4.5. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Logam Besi, Tembaga, dan Seng pada Minyak Kelapa Sawit
Dilakukan uji beda nilai rata-rata secara statistik pada taraf kepercayaan 95. Uji yang dilakukan adalah uji T dan uji F yang hasilnya dapat dilihat pada
tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Hasil Uji F
Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Destruksi Basah Between Groups
.002 6
.000 89.014
.000 Within Groups
.000 14
.000 Total
.002 20
Destruksi Kering Between Groups
.002 6
.000 73.142
.000 Within Groups
.000 14
.000 Total
.002 20
Dari tabel analisa anova dapat dilihat bahwa F
hitung
metode Destruksi
Basah = 89.014 serta F
hitung
metode Destruksi Kering = 73,142 dan F
tabel
3,23.Hal ini memberikan menunjukkan bahwa F
hitung
F
tabel
Besarnya nilai probabilitas atau signifikansi adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan antara metode destruksi basah dan
destruksi kering dalam menentukan kadar logam. Secara teknis, bila ditinjau dari metode destruksi, destruksi basah lebih efektif dalam menentukan kadar logam
besi, tembaga dan seng dibandingkan dengan metode destruksi kering. Dapat dilihat bahwa selisih kadar masing-masing logam yang diperoleh antara destruksi
basah dan destruksi kering adalah cukup bermakna. Hal ini terjadi karena pada metode destruksi kering lebih banyak terjadi kehilangan logam, diantaranya pada
sehingga memberikan kesimpulan bahwa rerata kadar logam pada masing-masing stasiun minyak kelapa
sawit di PKS memiliki rerata kadar yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
saat proses penguapan air dan pengarangan pada saat menggunakan bloc drier, pengabuan dengan menggunakan suhu tinggi hingga 500
o
Metode destruksi basah manurut Apriyantono, 1989 memberikan beberapa keuntungan. Suhu yang digunakan tidak dapat melebihi titik didih
larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur dari pada menggunakan pengabuan kering. Destruksi basah pada prinsipnya adalah menggunakan asam
nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan
C dan waktu pemanasan yang sangat lama, serta pemanasan larutan sampel. Tetapi metode ini
membutuhkan sedikit ketelitian dan dapat menganalisa sampel lebih banyak di bandingkan destruksi basah.
Dengan demikian, kadar logam pada sampel dengan metode destruksi basah menunjukkan hasil pengukuran logam yang lebih tinggi dibandingkan
secara destruksi kering disebabkan perbedaan dari prosedur metode uji. Namun hasil kadar logam yang diperoleh belum dapat digunakan untuk menyimpulkan
apakah metode destruksi basah ataupun metode destruksi kering lebih baik dalam proses pengerjaannya. Karena untuk menilai baik tidaknya suatu metode kita
harus melihat dari faktor yang mempengaruhi validitas metode yakni perolehan kembali, batas deteksi dan batas kuantitasi. Jadi, proses destruksi yang dilakukan
hanya untuk melihat pengaruh yang di hasilkan dalam penetapan kadar logam besi, tembaga dan seng pada unit proses produksi kelapa sawit.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN