38)

75 untuk mengelola lahan tersebut. jadi dikarenakan dia yang mengelola tanah tersebut, maka dialah yang direkomendasikan untuk mengelola tanah tersebut.

Begitulah menurut sejarah yang diketahui oleh Ibu Dani ini. Biaya kontribusi yang harus dibayar oleh Ibu Dani ini adalah sebesar Rp 300.000/ tahun. Tiap bulannya dia harus membayar uang lampu, sewa tanah, dan juga PBB. Biaya PBB ynag harus dibayarnya adalah sebesar Rp 42.000/tahun. Ibu Dani ini sudah pernah beberapa kali bertemu dengan pihak developer. Mereka akan bertemu jika ada masalah yang terjadi antara warga masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dengan pihak developer mengenai masalah tanah yang ada di daerah tersebut.

4.2.10 Informan Kesepuluh Tuan Tanah (Pemilik Rumah Sewa) Nama : Ibu Asia

Usia : 65 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMP

Ibu Asia ini adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Ibu Asia ini adalah salah satu tuan tanah atau pemilik rumah sewa yang ada di lingkungan rumah tersebut. Dia mendapatkan tanah tersebut dari Kesultanan Deli. Dimana dari ayahnya yang merupakan orang terdekat dengan Kesultanan Deli dan kemudian sepupunya membeli tanah tersebut yang bernama Zainal Abidin Arsyad, yang kemudian dibeli oleh pihak developer dengan harga 1 milyar rupiah. Dibayar kepada Bank Mestika. Sudah 8 tahun lamanya. Ibu Asia ini memiliki ± 50 rumah yang


(39)

76 disewakannya. Masyarakat yang menyewa rumahnya tersebut harus membayar kontribusi kepadanya 1 tahun hanya Rp 100.000.

Tetapi dengan berjalannya waktu, masyarakat yang menyewa rumahnya tersebut ada yang membayar uang sewa, tetapi ada juga yang tidak membayar uang sewa. Tetapi Ibu Asia ini hanya mendiamkan saja masyarakat yang tidak membayar uang sewanya tiap tahun. Dia tidak begitu tahu lebih jelas mengenai tanah yang dibeli oleh developer tersebut. Dikarenakan saudaranya yang lain yang lebih mengerti dan memahami masalah yang terjadi mengenai tanah tersebut. Tetapi tidak semuanya tanah yang dibeli developer itu adalah tanahnya, tetapi tanah milik masyarakat lainnya yang dibeli oleh pihak developer.

4.2.11 Informan Kesebelas Kepala Lingkungan XI

Memiliki Tipe Rumah “Rumah Sendiri Tetapi Tanah Developer” Nama : Bapak Budi Pohan

Usia : 45 Tahun

Pekerjaan : Kepala Lingkungan XI Pendidikan Terakhir : SMA

Bapak Budi Pohan ini adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun dan sekaligus menjabat sebagai kepala lingkungan XI atau yang biasa kita kenal dengan sebutan kepling. Dia memiliki 2 orang anak. Dia sudah lama tinggal di Kelurahan Sei Mati. Dia juga menempati tanah milik pihak developer. Sebelumnya dia sudah mengetahui bahwa tanah yang dia tempati adalah tanah developer. Tetapi karena dilihatnyalah


(40)

77 tanah tersebut sudah kosong bertahun-tahun, maka dia pun membangun rumahnya. Dia sudah mengetahui bahwa tanah ini akan dibangun CBD. Dia sudah sering sekali bertemu dengan pihak developer tersebut. Sama juga dengan masyarakat lain yang tinggal di tanah milik developer juga tidak adanya pembayaran kontribusi dan pembayaran PBB kepada pihak developer. Dia dan juga masyarakat yang lainnya merasa siap jika sewaktu waktu pihak developer menggusur rumah mereka.

Menurutnya, sejarah tanah di Kelurahan Sei Mati tersebut yaitu pertamanya tanah ini dinamakan gang becek. Dikarenakan jalannya yang sangat becek jika terjadinya hujan. Jumlah penduduk di Kelurahan Sei Mati ini adalah sebanyak 8.271 jiwa. Menurutnya, luas tanah yang ada di Kelurahan Sei Mati ini adalah sebesar 7 Ha. Menurutnya juga tanah tersebut sudah ada berkisar 15 tahun. Setiap masyarakat yang tinggal di tanah tersebut ada yang melapor kepadanya, dan ada juga yang tidak melapor kepadanya. Di lingkungannya terdapat beberapa tipe tanah. Yaitu seperti tidak ada tanah tetapi mempunyai rumah sendiri, adanya rumah sewa, adanya rumah sendiri tetapi tanah wakaf, adanya rumah sendiri tetapi tanah developer, adanya mendirikan tanah developer tetapi disewakan dan adanya rumah pribadi dan tanah pribadi. Bapak Budi Pohan ini sudah mengetahui bahwa tanah tersebut adalah milik pihak developer.

Menurutnya, pihak developer membeli tanah tersebut dari tanah-tanah milik warga masyarakat yang tinggal disitu juga. Menurut Pak Budi Pohan dari pihak developer mengatakan tanah tersebut akan digunakan untuk pelurusan dan penimbunan pada Sungai Deli. Tetapi menurutnya hal tersebut tidak mungkin dilakukan. Yang kemudian didengarnya adalah akan dibangunnya CBD di tanah


(41)

78 tersebut. Menurut Bapak Budi Pohan ini juga bahwa pada pihak developer ini memiliki surat-surat tanah. Dia kurang mengetahui kalau dari pihak developer tersebut memiliki surat IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Pihak developer ini berasal dari PT Kastil Kencana yang atas nama Bapak Sudarto dan memiliki kerja sama dengan Mega Grup dengan atas nama Bapak Martin. Sudah sering sekali pihak developer melakukan cara-cara untuk melakukan penggusuran kepada masyarakat yang tinggal di tanah tersebut.

Seperti dengan cara melakukan penawaran dengan harga yang murah kepada masyarakat yang memiliki tanah disitu dan mengancam memberikan surat kepada Bapak Budi Pohan ini untuk melakukan penggusuran dengan tempo waktu dua minggu ataupun sebulan. Jika hal itu terjadi kepada mereka, mereka siap untuk pindah dari tanah tersebut. Bagi masyarakat yang menempati tanahnya tersebut, tidak adanya ganti rugi yang diberikan oleh pihak developer. Pernah juga pada 10 tahun yang lalu, dimana pihak developer melakukan pemindahan-pemindahan terhadap makam perkuburan Minang dan Jawa di lingkungan 11 tersebut.

Melihat hal tersebut, masyarakat sering mengeluh kepada Bapak Budi Pohan ini mengenai akan dibangunnya CBD di daerah tersebut. mereka mengeluh, dikarenakan pihak developer tersebut akan memberikan harga yang murah kepada masyarakat yang tinggal disitu. Juga adanya perlawanan dari masyarakat dikarenakan bertentangan dengan memaksa masyarakat untuk menjual tanahnya dengan harga yang murah dari pihak developer. Yang ikut terlibat dalam perlawanan tersebut adalah tokoh-tokoh masyarakat yang ada di tanah ini. Masalah tersebut sampai saat ini tidak ada terjadi pembelian tanah lagi. Hal ini


(42)

79 dikarenakan banyaknya kendala-kendala yang terjadi pada pihak developer seperti adanya makam perkuburan di sekitar lingkungan tersebut, serta saat ini pihak developer sedang mengalami kekurangan dana untuk melanjutkan pembangunan di tanah tersebut.

4.2.12 Informan Keduabelas Nama : Bapak Heri

Usia : 52 Tahun

Pekerjaan : Kontraktor di PT Kastil Kencana Pendidikan Terakhir : SMA

Bapak Heri ini adalah salah satu pegawai yang bekerja di PT Kastil Kencana. Bapak ini adalah merupakan salah satu orang yang dipercaya dan dekat dengan pihak developer tersebut. Dia memiliki 6 orang anak. Tadinya dia tinggal di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun tersebut, tetapi sekarang dia tinggal di Jalan Krakatau Medan. Menurutnya, masalah yang terjadi di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun ini pada awalnya dari pemerintah Kota Medan bekerja sama dengan PT Kastil Kencana untuk menanggulangi masalah banjir di Kelurahan Sei Mati tersebut. Maka mereka akan melakukan pelurusan serta penimbunan pada Sungai Deli tersebut. Tetapi pihak developer mengajukan diri untuk melakukan kegiatan tersebut. Jadi agar kegiatan tersebut dapat terlaksana, maka pihak developer membeli rumah serta tanah milik masyarakat yang ada di sekitar sungai tersebut. Maksud pihak developer membeli tanah tersebut, yaitu agar daerah tersebut kosong dan tidak ada lagi yang tinggal di daerah tersebut.


(43)

80 Tetapi hanya sebagian saja masyarakat yang mau menjual rumah sekaligus tanah mereka. Pihak developer memiliki surat-surat tanah yang telah dibelinya. Dia membeli tanah tersebut dengan uang milik sendiri. Tanah yang dibelinya pada tahun 2002 s/d sekarang ini. Melihat cara yang dilakukan pihak developer kepada masyarakat tersebut, maka masyarakat berspekulasi bahwa pihak developer bukan untuk melakukan pelurusan serta penimbunan pada Sungai Deli, tetapi akan membangun pusat bisnis kota di daerah tersebut. Sehingga sebagian masyarakat tetap akan mempertahankan tanah yang dimilikinya dan tidak mau menjual tanahnya kepada pihak developer. Sehingga kegiatan tersebut sampai sekarang terhenti, karena daerah tersebut masih adanya permukiman masyarakat yang tinggal disitu dan juga adanya kendala seperti adanya kuburan-kuburan di daerah tersebut.

Tanah milik pihak developer tersebut sekarang sudah ditempati oleh masyarakat disana karena masyarakat nekat untuk membangun rumahnya disitu. Ada sekitar 25% rumah yang telah ditempati oleh masyarakat tersebut. Pihak developer sudah pernah bertemu dengan masyarakat yang ada di Kelurahan Sei Mati tersebut. Dulu adanya batas-batas ataupun slogan-slogan yang diletakkan di tanah tersbeut, tetapi sekarang ini sudah tidak ada batas-batas tersebut. Padahal dulunya dia dan teman-teman lainnya mendapatkan surat tugas untuk mengamankan daerah di tanh tersebut. Tetapi masyarakat tetap nekad tinggal di tanah milik pihak developer tersebut. Padahal masyarakat tersebut sudah mengetahui dari awal bahwasanya tanah tersebut adalah milik developer, tetapi mereka tetap membangun rumah di atas tanah developer.


(44)

81 Padahal pihak developer memberikan surat kepada Kelurahan, Camat serta Pemko setempat untuk melakukan pembongkaran terhadap rumah-rumah warga yang telah menempati tanah developer tersebut, tetapi sampai sekarang belum ada tanggapan dari mereka. Pihak developer sudah lama berbisnis dan sudah membuka cabang perusahaan di Jakarta dan Malaysia. Pihak developer membayar PBB sebesar 6 jutaan/tahun seluruhnya. Pihak developer merasa beruntung membeli tanah warga masyarakat yang ada disitu dikarenakan harganya sama-sama sesuai sehingga tanh tersbeut dapat dibelinya. Tetapi dikarenakan sekarang ini kegiatan tersebut terhenti karena banyaknya kendala yang dihadapi oleh pihak developer, serta sekarang ini pihak developer sedang mengalami ketidakadanya biaya yang mana pihak pemko tidak mau ikut membantu. Sedangkan pihak developer sudah banyak mengeluarkan dana untuk melakukan kegiatan tersebut dengan dana milik sendiri tanpa adanya bantuan dari pihak pemko setempat. Sehingga sampai saat ini belum adanya kejelasan dari kejadian tersebut.

4.3 Hasil Interpretasi Data

4.3.1 Relasi Aktor-Aktor Dalam Spekulasi Tanah di Perkotaan

Kekuasaan, menurut pandangan Foucault, tidaklah dimiliki (possessed) melainkan bermain atau dimainkan secara terus-menerus. Sehingga kebijakan yang selalu dikaitkan dengan pemerintah itu (instrument of governance) boleh dibilang sebagai alat ataupun instrumen, yang biasanya dipakai oleh pemerintah dalam memainkan kekuasaan yang terdapat di dalam relasi-relasi antara pemerintah dan individu-individu. Namun sebaliknya juga, para individu pun


(45)

82 dapat memainkan kekuasaan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (Zuska, 2005)

Hubungan yang terjadi di antara relasi aktor-aktor disini yang dimaksud adalah di dalam masalah spekulasi tanah, terdapat adanya relasi antara masyarakat, negara dan pasar. Dimana masyarakat, dalam hal ini sebagai warga masyarakat adalah selaku pemilik tanah dan sebagai masyarakat yang tinggal di tanah tersebut yang akan terkena dampak langsung dari adanya kegiatan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum atau yang biasa kita kenal sebagai pusat bisnis kota yaitu CBD (Central Business District). Karena hal tersebut mereka kehilangan atau berkurangnya hak atas kepemilikan tanah, bangunan, beserta aset-aset lainnya yang terletak di atas tanah. Lalu adanya negara, dimana negara yang kita ketahui diwakili oleh pemerintah, yang juga sebagai selaku aparat penyelenggara negara, mereka berperan penting di dalam kegiatan pembangunan yang dilakukan negara.

Kemudian adanya pasar, yang biasanya diwakili oleh korporasi sebagai pelaku pasar, dalam hal kegiatan spekulasi tanah yang diwakili oleh aktor-aktor seperti developer (pemilik tanah), masyarakat, lurah, pemko setempat, kepling, ormas, polisi, calo-calo (orang yang bekerja dengan develover) maupun investor-investor tanah pemilik modal lainnya yang ikut serta dalam hal kegiatan tersebut. Sebenarnya aktor utama di dalam relasi antara masyarakat, negara, dan pasar ini ada pada negara. Karena negara merupakan suatu lembaga yang memiliki kewenangan. Akan tetapi jika kita lihat di dalam era industrialisasi dan kapitalisme global ini, maka peranan negara di dalam proyek-proyek dalam


(46)

83 pembangunan ini terkadang digantikan oleh peran pasar itu sendiri atau yang biasa kita kenal dengan modal yang diwakili oleh para pelaku investor-investor tanah.

Terlebih lagi apabila peran negara yang lemah dalam hal ini, biasanya modal dalam hal pembebasan tanah. Biasanya modal dalam hal pembebasan tanah harus berasal dari anggaran dalam pemerintahan itu sendiri. Maka disinilah letak potensi pasar itu sendiri untuk bisa ikut terlibat di dalam penentuan harga tanah misalnya, karena tanah-tanah tersebut sudah dikuasai oleh pemilik modal yaitu spekulan atau investor tanah yang mana pada akhirnya membuat mereka memiliki posisi tawar yang lebih baik, daripada kebanyakan warga masyarakat pemilik tanah yang mungkin saja memiliki aset tanah dan beserta rumah tempat tinggal dan untuk kegiatan usaha satu-satunya di tempat pelaksanaan kegiatan pembangunan proyek infrastruktur tersebut.

Melihat kondisi masyarakat yang seperti itu maka akan terancam kesejahteraannya apabila kemudian satu-satunya aset berharga yang mereka miliki seperti tanah atau bangunan harus dibebaskan dari adanya pembangunan pembangunan untuk pusat bisnis kota atau yang biasa kita kenal dengan CBD (Central Business District), dan terlebih lagi dengan apabila biaya kompensasi atau biaya ganti rugi yang diberikan tidak memadai untuk dapat mempertahankan tingkat kesejahteraan warga masyarakat minimal akan sama dengan kondisi dimana sebelum akan dilaksanakannya kegiatan pembangunan tersebut.

Di sini juga kita dapat melihat bahwa masyarakat dijadikan sebagai media, untuk menempati tanah tersebut dengan maksud bahwa jika suatu waktu tanah tersebut akan dipakai, maka masyarakat yang menempati tanah tersebut harus pindah atau dengan kata lain akan digusur oleh pihak developer. Adanya syarat


(47)

84 perjanjian secara lisan yang dilakukan antara masyarakat dengan pihak developer, yang mana memberikan peringatan kepada masyarakat bahwa suatu waktu tanah yang mereka tempati akan digunakan oleh pihak developer, maka masyarakat harus siap untuk pindah dari rumah tersebut. Dari pihak developer tidak akan memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang menempati tanah tersebut.

Di sini dapat kita lihat bahwa adanya suatu relasi yang terjadi di antara para aktor-aktor dalam spekulasi tanah di perkotaan ini seperti adanya relasi antara developer dengan masyarakat, relasi antara developer dengan Pemko Medan Setempat, relasi antara developer dengan lurah, relasi antara kepling dengan Pemko Medan, relasi antara developer dengan kepling, relasi antara kepling dengan masyarakat, relasi antara developer dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional), relasi developer dengan ormas (Pam Swakarsa), relasi antara ormas GM3B (Gerakan Masyarakat Medan Maimun Bersatu), dan relasi antara developer dengan polisi.

