Studi Analisis Besi, Tembaga dan Seng Pada Minyak Sawit di Unit Proses Produksi.

(1)

STUDI ANALISIS BESI, TEMBAGA, DAN SENG PADA CRUDE PALM OIL (CPO)

DI UNIT PROSES PABRIK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

OLEH : AULIA SUMANTRI

NIM 060804013

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

STUDI ANALISIS BESI, TEMBAGA, DAN SENG PADA CRUDE PALM OIL (CPO)

DI UNIT PROSES PABRIK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara OLEH :

AULIA SUMANTRI NIM 060804013

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

STUDI ANALISIS BESI, TEMBAGA, DAN SENG PADA CRUDE PALM OIL (CPO)

DI UNIT PROSES PABRIK KELAPA SAWIT OLEH :

AULIA SUMANTRI NIM 060804013

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Desember 2010

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt

NIP 195006221980021001 NIP 195006071979031001

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. AppSc.,Apt.

Pembimbing II

NIP 195006221980021001 Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt.

Hasrul Abdi Hasibuan, M.Si., Apt.

NIP 195006221980021001

Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt.

NIP 194809041974122001

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt.

Medan, Desember 2010 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP 195311281983031002 Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.


(4)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul: ” Studi Analisis Besi, Tembaga dan Seng Pada Minyak Sawit di Unit Proses Produksi ”

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Sumari, M.Pd. dan ibunda Ellida Hanum, S.Pd. selanjutnya Abang tersayang Aryo Sigit, STP adik tercinta Etri Annisa dan Elsi Ardini yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa tulus yang tidak pernah berhenti, semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat, keselamatan dan ridhoNya kepada keluarga penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Muchlisyam, M.Si, Apt. dan Hasrul Abdi Hasibuan M.Si.yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

4. Seluruh staf dan karyawan Buk Ijah,Kak Alida,Kak Meta, Bang Magindrin, Pak Warnoto, Bang Hambali (My Best Brother) dan Bapak Donal Siahaan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), khususnya di laboratorium PAHAM dan PELAYANAN yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini

5. Ibu Dra. Masfria Msi, Apt. Dan seluruh staf dosen di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Farmasi USU serta rekan-rekan asisten Niki, Uul, Mery, Yogi, Ryo,Yuyun, Ica,dan dek Dha.


(5)

6. Teman-teman Farmasi Reguler angkatan 2006 Hendra, Azhar, Achtur, Riko, Ryan, Mamer, Yogi, Roni, dan Gokmen dan adik-adikku angkatan 2007, terima kasih untuk semua perhatian, semangat, doa dan kebersamaannya selama ini.

7. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2010 Penulis,


(6)

STUDI ANALISIS BESI, TEMBAGA DAN SENG PADA CRUDE PALM OIL (CPO) DI UNIT PROSES PABRIK KELAPA SAWIT

ABSTRAK

Crude palm oil (CPO) di unit proses pabrik kelapa sawit mengandung logam besi (Fe), tembaga (Cu) dan seng (Zn). Ketiga logam tersebut dapat menjadi residu karena proses pemupukan, kondisi tanah, dan pengolahan di pabrik kelapa sawit. Proses pengolahan di pabrik kelapa sawit umumnya menggunakan alat-alat yang jika terkorosi akan terakumulasi di dalam minyak kelapa sawit.

Adanya residu logam dalam minyak kelapa sawit akan mempengaruhi mutu dan berdampak pada kesehatan.

CPO yang dianalisis bersumber dari pabrik kelapa sawit A, B dan C pada unit loading ramp, sterilizer, vibrating screen, crude oil tank, continous settling tank, oil purifier dan vacum drier. Analisis sampel dilakukan dengan metode destruksi basah dan metode destruksi kering. Hasil destruksi diukur menggunakan spektrofotometri serapan atom.

Hasil penelitian menunjukkan batas deteksi dan batas kuantitasi masing-masing logam adalah 0,0476 mcg/ml dan 0,1587 mcg/ml (Fe), 0,0051 mcg/ml dan 0,0171 mcg/ml (Cu) dan 0,0577 mcg/ml dan 0,1922 mcg/ml (Zn). Pada validasi metode diperoleh perolehan kembali dengan destruksi basah dan destruksi kering pada masing-masing logam adalah 90,84 – 96,83 % dan 92,91 – 107,23 % (Fe), 89,65 – 95,86% dan 90,32 – 97,49 % (Cu), serta 92,65 – 102,33% dan 90,93 – 101,26 % (Zn).

Hasil analisis pada CPO yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit A, B, dan C dengan destruksi kering adalah 0,5031 mg/kg; 0,4889 mg/kg; 0,4959 mg/kg (Fe), 0,0487 mg/kg; 0,0503 mg/kg; 0,0503 mg/kg (Cu), dan 0,5021 mg/kg; 0,4951 mg/kg; 0,5034 mg/kg (Zn).

Berdasarkan data hasil uji validitas metode menunjukkan bahwa destruksi kering merupakan metode terbaik. Berdasarkan hasil uji sidik ragam dan uji beda nyata terkecil menunjukkan bahwa setiap unit proses pabrik kelapa sawit memberikan pengaruh terhadap kadar Fe, Cu, dan Zn pada CPO.

Kata kunci : Besi, tembaga, seng, minyak kelapa sawit, spektrofotometer serapan atom, destruksi basah, destruksi kering.


(7)

STUDY ANALYSIS OF IRON, COPPER AND ZINC IN CRUDE PALM OIL (CPO) IN PALM OIL MILL PROCESSING UNIT

ABSTRACT

Crude palm oil (CPO) in palm oil mill processing unit contains iron, copper, and zinc. These metals can become residue due to the fertilizing process, soil condition, and the manufacturing process in the mill. The manufacturing process in the palm oil mill usually uses machines, if corroded, can be accumulated in CPO.

The presence of metals in palm oil will cause damage, which are change in color, rancidity, and increase the free fatty acid content, that can effect the human health.

The analyzed CPO was obtained from palm oil mill A, B, and C in the units of fresh fruit bunches on the loading ramp

The result of analysis showed that the limit of detection and the limit of quantitation were 0.0476 mcg/ml and 0.1587 mcg/ml (Fe), 0.0051 mcg/ml and 0.0171 mcg/ml (Cu), and 0.0577 mcg/ml and 0.1922 mcg/ml (Zn). In the validation method recovery test with wet digestion and dry ashing destruction on each metal were 90,84-96,83% and 92.91-107.23% (Fe), 89.65-95.86% and 90.32-97.49% (Cu), and 92.65-102.33% and 90.93-101.26% (Zn).

(FFB = Tandan Buah Segar/TBS), sterilizer, vibrating screen, crude oil tank, continuous settling tank, oil purifier and vacum drier. The analysis of the sample was done with the wet digestion and dry ashing destruction method. The result of the destruction was measured with atomic absorption spectrophotometer.

The result of the analysis CPO obtained from the palm oil mill A, B, and C with the dry ashing destruction method were 0.5031 mg/kg; 0.4889 mg/kg; 0.4959 mg/kg (Fe), 0.0487 mg/kg; 0.0503 mg/kg; 0.0503 mg/kg (Cu), and 0.5021 mg/kg; 0.4951 mg/kg; 0.5034 mg/kg (Zn).

Based on the result of the method validity test showed that dry ashing destruction method is the better compare wet digestion methode. Based on the result of the ANOVA test and the least significant difference test, it showed that all CPO from mill and production processing unit give influence to the content of Fe, Cu and Zn.

Keywords :Iron, copper, zinc, crude palm oil, atomic absorption spectrophotometer, wet digestion, dry ashing.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... ...1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 5

2.1 Minyak Kelapa Sawit ... 5

2.1.1 Proses Produksi Minyak Kelapa Sawit ... . 7

2.1.2 Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit ... . 10

2.2 Logam Berat dan Toksisitas ... . 12

2.2.1 Kejadian Logam Di Alam ... ... 13


(9)

2.2.1.2 Logam Tembaga ... ... 14

2.2.1.3 Logam Seng ... ... 14

2.2.2 Logam Berat Dalam Minyak Sawit ... ... 15

2.3. Spektrofotometri Serapan Atom ... ... 16

2.4 Validasi Metode Analisis ... ... 18

2.4.1 Uji Beda Nyata Terkecil ... ... 18

2.4.2 Perolehan Kembali ... ... 19

2.4.3 Batas Deteksi ... . 20

2.4.4 Batas Kuantitasi ... ... 20

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... ... 21

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 21

3.2 Alat ... ... 21

3.3 Bahan ... ... 21

3.4 Prosedur Penelitian ... ... 22

3.4.1 Pemilihan Sampel ... ... 22

3.4.2 Pembuatan Pereaksi ... ... 22

3.4.3 Proses Destruksi Logam Besi, Tembaga dan Seng ... ... 22

3.4.3.1 Destruksi Basah ... ... 22

3.4.3.2 Destruksi Kering ...23

3.4.3.3 Bagan Destruksi Basah ... ... 24

3.4.3.4 Bagan Destruksi Kering ... ... 25

3.4.4 Analisa Kuantitatif ... ... 26

3.4.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... .... 26


(10)

3.4.4.3 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Tembaga ..26

3.4.4.4 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Seng ... .. 27

3.4.5 Penetapan Kadar Logam Dalam Minyak Sawit ... 28

3.4.5.1 Logam Besi ... ... 28

3.4.5.2 Logam Tembaga ... ... 28

3.4.5.3 Logam Seng ... ... 28

3.4.6 Uji Perolehan Kembali ... ... 29

3.4.6.1 Pembuatan Larutan Baku ... 29

3.4.6.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali ... ... 30

3.4.7 Analisa Data Secara Statistik ... ... 31

3.4.7.1 Penetuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi .... ... 32

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... 33

4.1. Kurva Kalibrasi Logam Besi, Tenbaga, dan Seng ... ... 33

4.2. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ……… ... 35

4.3 Uji Perolehan Kembali ………. ... 35

4.4 Analisa Kadar Logam Besi, Tembaga, dan Seng pada Minyak Kelapa Sawit ... 38

4.5 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Logam Besi, Tembaga, dan Seng pada Minyak Kelapa Sawit….. ... 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. ... 48

5.1 Kesimpulan ……… ... 48

5.2 Saran ……….. ... 48

DAFTAR PUSTAKA ……….. ... 49


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Persen Uji Perolehan Kembali (recovery)

Logam Besi, Tembaga dan Seng Destruksi Basah……….. ... 36 Tabel 2. Persen Uji Perolehan Kembali (recovery)

Logam Besi, Tembaga dan Seng Destruksi Kering … ... 36 Tabel 3. Hasil Perhitungan Destruksi Basah Logam Besi, Tembaga dan Seng

Serta Uji Beda Nyata Terkecil… ... 39 Tabel 4. Hasil Perhitungan Destruksi Kering Logam Besi, Tembaga dan Seng

Serta Uji Beda Nyata Terkecil… ... 39 Tabel 5. Hasil Uji F……… ... 46


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kurva Kalibrasi Logam Besi (Fe) ……….. ... 33 Gambar 2. Kurva Kalibrasi Logam Tembaga (Cu) ……… ... 34 Gambar 3. Kurva Kalibrasi Logam Seng……….. ... 34


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Gambar Alat Spektrofotometri Serapan Atom

dan Sampel Analisis ... ... 53

Lampiran 2 Gambar Perangkat Pendukung Penelitian ... ... 54

Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Besi, Tembaga, dan Seng………. . 55

Lampiran 4 Contoh Perhitungan Persamaan Regresi Logam Besi (Fe)….. ... 56

Lampiran 5 Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Logam Besi Tembaga dan Seng … ... 58

Lampiran 6 Hasil Analisis Logam Besi, Tembaga dan Seng Setelah Ditambahkan Masing-Masing Larutan Baku ……….. .... 62

Lampiran 7 Data Hasil Uji Perolehan Kembali Logam Besi, Tembaga dan Seng ……… ... 64

Lampiran 8 Contoh Perhitungan Kadar Logam Besi , Tembaga dan Seng dalam Sampel ……….. ... 66

Lampiran 9 Perhitungan Statistik Kadar Logam Besi Destruksi Basah dalam Sampel ….. ... 67

Lampiran 10 Data Hasil Perhitungan Statistik Kadar Logam Besi, Tembaga dan Seng …… ... 84

Lampiran 11 Contoh Perhitungan Pengujian Beda Nyata Terkecil ... 85

Lampiran 12 Nilai Distribusi t ……….. ... 88


(14)

STUDI ANALISIS BESI, TEMBAGA DAN SENG PADA CRUDE PALM OIL (CPO) DI UNIT PROSES PABRIK KELAPA SAWIT

ABSTRAK

Crude palm oil (CPO) di unit proses pabrik kelapa sawit mengandung logam besi (Fe), tembaga (Cu) dan seng (Zn). Ketiga logam tersebut dapat menjadi residu karena proses pemupukan, kondisi tanah, dan pengolahan di pabrik kelapa sawit. Proses pengolahan di pabrik kelapa sawit umumnya menggunakan alat-alat yang jika terkorosi akan terakumulasi di dalam minyak kelapa sawit.

Adanya residu logam dalam minyak kelapa sawit akan mempengaruhi mutu dan berdampak pada kesehatan.

CPO yang dianalisis bersumber dari pabrik kelapa sawit A, B dan C pada unit loading ramp, sterilizer, vibrating screen, crude oil tank, continous settling tank, oil purifier dan vacum drier. Analisis sampel dilakukan dengan metode destruksi basah dan metode destruksi kering. Hasil destruksi diukur menggunakan spektrofotometri serapan atom.

Hasil penelitian menunjukkan batas deteksi dan batas kuantitasi masing-masing logam adalah 0,0476 mcg/ml dan 0,1587 mcg/ml (Fe), 0,0051 mcg/ml dan 0,0171 mcg/ml (Cu) dan 0,0577 mcg/ml dan 0,1922 mcg/ml (Zn). Pada validasi metode diperoleh perolehan kembali dengan destruksi basah dan destruksi kering pada masing-masing logam adalah 90,84 – 96,83 % dan 92,91 – 107,23 % (Fe), 89,65 – 95,86% dan 90,32 – 97,49 % (Cu), serta 92,65 – 102,33% dan 90,93 – 101,26 % (Zn).

Hasil analisis pada CPO yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit A, B, dan C dengan destruksi kering adalah 0,5031 mg/kg; 0,4889 mg/kg; 0,4959 mg/kg (Fe), 0,0487 mg/kg; 0,0503 mg/kg; 0,0503 mg/kg (Cu), dan 0,5021 mg/kg; 0,4951 mg/kg; 0,5034 mg/kg (Zn).

Berdasarkan data hasil uji validitas metode menunjukkan bahwa destruksi kering merupakan metode terbaik. Berdasarkan hasil uji sidik ragam dan uji beda nyata terkecil menunjukkan bahwa setiap unit proses pabrik kelapa sawit memberikan pengaruh terhadap kadar Fe, Cu, dan Zn pada CPO.

Kata kunci : Besi, tembaga, seng, minyak kelapa sawit, spektrofotometer serapan atom, destruksi basah, destruksi kering.


(15)

STUDY ANALYSIS OF IRON, COPPER AND ZINC IN CRUDE PALM OIL (CPO) IN PALM OIL MILL PROCESSING UNIT

ABSTRACT

Crude palm oil (CPO) in palm oil mill processing unit contains iron, copper, and zinc. These metals can become residue due to the fertilizing process, soil condition, and the manufacturing process in the mill. The manufacturing process in the palm oil mill usually uses machines, if corroded, can be accumulated in CPO.

The presence of metals in palm oil will cause damage, which are change in color, rancidity, and increase the free fatty acid content, that can effect the human health.

The analyzed CPO was obtained from palm oil mill A, B, and C in the units of fresh fruit bunches on the loading ramp

The result of analysis showed that the limit of detection and the limit of quantitation were 0.0476 mcg/ml and 0.1587 mcg/ml (Fe), 0.0051 mcg/ml and 0.0171 mcg/ml (Cu), and 0.0577 mcg/ml and 0.1922 mcg/ml (Zn). In the validation method recovery test with wet digestion and dry ashing destruction on each metal were 90,84-96,83% and 92.91-107.23% (Fe), 89.65-95.86% and 90.32-97.49% (Cu), and 92.65-102.33% and 90.93-101.26% (Zn).

(FFB = Tandan Buah Segar/TBS), sterilizer, vibrating screen, crude oil tank, continuous settling tank, oil purifier and vacum drier. The analysis of the sample was done with the wet digestion and dry ashing destruction method. The result of the destruction was measured with atomic absorption spectrophotometer.

The result of the analysis CPO obtained from the palm oil mill A, B, and C with the dry ashing destruction method were 0.5031 mg/kg; 0.4889 mg/kg; 0.4959 mg/kg (Fe), 0.0487 mg/kg; 0.0503 mg/kg; 0.0503 mg/kg (Cu), and 0.5021 mg/kg; 0.4951 mg/kg; 0.5034 mg/kg (Zn).

Based on the result of the method validity test showed that dry ashing destruction method is the better compare wet digestion methode. Based on the result of the ANOVA test and the least significant difference test, it showed that all CPO from mill and production processing unit give influence to the content of Fe, Cu and Zn.

Keywords :Iron, copper, zinc, crude palm oil, atomic absorption spectrophotometer, wet digestion, dry ashing.


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara penghasil terbesar minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di dunia. Dengan luas areal penanaman kelapa sawit mencapai 7,125 juta Ha (Ditjenbun 2009). Pada tahun 2009 menurut Oil World total produksi CPO Indonesia mencapai 20,9 juta ton. Dan hal ini diperkirakan terus meningkat sampai tahun 2010 mencapai 22,12 juta ton naik 5,8 % (www.oilworld.biz. 2009).

Tingginya angka produksi CPO Indonesia tidak diimbangi nilai ekspor yang hanya 15,5-16 juta ton per tahun lebih rendah dibanding Malaysia yang mencapai 17 juta ton per tahun, sedangkan nilai produksi CPO Malaysia hanya berkisar 18,2 juta ton (Qomariyah, 2009). Hal ini disebabkan mutu CPO Indonesia lebih rendah di banding Malaysia. Selain itu, timbulnya permasalahan seperti pencampuran CPO Indonesia dengan bahan solar di Belanda, isu kerusakan lingkungan serta rendahnya angka indeks derajat kepucatan atau deterioration of bleachability index (DOBI) yang dimiliki CPO Indonesia ( Suprapto, 2008).

Bagi negara konsumen terutama negara yang maju, selalu menginginkan CPO yang bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab CPO tidak hanya digunakan sebagai bahan baku dalam industi non pangan saja, tetapi banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula tidak semua pabrik minyak kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan peroses penyaringan minyak sawit (Nurhidayah, 2007).