Untuk lebih jelasnya, maka peneliti akan memberikan penjelasan secara lebih rinci, yaitu sebagai berikut :

1. Relasi Antara Developer & Masyarakat

Pihak developer mendekati masyarakat yaitu dengan cara memberi rumah sekaligus tanah yang dimiliki masyarakat tersebut dengan harga yang murah sehingga sebagian masyarakat mau menjual rumah sekaligus tanah yang mereka punya kepada developer. Tetapi sebagian masyarakat lainnya tidak mau menjual rumah sekaligus tanahnya kepada developer. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah berspekulasi bahwa pihak developer bukan untuk melakukan pelurusan


(48)

85 serta penimbunan Sungai Deli agar tidak banjir, tetapi melainkan akan membangun pusat bisnis kota di daerah tersebut. Kemudian bagi masyarakat yang telah membangun rumah di tanah developer tersebut, pihak developer telah memberikan syarat perjanjian kepada masyarakat tersebut, yaitu jika suatu waktu developer akan menggunakan tanah tersebut, maka yang harus dilakukan masyarakat tersebut adalah harus siap untuk pindah dari tanah tersebut.

Tanpa adanya ganti rugi yang diberikan oleh pihak developer tersebut. Sampai saat ini pihak developer telah mengalami kerugian yang sangat besar, hal ini dikarenakan sudah banyaknya dana yang ia telah keluarkan untuk membangun kegiatan tersebut, tetapi banyaknya kendala dan ketidakmauan masyarakat untuk menjual rumah serta tanahnya kepada pihak developer, sehingga kegiatan tersebut terhenti sampai saat ini dan kejadian ini telah membuat pihak developer mengalami kekurangan dana. Berdasarkan data di atas, maka dapat kita analisis bahwa disini dapat kita melihat bahwa adanya sebuah aneksasi, yaitu suatu bentuk pengambilalihan suatu lahan atau wilayah yang telah dilakukan oleh suatu perusahaan dengan secara paksa ataupun dengan cara tindak kekerasaan dan atau dilakukan dengan cara pencamplokan daerah tersebut.

Sehingga terjadi adanya suatu kekuatan dari perusahaan atau koorporasi dari PT Kastil Kencana Medan yang telah menguasai tanah atau lahan di daerah Kelurahan Sei Mati dengan cara pencaplokan dan pengkaplingan di daerah tersebut. Adanya kekuatan untuk menguasai lahan tersebut dikarenakan adanya kekuatan perusahaan tersebut dalam hal modal ataupun dana yang besar dalam mengerjakan proyek tersebut. Serta juga adanya hubungan relasi yang kuat dari pihak developer terhadap pemko Medan setempat dengan melakukan berbagai


(49)

86 macam strategi yang dilakukan demi menyukseskan proyek tersebut. Maka dengan melihat hal tersebut masyarakat melakukan resistensi ataupun gerakan penolakan terhadap proyek yang mereka lakukan yaitu dengan melakukan demo dengan mendatangi pemerintah Kota Medan, DPRD Kota Medan. Tetapi tidak ada satu pun instansi pemerintahan tersebut yang mau menanggapi permasalahan yang terjadi. Karena mereka juga mengetahui bahwa kegiatan proyek tersebut sudah cacat hukum, hal ini dikarenakan tidak adanya AMDAL dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan).

2. Relasi Antara Developer & Pemko Medan

Pihak developer dan Pemko Medan memiliki kerja sama yang menyatakan bahwa mereka akan membuat pelurusan serta penimbunan terhadap Sungai Deli tersebut. Proyek penimbunan serta pelurusan tersebut diakui oleh Pemko Medan tidak memiliki AMDAL serta IMB (Izin Mendirikan Bangunan) yang telah dikatakan oleh Kepala Dinas Pengairan Medan pada tahun 2000. Tetapi kegiatan tersebut akan terlaksana, jika daerah tersebut telah dikosongkan. Jadi pihak developer membeli rumah dan tanah milik masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dengan uang milik pribadinya sendiri. Dari pihak pemko akan mengganti dana yang telah dikeluarkan oleh pihak developer jika kegiatan ini akan terlaksana. Tanpa adanya dana yang diberikan pemko kepada pihak developer. Sehingga dana yang telah digunakan untuk melakukan kegiatan ini adalah tanah milik developer sendiri. Sampai saat ini kita dapat melihat bahwa kegiatan ini tertunda dikarenakan banyaknya kendala yang terjadi di tanah tersebut.


(50)

87 Kegiatan proyek penimbunan dan pelurusan ini terjadi pada tahun 2000. Sejak sampai saat ini, baik dari pihak developer dan pemerintah Kota Medan tidak ada yang mengaku dan bertanggung jawab serta mengganti kerugian yang telah dialami oleh masyarakat sebagai dampak dari kehadiran proyek kegiatan pelurusan atau penimbunan sungai tersebut. Padahal seharusnya dari awal pemerintah Kota Medan melakukan pengawasan terhadap kegiatan pelurusan atau penimbunan sungai tersebut. Dampak dari adanya kegiatan tersebut adalah semakin meningkatnya frekuensi banjir akibat penimbunan dan penembokan bantaran Sungai Deli tersebut.

Seperti adanya kuburan di daerah tersebut, dan adanya ketidakmauan masyarakat untuk menjual tanah sekaligus rumahnya kepada pihak developer. Sehingga kegiatan ini pun tertunda sampai saat ini. Dikarenakan hal tersebut, maka dari pihak developer telah mengalami banyak kerugian yang besar, hal ini dikarenakan dananya tertanam di lahan tersebut sedangkan dari pihak pemko setempat tidak adanya tanggapan mengenai masalah yang terjadi saat ini. Pada saat ini juga pihak developer telah mengalami kekurangan dana, sehingga mereka tidak dapat melanjutkan kegiatan tersebut. Untuk saat ini belum ada kelanjutan mengenai kegiatan proyek ini. Dikarenakan tidak adanya dana yang dimiliki oleh pihak developer untuk melanjutkan kegiatan tersebut. Semua instansi tidak mau menanggapi masalah yang terjadi sampai dengan saat ini dan juga tidak adanya pertanggung jawaban atas masalah yang terjadi pada tahun 2000 tahun yang lalu.


(51)

88 3. Relasi Antara Developer & Lurah

Di sini dapat kita lihat bahwasanya developer memiliki hubungan dengan pemko medan setingkat yaitu Lurah Sei Mati pada tahun 2000. Dimana lurah pada tahun ini sangat mendukung adanya kegiatan yang dilakukan oleh pihak developer tersebut. Developer bersama dengan Lurah Sei Mati pada tahun 2000 ini telah melakukan pelurusan serta penimbunan terhadap bantaran Sungai Deli yang mereka lakukan tanpa memikirkan dampak yang terjadi akibat dari adanya kegiatan tersebut. Padahal kita mengetahui bahwa kegiatan tersebut tidak adanya AMDAL dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), tetapi walaupun begitu mereka masih terus melakukan kegiatan tersebut.

Pada sekarang ini lurah tersebut sudah diganti. Lurah yang sekarang tidak tahu mengenai masalah yang pernah terjadi di Sei Mati tersebut. Sehingga saat penulis menanyakan masalah yang terjadi dia lebih menyarankan peneliti untuk menanyakan langsung masalah tersebut kepada kepling. Karena menurutnya kepling yang lebih mengetahui masalah yang terjadi di Sei Mati. Di sini hubungan kepling dengan lurah yang sebelumnya adalah sangat bertolak belakang. Karena di sini kepling lebih berpihak kepada masyarakat. Sedangkan lurah lebih berpihak kepada pihak developer. Disini lurah membantu kegiatan proyek yang dilakukan poleh pihak developer. Sedangkan pihak kepling dibantu bersama dengan masyarakat untuk mempertahankan daerah tempat tinggal mereka. Pihak lurah disini tidak mau bertanggung jawab dan menanggapi masalah yang pernah terjadi pada tahun 2000 tersebut. Padahal pada tahun 2000 tersebut, pihak lurah sangat memberikan dukungan penuh dengan pihak developer dalam melakukan kegiatan proyek tersebut.


(52)

89 4. Relasi Antara Kepling & Pemko

Relasi antara kepling dan pemko disini dapat kita lihat bahwasanya kepling tidak mendukung dengan adanya kegiatan yang akan dilakukan oleh developer dengan pemko setempat. Hal ini dikarenakan kepling bersama dengan masyarakat setempat berspekulasi bahwa kegiatan tersebut bukan untuk melakukan pelurusan serta penimbunan pada Sungai Deli, tetapi mereka akan membangun pusat bisnis kota seperti CBD di daerah tersebut. Sehingga masyarakat bersama kepling bersama-sama mempertahankan tempat tinggal mereka. Memang sebelumnya pihak developer beserta pemko meminta izin kepada kepling untuk melakukan kegiatan tersebut. Tetapi kepling tidak mengizinkan mereka untuk melakukan proyek tersebut, tetapi mereka tetap melakukan hal tersebut tanpa adanya AMDAL dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan).

Hubungan antara kepling dengan pemko disini sangat bertolak belakang. Karena masing-masing disini memiliki kepentingan yang berbeda-beda pula. Kegiatan proyek yang dilakukan pihak developer tersebut tidak diawasi oleh pihak pemko sehingga beberapa hari kemudian pemko baru mengetahui bahwa adanya kegiatan proyek tersebut dan tidak memiliki izin dalam melakukan kegiatan proyek tersebut. Untuk saat ini belum ada tanggapan dari pihak pemko mengenai kegiatan proyek tersebut. Dikarenakan tidak adanya dana pada pihak developer untuk melanjutkan kegiatan proyek tersebut. Kepling disini memiliki peranan memberitahukan kepada masyarakat dengan kegiatan proyek yang dilakukan oleh pihak developer. Sedangkan pada pihak pemko memiliki peranan dalam mengawasi setiap kegiatan proyek yang dilakukan oleh pihak developer.


(53)

90 5. Relasi Antara Developer & Kepling

Pihak developer memberikan perintah kepada kepling di Lingkungan XI untuk mengawasi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Mengawasi jika ada masyarakat yang berani membangun rumah di tanah milik developer tersebut. Benar saja, dikarenakan tanah milik developer sudah bertahun-tahun kosong, maka masyarakat berani membangun rumahnya di atas tanah developer tersebut, padahal masyarakat sudah mengetahui bahwa tanah tersebut adalah milik pihak developer, tetapi mereka tidak menghiraukannya. Melihat kelakuan yang dilakukan masyarakat tersebut, maka kepling memberitahukan hal tersebut kepada developer. Kemudian developer memberikan perjanjian kepada masyarakat yang menempati tanahnya untuk jika suatu waktu tanah tersebut akan digunakannya, maka warga harus siap untuk pindah dari tanah tersebut tanpa adanya ganti rugi yang diberikan oleh developer.