Mutu minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing- masing berbeda. Oleh karena itu keaslian,


(17)

kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor- faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama proses dan pengangkutan (Deperindag, 2007).

Berdasarkan SNI 01-2901-2006 mutu CPO hanya mencantumkan tiga parameter diantaranya asam lemak bebas maksimal (ALB) 5 %, kadar air maksimal 0,25 %, kadar kotoran maksimal 0,25%. Parameter logam tidak tercantumkan, padahal kehadiran logam seperti Fe, Cu, dan Zn dapat berpengaruh terhadap kualitas CPO yang dihasilkan.

Logam dalam CPO dapat disebabkan dari penanganan pada saat proses pemupukan, penggunaan pestisida, dan pascapanen. Proses pengolahan menggunakan alat-alat yang mudah terkorosi menjadi penyebab utama peningkatan kadar logam dalam CPO. Karena peralatan produksi yang terkorosi menyebabkan residu logam yang terakumulasi di dalam CPO (Basyar, 1999).Hal ini disebabkan tidak semua pabrik kelapa sawit mempunyai tekhnologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses penyaringan seperti pada stasiun vibrating screen sampai vacum drier (Satyawibawa, 1992).

CPO yang mengandung logam berat kualitasnya akan turun. Hal ini disebabkan logam dapat menjadi katalisator yang menyebabkan reaksi oksidasi. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna dari CPO yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan (Basyar,1999). Selain itu, pencemaran logam berat dapat mempengaruhi konsumen. Karena di dalam tubuh, logam yang berlebihan tidak akan mengalami detoksifikasi sehingga membahayakan manusia (Kamal, 2007).


(18)

Analisa penentuan kadar logam berat dalam matriks berminyak dapat ditentukan menggunakan metode spektrofotometer serapan atom (AAS) (Farouq, 2003; Chong Tsai, 1978; List 1971) dan spektroforometer serapan atom graphite furnace (AASGF) (Hendrikse, 1988; Williem E, 2005; Tsai, 1978; Syr, 1999; Jianbo, 2009). Berbagai peneliti telah menganalisis logam di dalam matriks minyak dengan cara destruksi basah, kering dan ekstraksi asam (Farouq, 2003; List 1971; Hendrikse, 1988; Williem E, 2005; Chong Tsai, 1978; Syr, 1999; Jianbo, 2009).

Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian terhadap logam besi (Fe), tembaga (Cu) dan seng (Zn) pada CPO di unit proses pabrik kelapa sawit. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kadar logam dari tiap unit proses dari masing-masing pabrik kelapa sawit.

1.2 Perumusan Masalah

- Apakah metode destruksi kering dan destruksi basah memberikan pengaruh yang nyata dalam menetapkan kadar logam besi,tembaga dan seng dalam matriks berminyak.

- Apakah metode destruksi kering lebih baik dari destruksi basah dalam menetapkan kadar logam besi, tembaga dan seng pada CPO.

- Apakah CPO mengandung logam besi, tembaga dan seng.

- Apakah CPO yang dihasilkan dari tiap-tiap unit proses mengandung logam besi, tembaga dan seng yang berbeda dari tiap pabrik kelapa sawit.


(19)

1.3Hipotesis

- Metode destruksi mempengaruhi hasil kadar logam besi, tembaga dan seng pada matriks berminyak yang ditetapkan.

- Destruksi kering merupakan metode terbaik dalam menetapkan kadar logam besi, tembaga dan seng yang terdapat pada CPO.

- Terdapat logam berat besi, tembaga dan seng terdapat pada CPO.

- CPO pada tiap unit proses mengandung logam besi, tembaga dan seng yang berbeda.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini untuk:

- Menentukan kadar logam besi, tembaga dan seng pada CPO dari tiap-tiap unit proses produksi kelapa sawit.

- Membandingkan metode destruksi basah dan destruksi kering dalam menetapkan kadar logam besi, tembaga dan seng pada CPO dari tiap-tiap unit produksi.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini, diharapkan ;

- Sebagai sumber informasi bagi masyarakat pengguna khususnya industri pengolahan kelapa sawit tentang kandungan logam besi, tembaga dan seng serta sebagai sumber informasi tentang standar logam berat dalam CPO. - Pihak pabrik dapat melakukan pengawasan akan tiap-tiap unit proses


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Kelapa Sawit

Struktur pasar crude palm oil (CPO) di pasar internasional pada tahun 1993-2006 menunjukan kecenderungan kearah pasar Oligopoli ketat. Negara yang termasuk kedalam struktur pasar ini adalah Malaysia, Indonesia, Papua Nugini, dan Costarica. Hasil ini ditunjukan oleh nilai Herifindhal Index sebesar 0,5 dan nilai Concentration Ratio dari empat produsen CPO terbesar sejumlah 94 persen. Malaysia dan Indonesia merupakan negara yang paling besar kontribusi CPO dari empat eksportir utama CPO di pasar internasional (Herianto, 2008).

Komoditas kelapa sawit menyumbang devisa kepada Negara Indonesia sebesar US$ 2,79 milyar dengan volume ekspor sebesar 5,72 juta ton dari bulan Januari sampai Mei tahun 2007 (Anonim 1, 2008). Indonesia diprediksi akan mampu memroduksi CPO hingga 23,2 juta ton pada tahun 2010 atau naik 2,5 juta ton (10,7%) dibandingkan tahun 2009 dan pada tahun 2010 diprediksi masih bisa mengalahkan Malaysia (Anonim 2, 2010).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis.Jacq) dapat menghasilkan dua jenis minyak, yakni minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang diekstraksi dari mesokrap buah kelapa sawit, dan minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO) diekstraksi dari biji atau inti kelapa sawit (Fauzi, 2002).

Minyak kelapa sawit ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang yang disebabkan oleh kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. Dengan adanya air dan serat halus


(21)

tersebut menyebabkan minyak kelapa sawit mentah tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan pangan maupun non pangan (Basyar, 1999).

Manfaat minyak sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri bahan pangan dan industri nonpangan (Fauzi, 2002). Tingginya produksi dan konsumsi minyak kelapa sawit disektor pangan maupun non-pangan baik di tingkat nasional maupun internasional menuntut produsen mampu menghasilkan produk minyak kelapa sawit yang unggul dan kompetitif (Pahan, 2008)

Minyak sawit dapat dimanfaatkan diberbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri nonpangan seperti kosmetik dan farmasi, bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar (Satyawibawa, 1992).

Agar minyak sawit menjadi bisa dimakan (edible), maka unsur-unsur trigliserida harus dipisahkan dari unsur-unsur trigliserida. Unsur-unsur non-trigliserida yang larut dalam minyak seperti asam lemak bebas (FFA), karoten, serta antioksidan dapat dipisahkan secara kimiawi, sementara unsur non-trigliserida yang tidak larut dalam minyak dapat langsung dipisahkan melalui proses filtrasi bertingkat (Basyar, 1999).

Minyak kelapa sawit merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan baku pembuatan minyak makan. Sementara minyak makan merupakan salah satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan akan minyak makan di dalam dan di luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peranan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa (Pahan, 2008).


(22)

Permintaan kelapa sawit untuk kebutuhan konsumsi akan terus mengalami peningkatan karena seiring dengan bertambahnya jumlah populasi manusia, sehingga permintaan terhadap CPO akan meningkat sebagai bahan baku minyak makan dan keperluan lain seperti biofuel (bahan bakar). (Anonim 1, 2008).

2.1.2. Produksi Minyak Kelapa Sawit

Tahapan dari pengolahan buah kelapa sawit adalah sebagai berikut: 1. Perebusan (sterilisasi) TBS

`TBS yang masuk ke dalam pabrik selanjutnya direbus di dalam sterilizer. Buah direbus dengan tekanan 2,5-3 atm dan suhu 130o

a. Menonaktifkan enzim Lipase yang dapat menstimulir pembentukan free fatty acid

C selama 50-60 menit. Tujuan perebusan TBS adalah:

b. Membekukan protein globulin sehingga minyak mudah dipisahkan dari air c. Mempermudah perontokan buah

d. Melunakkan buah sehingga mudah diekstraksi (Anonim 1, 2008) 2. Perontokan Buah

Dalam tahap ini buah selanjutnya dipisahkan dari tandannya dengan menggunakan mesin thresher. Tandan kosong disalurkan ke tempat pembakaran atau digunakan sebagai bahan pupuk organik. Sedangkan buah yang telah dirontokkan selanjutnya dibawa ke mesin pelumatan. Selama proses perontokan buah, minyak dan kernel yang terbuang sekitar 0.03% (Basyar, 1999).


(23)

3. Pelumatan Buah

Proses pelumatan buah adalah dengan memotong dan mencacah buah di dalam steam jacket yang dilengkapi dengan pisau berputar. Suhu di dalam steam jacket sekitar 85-90o

- Menurunkan kekentalan minyak

- Membebaskan sel-sel yang mengandung minyak dari serat buah

- Menghancurkan dinding sel buah sampai terbentuk pulp (Anonim 1, 2008). C. Tujuan dari pelumatan buah adalah :

4. Pengempaan (ekstraksi minyak sawit)

Proses pengempaan bertujuan untuk membantu mengeluarkan minyak dan melarutkan sisa-sisa minyak yang terdapat di dalam ampas. Proses pengempaan dilakukan dengan melakukan penekanan dan pemerasan pulp yang dicampur dengan air yang bersuhu 95o

5. Pemurnian (klarifikasi minyak)

C. Selain itu proses ekstraksi minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara sentrifugasi, bahan pelarut dan tekanan hidrolis (Pahan, 2008).

Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari mesin ekstraksi minyak sawit umumnya masih mengandung kotoran berupa tempurung, serabut dan air sekitar 40-45% air. Untuk itu perlu dilakukan pemurnian minyak kelapa sawit. Persentase minyak sawit yang dihasilkan dalam proses pemurnian ini sekitar 21%. Proses pemurnian minyak kelapa sawit terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

a. Sand Trap Tank

Minyak hasil mesin press merupakan minyak mentah yang masih banyak mengandung kotoran-kotoran. Minyak tersebut masuk ke sand trap tank untuk


(24)

mengendapkan partikel-partikel yang mempunyai densitas tinggi. Sand trap tank

b.

adalah sebuah bejana yang berbentuk silinder tegak (Anonim 1, 2008). Vibrating Screen

Minyak bagian atas dari sand trap tank yang masih mengandung serat dan sedikit kotoran dialirkan ke ayakan getar (vibrating screen). Proses penyaringan memakai vibrating screen bertujuan untuk memisahkan padatan, seperti : serabut, pasir, tanah dan kotoran-kotoran lain yang masih terbawa dari sand trap tank. Vibrating yang digunakan adalah double deck vibrating screen, dimana screen pertama berukuran 30 mesh dan screen kedua 40 mesh. Padatan yang tertahan pada ayakan akan dikembalikan ke digester melalui conveyor, sedangkan minyak dipompakan ke crude oil tank (Satyawibawa, 1992).

Minyak yang keluar dari c. Crude Oil Tank (COT)

vibrating screen dialirkan ke crude oil tank untuk ditampung sementara. Pada crude oil tank ini minyak dipanaskan dengan steam melalui sistem pipa pemanas, dan suhu dipertahankan 90-95°C. Dari sini minyak dipompakan ke CST (Continuous Settling Tank

d.

) (Satyawibawa, 1992). Continous Settling Tank (CST)

Minyak dari COT dipompakan ke CST dimana sebelumnya dilewatkan ke buffer tank agar aliran minyak masuk ke CST tidak terlalu kencang. CST bertujuan untuk mengendapkan lumpur (sudge) berdasarkan perbedaan berat jenisnya. Di CST suhu dipertahankan 86-90 oC. Minyak pada bagian atas CST dikutip dengan bantuan skimmer menuju oil tank, sedangkan sludge (yang masih mengandung minyak) pada bagian bawah dialirkan secara underflow ke sludge vibrating screen


(25)

sebelum ke sludge oil tank. Sludge dan pasir yang mengendap didasar CST di-blowdown untuk dibawa ke sludge drain tank

e.

(Pahan, 2008). Purifier

Di dalam purifier dilakukan pemurnian untuk mengurangi kadar kotoran dan kadar air yang terdapat pada minyak berdasarkan atas perbedaan densitas dengan menggunakan gaya sentrifugal, dengan kecepatan perputarannya 7500 rpm. Kotoran dan air yang memiliki densitas yang besar akan berada pada bagian yang luar (dinding bowl), sedangkan minyak yang mempunyai berat jenis lebih kecil bergerak ke arah poros dan keluar melalui sudu-sudu untuk dialirkan ke vacuum drier. Kotoran dan air yang melekat pada dinding di-blowdown ke saluran pembuangan untuk dibawa ke Fat Pit

f.

. (Pahan, 2008). Vacum Drier

Minyak yang keluar dari purifier masih mengandung air, maka untuk mengurangi kadar air tersebut, minyak dipompakan ke vacuum drier. Di sini minyak disemprot dengan menggunakan nozzle

2.1.2. Syarat Mutu Minyak Sawit

sehingga campuran minyak dan air tersebut akan pecah. Hal ini akan mempermudah pemisahan air dalam minyak, dimana minyak yang memiliki tekanan uap lebih rendah dari air akan turun ke bawah. Sehingga dihasilkan minyak dengan kadar air yang rendah (Pahan, 2008).

Peningkatan akan mutu minyak sawit telah banyak dilakukan. Pertama mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi


(26)

kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. (Deperindag, 2007).

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen), bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Ketaren, 1986).

Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % - 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah) (Deperindag, 2007).

Minyak sawit hasil ekstraksi ini masih merupakan bentuk kasar sehingga dinamai crude palm oils (CPO) yang mengandung bahan-bahan lain (impur ities), ALB, phosphat, zat warna, zat pembau, air dan lai-lain. CPO berupa minyak kental berwarna kuning jingga kemerah-merahan yang mengandung FFA 5% dan provitamin E (800-900 ppm) (Pahan, 2008).


(27)

Tabel Syarat mutu CPO di Indonesia No

Parameter Kualitas CPO SNI (SNI 1998)

PORIM (PORIM 1995)

Standar Mutu CPO di PKS Indonseia 1. 2. 3. 4. 5. 6. ALB (%) Kadar air (%) Kadar Kotoran (%) Bilangan iodine (%) Karoten (ppm) DOBI 5 maks 0,25 maks 0,25 maks - - - 3-5 0,25 0,25 >52,5 >600 2,70 2,5-3,5 0,15 maks 0,02 maks 50 min 500 min 2,5 min

2.2.Logam Berat dan Toksisitas

Logam Berat adalah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah logam berat pada umumnya sudah beracun pada tumbuhan, hewan dan termasuk manusia. Logam berat yang sering mencemari habitat ialah Hg,Cr,Cd,As dan Pb (Am.geol.Inst, 1976).

Pengkajian fitotoksisitas logam berat di Indonesia masih sangat langka, apalagi mengenai peningkatan pemasukan logam berat ke dalam rantai pangan yang menimbulkan persoalan pencemaran dampak lingkungan . Salah satu sebab yang barangkali melambatkan kajian tersebut ialah kerumitan perilaku logam berat di dalam tanah dan di dalam tumbuhan yang menyangkut jumlah kelumit. Maka diperlukan ketekunan kerja, metode penelaahan rinci, dan peralatan deteksi yang teliti. Sebab lain mungkin karena ambang batas keracunan tanaman ada yang lebih tinggi dari manusia dan hewan. Akibatnya kita menjadi tidak sadar bahwa suatu pertanaman yang tampak sehat dapat menjadi bahan pangan atau pakan beracun (Mengel dan Kirkby, 1987).


(28)

Antara unsur beracun yang berdaya guna atau bahkan yang diperlukan tidak dapat dipilahkan secara jelas. Logam berat Fe, Cu dan Zn merupakan unsur hara mikro yang diperlukan tumbuhan, namun dalam jumlah banyak beracun. Akan tetapi unsur ini perlu bagi manusia dan hewan menyusui karena berperan serta dalam metabolisme glukosa (Mengel dan Kirkby, 1987).

2.2.1 Kejadian Logam Di Alam

Logam berat masuk kedalam lingkungan hidup karena :

1. Longgokan alami di dalam bumi yang tersingkap, sehingga muncul dipermukaan bumi.

2. Pelapukan batuan yang mengandung logam berat yang melonggokan logam berat secara residual didalam saprolit dan selanjutnya berada di dalam tanah.

3. Penggunaan bahan alami untuk pupuk atau pembenah tanah . 4. Pembuangan sisa limbah pabrik atau sampah.

Penyingkapan longgokan alami dapat berupa kejadian alami, pengelupasan lapisan penimbun oleh erosi, longsoran atau pemotongan lapisan yang mengandung logam berat oleh alur alir. Penyingkapan juga dapat karena tindakan manusia berupa penambangan liar. Karena pada dasarnya tanah mengandung logam berat walaupun hanya sekelumit (Notohapdiprawiro, 1991).

2.2.1.1 Logam Besi

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan,yaitu sebanyak 3-5gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi memiliki fungsi esensial didalam tubuh sebagai alat angkut oksigen


(29)

dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron didalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2004).

Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya adalah rasa enek, muntah, diare, denyut janhtung meningkat, sakit kepala, mengigau dan pingsan (Almatsier, 2004).

2.2.1.2 Logam Tembaga

Tidak seperti logam-logam Hg, Pb dan Cd, logam tembaga (Cu) merupakan mikroelemen esensial untuk semua tanaman dan hewan, termasuk manusia. Logam Cu diperlukan oleh berbagai sistem enzim di dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Cu harus selalu ada di dalam makanan. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar kadar Cu di dalam tubuh tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan. Kebutuhan tubuh per hari akan Cu adalah 0,005 mg/kg berat badan. Pada kadar tersebut tidak terjadi akumulasi Cu pada tubuh manusia normal. Konsumsi Cu dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut (Almatsier, 2004).

Logam Cu yang digunakan di pabrik biasanya berbentuk organik, dan anorganik. Logam tersebut digunakan di pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain seperti alloi dengan Ag, Cd, Sn dan Zn (Almatsier, 2004).

2.2.1.3 Logam Seng

Bahwa seng essensial untuk kehidupan telah diketahui sejak lebih dari seratus tahun yang lalu.Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar di


(30)

hampir semua sel. Sebahagian besar seng berada di dalam hati,pankreas, ginjal, otot, dan tulang. Bagian yang banyak mengandung seng adalah bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa ,kulit, rambut dan kuku. Didalam cairan tubuh, seng terutama merupakan ion intraseluler. Seng didalam plasma hanya merupakan 0,1 % dari seluruh seng di dalam tubuh yang mempunyai masa pergantian yang tepat (Almatsier, 2004).

Kelebihan seng hingga dua sampai tiga kali AKG menurunkan absorbsi tembaga.Pada hewan hal ini menyebabkan degenerasi otot jantung. Kelebihan sampai 10 kali AKG mempengaruhi metabolisme kolesterol, mengubah nilai lipoprotein, dan tampaknya dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis (Almatsier, 2004).

2.2.2 Logam Berat Dalam Minyak Kelapa Sawit

Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain besi, tembaga dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa menggunakan alat-alat stainless steel (Basyar, 1999).

Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam berat tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu,logam-logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan (Pahan, 2008).

Didalam minyak sawit itu sendiri sebenarnya sudah terkandung senyawa alami yang dapat menyangkal terjadinya reaksi oksidasi. Senyawa tersebut adalah


(31)

tokoferol.Namun, kemampuan tokoferol untuk menahan reaksi oksidasi adalah terbatas. Jika kadar logam yang terdapat dalam minyak sawit berkadar cukup besar, maka tokoferol sudah tidak mampu menahannya (Basyar, 1999).

Pengurangan unsur-unsur logam yang terikut dalam minyak sawit menurut Basyar (1999) sangat menentukan peningkatan mutu minyak sawit. Beberapa jalan yang dapat dilakukan antara lain:

1. Hydraulic press diganti dengan screw press ,sebab cages dan screen tersebut dari stainless steel.

2. Alat digester dibuat dari stainless steel.

3. Tangkai transpor dilapisi dengan epoxy ( pompa material yang dilapisi nikel), dan jika memungkinkan gunakan pipa-pipa yang tidak berkarat, sebanyak mungkin dihindari penggunaan sambungan-sambungan pipa dari kuningan.

4. Bejana hampa untuk pengeringan ( vacuum dryers) dan alat pendingin minyak sawit ( palm oil coolers) diusahakan tersebut dari stainless steel. 5. Tangki timbun dilapisi dengan epoxy.

6. Kadar ALB dikurangi.

Semua alat diusahakan terbuat dari stainless steel sebab reaksi antara asam lemak yang terkandung dalam minyak sawit dengan logam akan membentuk senyawa pro-oksidan yang membantu terjadinya reaksi oksidasi (Basyar,1999).

2.3. Spektrofotometri Serapan Atom.

Spektrofotometri Serapan Atom merupakan spektrofotometri serapan yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini menggunakan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi


(32)

atom-atom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisa kuantitatif dari logam dalam sampel. Metode Spektrofotometri Serapan Atom mempunyai banyak kesamaan dengan Spektrofotometri Serapan lainnya dalam hal alat yang terdiri dari sumber sinar, monokromator dan detektor ( Bender, 1987).

Ada beberapa kendala yang masih ditemui dalam penggunaan Spektrofotometri Serapan Atom.Kendala-kendala ini antara lain gangguan kimia, efek ionisasi dan efek viskositas pada kecepatan nebulisasi ( Bender, 1987).

Berbagai faktor dapat mempengaruhi pancaran nyala suatu unsur tertentu dan menyebabkan gangguan pada penetapan konsentrasi unsur. Faktor-faktor ini dapat dikelompokkan sebagai gangguan spektrum dan gangguan klinis (Vogel, 1994)

Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsure-unsur

logam dalam jumlah sedikit (trace) dan sangat sedikit (ultratrace). Cara analisis ini

memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada

bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis

kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1

ppm), pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Rohman, 2007).

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sumber sinar yang

lazim diapakai adalah lampu katoda berongga (hallow cathode lamp), katoda

berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam

tertentu. Sampel yang dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang

masih dalam keadaan asas. Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa

padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi


(33)

Lampu katoda berongga diisi dengan gas mulia bertekanan rendah. Dengan

pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atomatom logam

katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian

mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu. Suatu garis yang diinginkan

dapat diisolasi dengan suatu monokromator (Khopkhar, 2003).

Menurut Rohman (2007), gangguan-gangguan yang terjadi pada Spektrofotometri

Serapan Atom adalah:

1. Gangguan yang berasal dari sampel yang mana dapat mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom

yang terjadi di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom

yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di

dalam nyala.

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

2.4. Validasi Metode Analisa

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap perameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Rohman, 2007). Beberapa parameter validasi diuraikan di bawah ini.

2.4.1. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)


(34)

memudahkan penyajian data hasil penelitian. Dimana data hasil uji yang tersaji memiliki sifat sederhana, mudah dipahami dan informatif. Uji BNT memiliki rumus: �= ��� ��

√� ���=�+�

Keterangan : Q = Kadar S = T table

SD = Standar Deviasi

n = jumlah pengulangan statistik yang diterima

Untuk pengaruh perkaluan yang bersifat meningkat , dilakukan pada data dari angka minimal hingga maksimal.Selanjutnya dihitung nilai beda reil dari angka pasangan perlakuan terdekat hingga terjauh yang kemudian dibandingkan setiap nilai beda riel ini dengan beda baku selanjutnya (Hanafiah, 2005).

2.4.2 Perolehan Kembali

Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan. Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placeborecovery) dan metode penambahan baku (standard addition methode). Metode simulasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit bahan murni pembanding kimia yang ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan. Metode adisi dengan menambahkan sejumlah analit dengan


(35)

konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa lalu dianalisis kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

% perolehan kembali=

C*A CA CF

x 100%

Keterangan: CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku

CA = konsentrasi sampel awal

C*A= konsentrasi larutan baku yang ditambahkan

2.4.3 Batas Deteksi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas ini dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004) :

Batas deteksi = slope

SB x 3

Keterangan: SB = simpangan baku

2.4.4 Batas Kuantitasi

Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas ini dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004) :

Batas kuantitasi =

slope SB x 10


(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu menentukan kandungan logam berat pada crude palm oil (CPO) di unit proses produksi yang diperoleh dari beberapa pabrik Kelapa Sawit (PKS).

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (PAHAM) Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Sumatera Utara dimulai dari bulan November 2009 sampai dengan Juni 2010.

3.2 Alat

Spektrofotometer serapan atom (GBC Avanta Ver), hot plate (Vissons), Block Drier, lemari asam, neraca analitik (AND GF-200), neraca, spatula, dan alat-alat gelas (Pyrex) pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah CPO dari unit TBS segar, Buah Rebusan, Vibrating Screen, Crude Oil Tank, Continous Setling Tank, Oil Purifier, Vacum Drier dari tiga PKS A, B, dan C serta bahan kimia semua pro analisis keluaran E. Merck yaitu Asam nitrat (HNO3) 65% b/v, Asam sulfat (H2SO4) 95% b/v,

Larutan standar besi 1000 ppm, Larutan standar tembaga 1000 ppm, Larutan standar seng 1000 ppm.


(37)

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pemilihan Sampel

Populasi penelitian adalah minyak kelapa sawit pada unit produksi yakni Tandan Buah Segar (TBS), Buah Rebus (BR), Vibrating Screen (VB), Crude Oil Tank (COT), Continous Setling Tank (CST), Oil Purifier (OP), Vacum Drier (VD) yang berasal dari Pabrik Kelapa Sawit A, B, dan C yang berasal dari Pekanbaru diidentifikasi mengandung logam besi, tembaga, dan seng.

Metode pengambilan sampel dilakukan secara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa CPO pada tahap produksi di Pabrik Kelapa Sawit adalah homogen.

3.4.2 Pembuatan Pereaksi 1. Larutan HNO3

Larutan HNO 5 N

3 5 N dibuat dengan mengencerkan 340 ml HNO3

2. Larutan H

65% b/v dengan akuades hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

2SO4

3.4.3 Proses Dekstruksi Logam Besi ,Tembaga dan Seng 95% b/v

3.4.3.1.Destruksi Basah

Ditimbang 10 g sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi berukuran besar. Tambahkan 5 ml asam nitrat pekat, kemudian dipanaskan pada suhu 70-80o-C selama 2 jam menggunakan bloc drier. Kemudian panaskan pada suhu 120oC dilanjutkan dengan waktu 6 jam. Kemudian perlakuan diatas ditambahkan 5 ml asam sulfat pekat dan pemanasan dilanjutkan selama 1 jam. Kemudian


(38)

larutan di dalam tabung didinginkan dan dilarutkan dengan 5 ml akuades dan 5 ml asam nitrat 5N. Larutan tersebut disaring dengan kertas saring Whatman No.42 dan filtrat di masukkan dalam labu takar 25 ml dengan membuang 2% larutan hasil penyaringan pertama ditepatkan volume dengan akuades hingga garis tanda. Larutan siap untuk di analisis menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (Farouq, 2003).

3.4.3.2.Destruksi Kering

Prosedur ini merupakan modifikasi dari Cantle (1982). Minyak kelapa sawit ditimbang 10 g sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi berukuran besar. Tambahkan 5 ml HNO3 65% b/v , kemudian dipanaskan pada suhu 70-80o-C

selama 2 jam menggunakan blok drier. Kemudian panaskan pada suhu 120oC dilanjutkan dengan waktu yaitu: 6 jam hingga diperoleh sampel yang mengarang. Selanjutnya diabukan terlebih dahulu di dalam tanur. Pengabuan dilakukan selama 2 jam , jaga jangan sampai menyala/terbakar hingga suhu 450oC. Abu di basahi dengan 3-5 ml HNO3 5N. Abu hasil destruksi kemudian dipanaskan di atas

penangas air selama 10 menit. Lalu disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42 ke dalam labu takar 25 ml dengan membuang 2% larutan hasil penyaringan pertama dan ditepatkan volume dengan akuades hingga garis tanda. Larutan siap untuk di analisis menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (Cantle, 1982).