Sudah berbagai cara yang dilakukan developer kepada kepling agar masyarakat tersebut pindah dari tanah tersebut. Yaitu pernah kepling tersebut diberikan dana untuk melakukan berbagai cara asalkan masyarakat tersebut pindah dari tanah tersebut. Tetapi kepling tidak mau menerima dana yang diberikan oleh developer. Karena kepling lebih berdominan terhadap masyarakat yang ada di tanah tersebut. Karena juga kepling tinggal di tanah milik developer sehinggga memiliki perasaan yang sama dengan masyarakat yang menempati lahan milik developer tersebut. Mereka bersama-sama berusaha mempertahankan tempat tinggal mereka.


(54)

91 6. Relasi Antara Kepling & Masyarakat

Kepling disini mendapatkan tugas untuk mengawasi warganya yang berani menempati tanah developer. Benar saja, tanah tersebut sudah ditempati oleh masyarakat tersebut sehingga kepling memberikan perjanjian kepada masyarakat yang menempati tanah developer. Tetapi ada juga masyarakat yang terlebih dahulu meminta izin kepada kepling untuk membangun rumahnya di tanah developer tersebut dan ada juga masyarakat yang tidak memberitahukan terlebih dulu kepada kepling tersebut. Kemudian kepling melaporkan beberapa warga yang telah membangun rumah di atas tanah developer tersebut kepada developer. Kemudian developer mendatangi warga tersebut dan lalu memberikan peringatan serta perjanjian bahwa suatu waktu jika tanah tersebut akan digunakan maka masyarakat harus pindah dari tanah tersebut tanpa adanya ganti rugi dari pihak developer. Kepling dengan masyarakat bersama-sama berusaha mempertahankan tempat tersebut dari adanya penggusuran yang dilakukan oleh pihak developer.

Mereka juga membentuk suatu ormas seperti pam swakarsa yang juga membantu dalam menyelesaikan masalah ataupun konflik yang terjadi di daerah tersebut. Kepling disini juga menempati tanah developer, sehingga kepling dengan masyarakat yang menempati lahan milik developer memiliki nasib yang sama. Yaitu sama-sama menempati tanah milik developer. Sehingga kepling lebih berdominan memihak masyarakat yang ada di daerah tersebut daripada berpihak dengan developer. Karena hubungan kepling dengan masyarakat di lingkungan tersebut sangat dekat dan kuat dalam hal apa pun. Seperti jika pihak developer datang untuk menggusur tempat mereka tinggal, maka yang pertama kali melawan pihak developer tersebut adalah kepling.


(55)

92 7. Relasi Antara Developer & BPN

Disini pihak developer mendatangi pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) yaitu dalam hal memberikan pengakuan kepada pihak BPN dan dalam hal pengurusan surat-surat tanah, bahwasanya sebagian tanah ataupun lahan yang ada di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun tersebut adalah merupakan milik pihak developer tersebut. Pihak developer memiliki surat-surat tanah yang telah mereka beli rumah serta tanah dari sebagian masyarakat yang tinggal di daerah Sei Mati tersebut. Pihak developer memiliki seorang pengacara yang mana dalam hal ini adalah sebagai orang yang mengurus urusan dalam hal surat-surat tanah tersebut. Setiap melakukan transaksi jual beli tanah masyarakat, pihak developer memiliki surat-surat tanah yang sudah dibelinya kepada masyarakat bahwa surat-surat tanah tersebut sudah menjadi miliknya secara hukum sudah sah.

Hubungan antara developer dengan BPN sangat berpengaruh dalam hal kepemilikan lahan tanah di Sei Mati tersebut. Karena setiap transaksi jual beli tanah dan rumah, maka pihak developer membelinya dengan beserta surat-surat tanah yang dia dapatkan dari masyarakat yang telah dibelinya rumah tersebut. Pihak developer memiliki seorang pengacara yang memiliki peranan penting dalam hal mengurus kepemilikan lahan di lingkungan tersebut. Sudah banyak sekali masalah pertanahan yang melibatkan pihak BPN. Salah satu kegiatan dalam program strategis BPN RI lainnya adalah percepatan penyelesaian kasus pertanahan. Berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, kasus pertanahan adalah sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan,


(56)

93 penyelesaian sesuai peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional.

8. Relasi Antara Kepling & Ormas (Pam Swakarsa)

Disini dapat kita lihat bahwasanya kepling bersama masyarakat disini membentuk suatu ormas yang bernama Pam Swakarsa yang di dalamnya terdapat beberapa masyarakat yang tinggal di daerah tersebut serta para orang tua yang sudah lama tinggal di daerah tersebut, remaja, pemuda setempat dan lain sebagainya. Dimana kepling dan pam swakarsa ini bekerja sama dalam hal membantu ataupun menyelesaikan adanya masalah ataupun konflik yang terjadi di daerah tersebut. Pam Swakarsa ini memiliki solidaritas yang tinggi dan membantu kepling dalam menyelesaikan masalah yang terjadi antara pihak developer dengan masyarakat.

Resistensi atau perlawanan yang mereka lakukan pernah terjadi pada tahun 2000. Dimana pada saat itu telah terjadi konflik yang menyangkut pihak developer dengan masyarakat mengenai masalah penimbunan atau penembokan bantaran Sungai Deli yang mengakibatkan banjir yang besar terhadap masyarakat. Hal ini sangat membuat masyarakat marah dan meminta pertanggung jawaban kepada pihak yang bersangkutan atas masalah yang terjadi. Karena disini terdapat adanya ketidakadilan terhadap masyarakat yang tinggal di daerah lahan tersebut dengan adanya kegiatan yang mereka lakukan. Untuk membatu masyarakat dalam masalah tersebut, maka ormas seperti Pam Swakarsa yang juga berisikan masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut berusaha mempertahankan daerah tempat tinggal mereka dengan melakukan demo kepada pihak developer tersebut.


(57)

94 Dengan adanya kerja sama dan solidaritas yang tinngi antara kepling dengan ormas Pam Swakarsa yang ada di lingkungan tersebut dapat membuat mereka tetap tinggal di lahan tersebut sampai dengan saat ini juga.

9. Relasi Antara kepling & Ormas GM3B (Gerakan Masyarakat Medan Maimun Bersatu)

Kepling bersama dengan masyarakat yang ada di Kelurahan Sei Mati ini membentuk suatu ormas yang bernama GM3B (Gerakan Masyarakat Medan Maimun Bersatu). Dimana ormas ini dibentuk sebagai bentuk adanya suatu gerakan yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah Medan Maimun, yaitu khususnya di daerah Kelurahan Sei mati ini. Dengan adanya gerakan ini, maka masyarakat dapat memberikan suatu bentuk perlawanan yang diakibatkan oleh adanya suatu ketidakadilan atau merasa terintimidasi ataupun terjadinya tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang semena-mena yang tidak memiliki tanggung jawab. Dengan adanya gerakan ini, maka masyarakat akan merasa terbantu dalam mempertahankan daerah tempat tinggal mereka. Mereka melakukan hal tersebut karena mereka bersama-sama merasakan akibat yang terjadi jika kegiatan tersebut terlaksana. Padahal mereka juga memiliki tujuan serta nasib yang sama.

Di sini sangat penting adanya kerja sama antar kepling dengan ormas GM3B ini, karena dengan adanya hubungan kerja sama yang kuat dapat membantu mereka dalam mempertahankan tempat tinggal mereka sampai saat ini juga. Karena disini juga adanya ketidakadilan yang mereka rasakan dengan adanya kegiatan yang terjadi. Sehingga membuat kerugian pada mereka. Ormas


(58)

95 ini sama dengan ormas Pam Swakarsa. Dimana pada ormas ini juga melakukan yang sama pada tahun 2000 yang lalu. Mereka pun melakukan demo kepada pihak developer pada saat itu.

10. Relasi Developer & Polisi

Di sini dapat kita lihat bahwasanya pihak developer juga memiliki kerja sama dengan pihak kepolisian. Dimana pihak developer menggunakan polisi jika dalam suatu waktu akan terjadi masalah dalam hal penggusuran rumah atau lahan terhadap masyarakat yang ada di sana. Polisi akan datang jika masyarakat di daerah tersebut akan melakukan perlawanan kepada pihak developer seperti demo ataupun perlawanan lainnya dalam hal mempertahankan daerah tempat tinggal mereka. Polisi akan melakukan penangkapan kepada masyarakat yang akan melakukan perlawanan terhadap pihak developer dalam hal penggusuran lahan mereka. Jika perlawanan yang masyarakat lakukan dengan didasari adanya tindak kekerasan maka pihak kepolisian akan melakukan hal tersebut. Hal ini pernah terjadi pada tahun 2000, terjadi kerusuhan di daerah tersebut.

Dimana hal itu terjadi dalam hal penimbunan dan pelurusan terhadap bantaran Sungai Deli. Pihak developer menggunakan pemko Medan setempat serta aparat polisi untuk melakukan pengamanan terhadap kelangsungan proyek tersebut. Pada saat itu juga masyarakat tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh pihak developer. Karena mereka berspekulasi bahwa pihak developer tersebut akan membangun pusat bisnis kota atau yang biasa kita kenal dengan CBD di daerah tersebut. Hal ini terjadi sampai aparat keamanan (Polisi) dalam melakukan intimidasi terhadap masyarakat. Penjara dan jalur hijau selalu


(59)

96 dijadikan tameng untuk mendesak masyarakat menjual murah tanah yang mereka miliki kepada deplover, dan wajar saja jika kemudian sebagian kecil masyarakat terutama masyarakat Sungai Mati telah meninggalkan pemukiman mereka dengan mendapatkan ganti rugi yang tidak memadai.

Aparat Kepolisian mengambil bagian dalam sejumlah kekerasan dan intimadasi dalam rangka mengamankan proyek developer. Mereka secara langsung maupun tidak langsung melakukan penangkapan dan penahaan terhadap masyarakat. Hak-hak sosial, politik, ekonomi masyarakat tidak mereka pikirkan. Tuntutan terhadap rumah mereka dan meminta rugi yang memadai tidak mereka tanggapi. Mereka terus melakukan proyek tersebut tanpa memikirkan tuntutan yang diminta oleh masyarakat tersebut. Aparat polisi justru memberikan dukungan yang kuat pada developer, dengan alasan jalur hijau, aparat negara tersebut mendesak dan mengintimidasi masyarakat untuk segera menjual tanah dan pindah kelokasi yang lain. Sehingga daerah tersebut akan menjadi lahan kosong yang tidak berpenghuni. Padahal proyek yang mereka jalankan tidak adanya AMDAL dan tidak mendapatkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dari pihak Pemko Medan.

11. Relasi Antara Developer & Calo (Orang yang Bekerja Pada Developer) Disini developer memiliki hubungan relasi dengan orang-orang yang bekerja dengannya dalam melakukan proyek tersebut. Dimana orang-orang yang bekerja dengannya memiliki hubungan dalam hal melakukan proyek tersebut, dan juga melakukan pengamanan serta juga melakukan penggusuran terhadap perkuburan yang ada di daerah tersebut. Disini orang yang bekerja dengan pihak


(1)

3 Penghargaan yang tidak ternilai penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fisip USU dan selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran, pendapat, serta kritikan yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku ketua departemen sosiologi Fisip USU.

3. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.Si selaku sekretaris departemen sosiologi Fisip USU, dan juga selaku dosen penasehat akademik, serta sebagai dosen pembimbing yang selama ini telah membagikan pengetahuan melalui penyusunan skripsi, dan terima kasih juga untuk saran, kritik, serta waktu luang yang diberikan hingga penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Dra. Linda Elida, M.Si, selaku dosen departemen sosiologi dan membantu penulis dalam saran pada skripsi ini.

5. Seluruh dosen departemen sosiologi Fisip USU, terima kasih telah membimbing penulis dalam perkuliahan.

6. Buat sahabat terbaikku yang sangat aku sayangi Nursafitri Ramadhani, A,Kb. Yang memberikan dukungan semangat serta selalu ada dalam senang maupun susah.

7. Buat orang-orang yang paling aku cintai dan sayangi yaitu Azhary Rizky Lubis, Anita Syafitri, May Pratiwi Purba, Ayub Purnomo Rassy, Ahmad Yasser Effendi, Ramadona Herman, Hizbul Watan, Abdurrahman, Ismi Andari, Sri Rizky Zebua yang senantiasa memberikan dukungan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(2)

4 8. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman departemen

sosiologi stambuk 2011, yang telah menjadi tempat berbagai cerita, informasi kuliah, masukan, saran dan waktu kumpul untuk tertawa.

9. Terima kasih buat para senior-seniorku stambuk 2009 dan 2010 yang telah membantu dan memberikan dukungan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

10. Terima kasih penulis ucapkan kepada junior-junior stambuk 2012, 2013, dan 2014 terkhusus M. Faisal, Ikhsan Ikhwanul, Rahmadina, Wanti yang senantiasa memberikan dukungan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

11. Terima kasih penulis ucapkan kepada Lurah Sei Mati Bapak Asbin Siregar beserta para pegawai yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini.

12. Terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Lingkungan XI yaitu Bapak Budi Pohan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini.

13. Terima Kasih penulis ucapkan kepada pihak developer yaitu Bapak Heri yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini. 14. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dani, Ibu Ade, dan Ibu Elly

yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun ini. Serta seluruh masyarakat di Lingkungan 11 di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian skripsi tersebut.


(3)

5 ABSTRAK

Spekulasi tanah dapat diartikan sebagai suatu teknik investasi membeli tanah unimproved dengan harapan pertumbuhan cepat dalam harga. Data tentang spekulasi tanah tampaknya menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan makin meningkatnya diferensiasi pendapatan berkaitan dengan tanah, akibatnya semakin banyak lahan terkonsentrasi di tangan golongan kelas atas kota. Konsentrasi pemilikan lahan cenderung mengakibatkan kesesakan dan kepadatan penduduk di sejumlah daerah kota, sementara di sejumlah daerah lain lahannya praktis menganggur karena dijadikan objek spekulasi.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran atas apa yang dilihat dari situasi, kejadian, dan perilaku. Lokasi penelitian ini berada di lingkungan XI Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun dengan unit analisis adalah aktor-aktor dalam spekulasi tanah di perkotaan yaitu seperti developer, masyarakat yang menempati lahan, lurah, kepling, polisi, pemko, ormas Pam Swakarsa & GM3B (Gerakan Masyarakat Medan Maimun Bersatu), serta calo (orang yang bekerja pada developer).

Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada informan diketahui bahwa relasi aktor-aktor dalam spekulasi tanah di perkotaan terjadi akibat adanya aneksasi yaitu dimana adanya kekuatan dan kekuasaan dari koorporasi yang senantiasa menguasai daerah lahan tempat tinggal masyarakat dalam hal modal spekulasi tanah. Dalam hal ini juga, pemerintah yang dominan memiliki kekuatan politik melalui intervensi sedangkan masyarakat mempunyai kekuatan sosial melalui gerakan sosial. Spekulasi tanah masih tetap terjadi sampai saat ini, dikarenakan masih tidak adanya kejelasan dari pihak developer sendiri bahwa akan dibangunnya atau tidak CBD di lahan tersebut sampai dengan saat ini juga.


(4)

6 DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Tabel ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 9

1.2 Rumusan Masalah ... 17

1.3 Tujuan Penelitian ... 17

1.4 Manfaat Penelitian ... 17

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 17

1.4.2 Manfaat Praktis ... 18

1.5 Defenisi Konsep ... 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Kekuasaan ... 22

2.2 Konsep dan Fungsi Nilai Tanah ... 30

2.3 Spekulasi Tanah ... 36

2.4 CBD (Central Business District) ... 41

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 44

3.2 Lokasi Penelitian ... 45


(5)

7

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.4.1 Data Primer ... 46

3.4.2 Data Sekunder ... 47

3.5 Teknik Analisa Data ... 48

3.6 Jadwal Kegiatan ... 49

3.7 Keterbatasan Penelitian ... 49

BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi ... 51

4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Sei Mati ... 51

4.1.2 Letak dan Batas Wilayah ... 52

4.1.3 Komposisi Penduduk ... 53

4.2 Profil Informan ... 62

4.3 Hasil Interpretasi Data ... 81

4.3.1 Relasi Aktor-Aktor Dalam Spekulasi Tanah di Perkotaan ... 81

4.3.2 Pola Penguasaan Lahan Atau Kepemilikan Lahan Pada Masyarakat Sei Mati di Lingkungan XI ... 101

4.3.3 Sewa Tanah dan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) ... 105

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 110

5.2 Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 114 LAMPIRAN


(6)

8 DAFTAR TABEL

Tabel I Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

Tabel II Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 55

Tabel III Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis ... 55

Tabel IV Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 56

Tabel V Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 57

Tabel VI Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 58

Tabel VII Prasarana Umum ... 59

Tabel VIII Prasarana Ibadah ... 60

Tabel IX Prasarana Pendidikan ... 60

Tabel X Prasarana Kesehatan ... 61