(39)

3.4.3.3. Bagan Destruksi Basah

Sampel Minyak

dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditimbang ± 10 gram

ditambahkan 5 ml HNO3 65% b/v

Dimasukkan kedalam alat block drier

Dilakukan destruksi awal selama 2 jam dengan suhu 80oC

Dilanjutkan destruksi selama 6 jam dengan suhu 120oC

Dilanjutkan pemanasan selama 1 jam dengan suhu 80oC

d d

Ditambah 5 ml H2SO4 (p)

dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dengan membuang 2 ml larutan dibilas sisa residu pada tabung reaksi dengan akuades

ditepatkan volumenya hingga garis tanda dengan akuades

Hasil

25 ml larutan sampel

disaring dengan kertas saring Whatman No.42

diukur pada panjang gelombang 248,33nm, 324,75 nm dan 213,9 yakni logam Fe, Cu dan Zn Minyak hitam

mengental

Minyak kering dan mengarang

Ditambah 5 ml aquades Ditambah 5 ml HNO3 5N


(40)

Dimasukkan kedalam alat block drier 3.4.3.4. Bagan Destruksi Kering

Sampel Minyak

dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditimbang ± 10 gram

ditambahkan 5 ml HNO3 65% b/v

Dilakukan destruksi awal selama 2 jam dengan suhu 80oC

Dilanjutkan destruksi selama 6 jam dengan suhu 120oC

Dimasukkan kedalam krus porselen Dibilas tabung dengan HNO3 5N

dinginkan dalam desikator

ditambahkan HNO3 5N

Dipanaskan diatas penangas air

ditanur selama 2 jam dengan suhu 450oC Minyak kering dan

mengarang

Abu

dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dengan membuang 2 ml filtrat

dibilas sisa residu pada krus porselen dengan akuades

ditepatkan volumenya hingga garis tanda dengan akuades

disaring dengan kertas saring Whatman No.42

25 ml larutan sampel

diukur pada panjang gelombang 248,33 nm, 324,75 nm dan 213,9 nm yakni logam Fe, Cu dan Zn


(41)

3.4.4 Analisis Kuantitatif

3.4.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum pada masing-masing logam dilakukan berdasarkan pengaturan alat yang telah distandarisasi, dimana panjang gelombang maksimum logam besi, tembaga dan seng masing-masing adalah 248,33 nm, 324,75 dan 213,9 dengan tipe nyala udara-asetilena (Cantle, 1982).

3.4.4.2 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Besi

Larutan baku besi (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

Larutan standar besi (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N dan ditepatkan hingga garis tanda dengan akuades (konsentrasi 100 mcg/ml).

3

Larutan kerja logam besi dibuat dengan memipet 0; 2; 4; 6; 8; 10; 12; dan 14 ml larutan larutan baku 10 mcg/ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 10 mcg/ml).

3

3.4.4.3 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Tembaga

5 N dan ditepatkan hingga garis tanda dengan akuades (larutan kerja ini mengandung 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0.8; 1; 1,2; 1,4 (mcg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 248,33 nm.

Larutan baku tembaga (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3 5 N dan


(42)

Larutan standar tembaga (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

Larutan standar tembaga (10 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 10 mcg/ml).

3

Larutan kerja logam tembaga dibuat dengan memipet 0; 2; 4; 6; 8; 10; 20; dan 40 ml larutan baku 1 mcg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 1 mcg/ml).

3

3.4.4.4 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Seng

5 N dan ditepatkan hingga garis tanda dengan akuades (larutan kerja ini mengandung 0,0; 0,02; 0,04; 0,06; 0,08; 0,1; 0,2; 0,4 ( mcg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 324,75 nm

Larutan baku seng (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

Larutan standar seng (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N dan ditepatkan hingga garis tanda dengan akuades (konsentrasi 100 mcg/ml).

3

Larutan kerja logam seng dibuat dengan memipet 0; 2; 4; 6; 8; 10; 12; dan 14 ml larutan larutan baku 10 mcg/ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 10 mcg/ml).

3 5 N dan ditepatkan hingga

garis tanda dengan akuades (larutan kerja ini mengandung 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0.8; 1; 1,2; 1,4 (mcg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 213,9 nm.


(43)

3.4.5 Penetapan Kadar Logam Dalam Minyak Sawit 3.4.5.1 Logam Besi

Larutan sampel hasil destruksi (prosedur 2.4.4.2) diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang 248,33 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan linier dari kurva kalibrasi (Cantle, 1982).

3.4.5.2 Logam Tembaga

Larutan sampel hasil destruksi (prosedur 3.4.4.3.) diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang 324,75 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku tembaga. Konsentrasi tembaga dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan linier dari kurva kalibrasi (Cantle, 1982).

3.4.5.3 Logam Seng

Larutan sampel hasil destruksi (prosedur 3.4.4.4) diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang 213,9 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku seng. Konsentrasi logam seng dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan linier dari kurva kalibrasi (Cantle, 1982).

Kadar logam besi, tembaga dan seng dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Kadar logam (mg/kg) ={Konsentrasi logam (mcg/ml) x 10-3} x Volum (ml) Berat sampel (g) x 10-3


(44)

3.4.6 Uji Perolehan Kembali 3.4.6.1 Pembuatan Larutan Baku

Larutan standar besi, tembaga dan seng (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

Larutan standar besi, tembaga dan seng (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 100 mcg/ml).

3

a. Pembuatan Larutan Baku 5 mcg/ml (b/v)

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 10 mcg/ml).

Larutan Besi, Tembaga dan Seng (10 mcg/ml) dipipet sebanyak 50 ml dimasukkan labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

b. Pembuatan Larutan Baku 2 mcg/ml (b/v)

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades ( konsentrasi 5 mcg/ml)

Larutan Besi, Tembaga dan Seng ( 5 mcg/ml) dipipet sebanyak 40 ml dimasukkan labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

c. Pembuatan Larutan Baku 1 mcg/ml (b/v)

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades ( konsentrasi 2 mcg/ml)

Larutan Besi, Tembaga dan Seng ( 2 mcg/ml) dipipet sebanyak 50 ml dimasukkan labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan


(45)

HNO3

d. Pembuatan Larutan Baku 0,5 mcg/ml (b/v)

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades ( konsentrasi 1 mcg/ml)

Larutan Besi, Tembaga dan Seng ( 1 mcg/ml) dipipet sebanyak 50 ml dimasukkan labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

e. Pembuatan Larutan Baku 0,1 mcg/ml (b/v)

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades ( konsentrasi 0,5 mcg/ml)

Larutan Besi, Tembaga dan Seng ( 0,5 mcg/ml) dipipet sebanyak 20 ml dimasukkan labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

3.4.6.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades ( konsentrasi 0,1 mcg/ml)

Uji perolehan kembali dilakukan dengan cara menentukan kadar logam dalam sampel, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel yang telah ditambahkan larutan baku yang jumlahnya diketahui dengan pasti. Larutan standar yang ditambahkan yaitu, 2 ml larutan standar besi, tembaga dan seng (konsentrasi 5, 2, 1, 0.5, dan 0.1 mcg/ml )

Uji perolehan kembali dilakukan terhadap sampel yang sama dan dianalisa dengan cara yang sama dengan pengerjaan sampel awal. Uji perolehan kembali dilakukan untuk mengetahui kadar sampel sebenarnya dengan cara menkonversikan harga persen recovery tersebut. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan persamaan berikut:


(46)

= Jumlah total logam dalam sampel – jumlah logam dalam sampel awal x100% Jumlah logam baku yang ditambahkan (Harmita, 2004)

3.4.7 Analisa Statistik

Analisa data dilakukan secara kuantitatif dengan persamaan regresi dan dilakukan pengolahan data dari hasil persamaan regresi dari logam berat besi, tembaga, dan seng.

Adapun metode statistika untuk komparasi hasil penentuan kandungan logam

besi, tembaga, dan seng dalam minyak sawit di unit proses produksi disesuaikan dengan jenis dan distribusi data yang diperoleh. Data diterima jika t hitung < t tabel

pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α 0,05dengan metode standar deviasi dengan rumus :

SD =

( )

1 -n

X -Xi 2

Keterangan : Xi = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel − n = jumlah perlakuan Untuk mencari t hitung digunakan rumus :

t hitung

n SD

X Xi

/ − =

dan untuk menentukan kadar logam di dalam sampel dengan interval kepercayaan 95%, α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Kadar Logam =

µ

= X ± (t(α/2, dk) x SD / √� )


(47)

SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = interval kepercayaan

n = jumlah perlakuan (Sudjana, 2002)

2.4.7.1. Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali, dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas deteksi = slope

SB x 3

Batas kuantitasi = slope

SB x 10

Keterangan: SB = Simpangan Baku

Simpangan Baku = ( ) 2

2 −

n Yi


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kurva Kalibrasi Logam Besi, Tembaga, dan Seng

Kurva kalibrasi logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan standar masing-masing logam tersebut. Dengan memplotkan antara absorbansi dengan konsentrasi diperoleh persamaan garis regresi Y = 0,0353X + 0,0006 logam Fe, Y = 0,1965X - 0,0002 logam Cu, dan Y = 0.1526X - 0.0042 logam Zn.

Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dapat dilihat pada Lampiran 3. Contoh perhitungan persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 4. Kurva kalibrasi larutan standar besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 1. Kurva Kalibrasi Logam Besi (Fe) y = 0.0353x + 0.0006

R = 0.9996

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

A

xb

so

rb

a

n

si


(49)

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Logam Tembaga (Cu)

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Logam Seng (Zn)

Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan

serapan, dengan koefisien korelasi (r) untuk besi sebesar 0,9996; tembaga sebesar

0.9998 dan 0,9992 untuk logam seng. Nilai koefisien korelasi (r) telah memenuhi

persyaratan validasi yaitu lebih besar dari 0,999 (Lister, 2005). Kurva ini

menunjukkan korelasi positif antara konsentrasi (X) dan absorbansi (Y) yang artinya,

y = 0.1965x - 0.0002 R = 0.9998

-0.0100 0.0000 0.0100 0.0200 0.0300 0.0400 0.0500 0.0600 0.0700 0.0800 0.0900

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45

A

b

so

rb

a

n

si

Konsentrasi (mcg/ml)

y = 0.1526x + 0.0042 R = 0.9992

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

A

b

so

rb

a

n

si


(50)

4.2. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Limit deteksi dan kuantitasi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter uji batas (Satiadarma, 2004). Dari hasil perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 5 diperoleh batas deteksi untuk logam besi (Fe) adalah 0,0476 mcg/ml untuk logam tembaga (Cu) adalah 0.0051 mcg/ml, dan logam seng (Zn) sebesar 0.0577 mcg/ml.

Sedangkan batas kuantitasi dari hasil perhitungan diperoleh sebesar 0,1587 mcg/ml untuk logam besi (Fe) dan 0.0171 mcg/ml untuk logam tembaga (Cu) serta untuk logam Seng (Zn) 0.1922 mcg/ml.

Dari hasil batas deteksi dan batas kuantitasi menunjukkan bahwa nilai dari batas deteksi lebih rendah dari batas kuantitasi sebagai analit terendah yang dapat dideteksi, tetapi tidak dapat dikuantitasi. Dan nilai batas kuantitasi yang diperoleh tidak lebih besar dari kadar yang diperoleh.

4.3.Uji Perolehan Kembali

Akurasi prosedur ditentukan dengan uji perolehan kembali menggunakan metode adisi dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa lalu di analisis kembali. (Harmita, 2004).

Hasil uji perolehan kembali logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dalam CPO setelah penambahan larutan standar logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dapat dilihat pada Lampiran 6. Data hasil uji perolehan kembali destruksi basah dan kering logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.


(51)

Tabel 1. Data Hasil Uji Perolehan Kembali Logam Besi, Tembaga dan Seng Destruksi Basah.

N0

Konsentrasi Logam di Tambahkan

(mcg/ml)

% PEROLEHAN KEMBALI DESTRUKSI BASAH

Fe Cu Zn

1 0,1 93,86 85,15 92,65

2 0,5 92,64 94,96 98,18

3 1 96,83 90,61 102,33

4 2 95,24 92,39 96,95

5 5 90,84 91,29 94,23

Range Recovery 90,84 – 96,83 85,15 – 94,96 92,65 – 102,33

Tabel 2. Data Hasil Uji Perolehan Kembali Logam Besi, Tembaga dan Seng Destruksi Kering

N0

Konsentrasi Logam di Tambahkan

(mcg/ml)

% PEROLEHAN KEMBALI DESTRUKSI KERING

Fe Cu Zn

1 0,1 92,91 97,89 91,41

2 0,5 98,95 93,32 90,93

3 1 95,24 91,26 98,32

4 2 98,47 90,32 96,46

5 5 107,23 90,54 101,26

Range Recovery 92,91 – 107,23 90,32 – 97,89 90,93 – 101,26

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali dengan metode destruksi basah memiliki rentang 90,84 % - 96,83 % (Fe), selanjutnya dengan metode destruksi kering memiliki rentang 92,91 % - 107,23 % (Fe), metode destruksi basah memiliki rentang sebesar 85,15% - 94.96% (Cu), selanjutnya metode destruksi kering memiliki rentang 90,32 – 97,89% (Cu), metode destruksi basah memiliki rentang 92.65% - 102.33% (Zn) selanjutnya metode destruksi kering memiliki rentang 90.93% - 101.26% (Zn).


(52)

Persen perolehan kembali tersebut menunjukkan ketepatan kerja pada saat pemeriksaan kadar logam dalam sampel. Karena ketepatan dalam kerja menunjukkan validasi dari suatu metode yang sesuai penggunaannya sehingga menghasilkan data analisis yang tepat. Menurut Harmita (2004), suatu metode dikatakan teliti jika nilai perolehan kembali antara 80%-110%.

Penelitian sebelumnya Farouq (2003) menganalisis logam Fe, Cu dan Zn dalam minyak nabati dengan menggunakan destruksi basah dan ekstraksi secara ultrasonik untuk memecah matriks dari minyak sawit. Dari penelitian tersebut di dapat recovery logam besi 97,10 % – 101,60 %, logam tembaga 96,50 % – 98,80 % dan logam seng 96,00 % – 98,70 %. Sedangkan peneliti berbeda, Chong Tsai (1978) melakukan penetapan kadar logam Fe, Cu, dan Zn pada minyak nabati dengan metode pengabuan memperoleh recovery pada logam besi 82% – 98%, logam tembaga 97% – 101% dan logam seng 99 % – 103%.

Membandingkan hasil yang diperoleh dengan data diatas maka metode yang terbaik dalam menetapkan kadar Fe, Cu, dan Zn pada CPO adalah metode destruksi kering. Karena pada uji perolehan kembali menunjukkan nilai persen perolehan kembali pada rentang nilai yang terbaik yaitu diantara 90% - 110%. Destruksi kering yang dilakukan menggunakan pelarut HNO3 5N yang

dipertahankan suhu pengarangan menggunakan bloc dryer. Penggunaan bloc dryer dalam mempertahankan suhu sangat baik karena akan diperoleh kondisi yang seragam dengan waktu dan suhu yang sama pada sampel. Karena dalam proses pengarangan sampel, untuk mempertahankan suhu sangatlah sulit apabila tidak menggunakan alat dan perlakuan yang tepat. Proses pengabuan yang dilakukan pada logam Fe, Cu dan Zn juga sangat baik, karena ketiga logam


(53)

merupakan logam yang memiliki titik leleh yang tinggi diatas 1000o

4.4. Kadar Logam Besi, Tembaga, dan Seng pada Minyak Kelapa Sawit C. Sehingga kemungkinan kehilangan logam akibat penguapan sebelum di analisis menggunakan spektrofotometer serapan atom sangat kecil. Oleh karena itu, metode destruksi kering dipilih sebagai metode terbaik. Selanjutnya prosedur analisis yang dikerjakan dalam penelitian ini dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk penetapan logam besi, tembaga dan seng dalam minyak sawit karena telah memenuhi persyaratan validasi metode.

Penentuan kadar logam besi (Fe), tembaga (Cu) dan seng (Zn) dilakukan secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi linier kurva kalibrasi larutan standar masing-masing. Hasil kadar logam dan pengujian beda nyata terkecil dari masing-masing stasiun produksi dan pabrik kelapa sawit dapat dilihat di tabel 3. Data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.

Hasil Pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) digunakan untuk memudahkan penyajian data logam Besi (Fe), Tembaga (Cu) dan Seng (Zn). Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan 5%. Perhitungan dan hasil Uji Beda Nyata Terkecil dapat dilihat pada Lampiran 10

Analisa dilanjutkan dengan perhitungan statistik (perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9). Dari perhitungan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa rata-rata kadar besi (Fe), temabaga (Cu) dan seng (Zn) pada CPO di unit produksi memiliki kadar yang bervariasi pada masing-masing stasiun di beberapa pabrik


(54)

kelapa sawit dimulai dari stasiun Tandan Buah Segar (TBS), Buah Rebus (BR),

Vibrating Screen (VB), Crude Oil Tank (COT) , Continous Settling Tank (CST),

Oil Purifier (OP)

Hasil Uji BNT menunjukkan bahwa : dan stasium Vacum Drier (VD).

1. Pada taraf kepercayaan 5% dengan menggunakan notasi (a,b,c) dilihat bahwa pengaruh destruksi terhadap kadar logam yang diperoleh berbeda tidak nyata dan sebahagian data berbeda nyata. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kondisi tanah, proses penanaman, penanganan panen hingga pasca panen dan proses pengolahan dari masing-masing pabrik kelapa sawit A, B dan C yang memberikan pengaruh yang sejalan dengan perbedaan kandungan logam besi, tembaga dan seng dalam minyak kelapa sawit.

2. Pada taraf kepercayaan 5% dengan menggunakan notasi (A,B,C , ..dst) dapat dilihat bahwa pada stasiun-stasiun di unit proses produksi memberikan pengaruh beda sangat nyata terhadap hasil kadar logam baik yang dianalisi menggunakan metode destruksi basah maupun menggunakan metode destruksi kering. Hal ini dapat dilihat bahwa notasi yang diberikan pada setiap stasiun memberikan perbedaan yang sangat signifikan. Sehingga dapat disimpulkan stasiun-stasiun pada unit produksi berpengaruh terhadap terhadap hasil kadar logam.

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 tersebut, kadar rata-rata logam tembaga (Cu) pada beberapa pabrik kelapa sawit di tiap unit stasium memiliki kadar yang bervariasi. Dimulai dari metode destruksi basah pada stasiun TBS sampai VD adalah 0.0574 mg/kg; 0.0655 mg/kg; 0.0730 mg/kg; 0.0899 mg/kg; 0.1061 mg/kg;


(55)

0.0649 mg/kg; 0.0533 mg/kg. Begitu selanjutnya pada logam besi (Fe) dan seng (Zn) yang tertera pada Tabel 3 dan Tabel 4. SNI 01-0016-1998 menetapkan standar mutu logam didalam olein untuk logam maksimal Fe 5 mg/kg, dan Cu 0,4 mg/kg. Meskipun kadar logam besi, tembaga dan seng pada CPO yang diperoleh memang belum dicantumkan. Namun ketentuan yang ditetapkan terhadap kandungan logam di dalam CPO agar diperoleh logam dengan kadar serendah mungkin (Ketaren, 1986).

Pada proses produksi minyak kelapa sawit, stasiun-stasiun produksi bertujuan mendapatkan minyak yang baik, dimana minyak yang baik adalah salah satunya tidak mengandung cemaran logam.

Logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) yang terkandung dalam minyak kelapa sawit tidak hanya bersumber dari cemaran logam yang disebabkan oleh lingkungan maupun pengaruh alat dan mesin pabrik. Melainkan logam-logam tersebut dapat bersumber dari kandungan mineral dari dalam tanah sesuai daerah dan topografinya. Penggunaan pupuk dan pestisida yang mengandung logam besi, tembaga dan seng juga dapat menjadi sumber peningkatan logam didalam minyak kelapa sawit (Satyawibawa, 1992).

Pengelolaan tanaman yang kurang baik dimulai dari penanaman, penyeleksian bibit, proses memanen buah kelapa sawit hingga perlakuan pasca pemanenan sangat berpengaruh menimbulkan akumulasi peningkatan kadar logam dalam minyak kelapa sawit.

Kadar logam besi (Fe), tembaga (Cu) dan seng (Zn) dari ketiga pabrik kelapa sawit yakni PKS A, B, dan C menunjukkan perolehan kadar yang berbeda. Hal ini dapat di lihat dari Tabel 3 dan Tabel 4 yang telah di uji secara statistik


(56)

menggunakan uji beda nyata terkecil. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap perusahaan pabrik kelapa sawit dari masing-masing unit proses memiliki pengaruh nyata terhadap peningkatan kadar logam. Hal ini dapat dilihat pada PKS C yang secara umum memiliki kadar loham besi, tembaga dan seng terendah di banding pada PKS A dan B. Perbedaan dari ketiga pabrik kelapa sawit tersebut terhadap kadar logam besi, tembaga dan seng menurut Notohapdiprawiro (1991) dapat dipicu oleh kandungan mineral tanah atau keadaan topografi, penggunaan bahan alami untuk pupuk atau pembenah tanah serta penanganan sampah dan sisa limbah pabrik yang kurang terjaga. Selain itu ketiga pabrik juga memiliki sistem pabrikasi yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap pengolahan minyak kelapa sawit.

Pada tahap produksi minyak kelapa sawit, perusahaan dan industri pabrik kelapa sawit berupaya menghasilkan minyak sawit yang benar-benar bermutu. Namun tidak semua pabrik minyak kelapa sawit mempunyai tekhnologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses penyaringan kelapa sawit (Satyawibawa, 1992). Hal ini ditunjukkan oleh kadar logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) yang dianalisis oleh peneliti sendiri. Pada masing-masing stasiun ditunjukkan terjadi akumulasi atau peningkatan kadar logam besi, tembaga, dan seng.

Pupuk yang biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara mikro seperti Fe, B, Mn, Cu, Zn dan mineral lain sering dicampurkan pada pupuk misalnya pada Sulphomag atau Phosmag atau bahkan pembuangan sisa limbah pabrik atau sampah yang berpengaruh langsung terhadap komposisi mineral dalam tanah (Notohadiprawiro, 1991). Oleh karena itu pada stasiun TBS, minyak


(57)

yang dihasilkan langsung bersumber dari buah sawit yang telah matang mengandung sejumlah logam besi, tembaga dan seng.

Perlakuan terhadap tandan buah segar (TBS) sebelum perebusan dan pelumatan daging buah dari biji kelapa sawit juga memiliki pengaruh terhadap peningkatan kadar logam dalam minyak. Dari ketiga PKS A, B, dan C diperoleh rerata kadar logam tembaga yakni 0,05 mg/kg, logam besi dan seng memiliki rerata 0,5 mg/kg. Hal ini di karenakan tandan buah segar sebelum di rebus akan melalui stasiun loading ramp yang merupakan tempat untuk memisahkan kotoran krikil, pasir dan sampah yang terikut dalam TBS. Namun proses memisahkan kotoran tersebut hanya dilakukan dengan menjatuhkan kotoran melalui kisi-kisi yang ditampung oleh dirt conveyer sehingga memudahkan dalam pembuangannya (Pahan, 2008). Kalau di cermati dari peristiwa di atas, maka proses tersebut tidak akan mempengaruhi kebersihan dari tandan buah segar yang diduga terkontaminasi logam berat.

Tandan buah segar (TBS) selanjutnya dikirim menuju stasiun rebusan diarahkan hingga sampai pada sterilizer. Tujuan dari perebusan tentu saja ingin menghasilkan minyak dengan kualitas yang baik dan tingkat keasaman yang rendah (Pahan, 2008). Akan tetapi kenyataannya, melalui data yang diperoleh peneliti menunjukan peningkatan kadar logam dari sebelum perebusan hingga setelah perebusan. Dugaan kuat terhadap PKS A, B, dan C terjadi akumulasi dari residu korosi yang terdapat pada bejana perebusan.

Langkah selanjutnya adalah melakukan proses pemipilan buah sawit dari tandan sawit (janjang kosong) yang kemudian berondolan yang telah terpipil di angkut ke bagian pengadukan / pencacahan (digester). Digester merupakan bejana


(58)

silinder yang mempunyai as putar dan dilengkapi dengan pisau – pisau pengaduk. Digester berfungsi untuk memisahkan biji (nut) dengan daging buah. Didalam bejana digester

Setelah mengalami pengepresan selanjutnya minyak dibawa menuju stasiun pemurnian yaitu stasiun pengolahan di PKS yang bertujuan untuk melakukan pemurnian dari kotoran-kotoran, seperti padatan, lumpur, dan air (Pahan, 2008). Stasiun-stasiun pemurnian antara lain vibrating screen, crude oil tank, continous settling tank, oil purifier, dan vacuum drier.

, buah dicacah oleh pisau – pisau pengaduk sehingga daging buah dirombak menjadi lumat dan lepas dari bijinya (Pahan, 2008). Permasalahan yang terjadi adalah screw press sebagai alat untuk pengempaan dan untuk memisahkan minyak dari daging buah sering mengalami korosi dan pengikisan, sehingga menimbulkan residu logam yang bercampur dengan minyak hasil pengepresan.

Dimulai dari stasiun Tandan Buah Segar (TBS) hingga stasiun Continous Setling Tank (CST) dari data yang diperoleh menunjukkan terjadi peningkatan logam yang merupakan akumulasi dari tiap stasiun. Seperti halnya yang ditunjukkan oleh pengaruh peningkatan logam yang ditimbulkan oleh proses perebusan dan pengepresan tandan buah segar (TBS) hingga sampai pada proses pemurnian minyak kelapa sawit.

Pada proses pemurnian ditunjukkan pada stasiun Continous Setling Tank (CST) yang memiliki kadar logam tertinggi yakni antara 0,08 mg/kg sampai 0,1 mg/kg untuk logam tembaga, pada logam besi dan seng berkisar antara 0,8 mg/kg sampai 1,1 mg/kg. Pada stasiun Continous Setling Tank (CST) terjadi proses pengendapan lumpur (sludge) yang merupakan akumulasi dari stasiun-stasiun sebelumnya. Masing-masing stasiun erat kaitannya dengan penggunaan alat-alat


(59)

yang terbuat dari besi yang rentan mengalami oksidasi seperti hydraulic press, alat digester, tangkai transport bejana pengeringan dan alat pendingin minyak kelapa sawit (Basyar, 1999). Pengendapan lumpur (sludge) berdasarkan perbedaan berat jenisnya dengan mempertahankan suhu pemanasan sampai 90o

Pada stasiun Oil Purifire (OP) kadar logam mengalami penurunan yang signifikan. Dari hasil tersebut diperoleh rerata kadar logam tembaga 0,056 mg/kg sampai 0,064 mg/kg dan pada logam besi dan seng diperoleh rerata kadar 0,54 mg/kg sampai 0,59 mg/kg. Hal ini disebabkan pada stasiun ini terjadi pemisahan cairan-cairan yang tidak saling bersenyawa (tidak saling melarutkan) berdasarkan berat jenisnya.

C. Pemisahan antara lumpur (sludge) dan minyak yang di hasilkan melalui metode sentrifugasi agar minyak yang dihasilkan sedapat mungkin bebas air (Fauzi, 2002).

Selanjutnya minyak dari stasiun Oil Purifire (OP) di alirkan ke stasiun Vacum Drier (VD) dengan tujuan untuk memastikan bahwa minyak yang dihasilkan benar-benar bebas dari air ( Sunarko, 2007). Keseluruhan proses yang panjang ini diharapkan didapat CPO yang bersih dengan kadar zat menguap sebesar 0,3% dan kadar kotoran sebesar 0,0005% (Satyawibawa, 1992). Sehingga diperoleh CPO yang mengandung logam pada stasiun Vacum Drier (VD) dengan jumlah yang rendah yakni dengan kisaran antara 0,048 mg/kg - 0,05 mg/kg untuk logam tembaga dan untuk logam besi dan seng dengan kisaran antara 0,48 mg/kg sampai 0,52 mg/kg.


(60)

4.5. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Logam Besi, Tembaga, dan Seng pada Minyak Kelapa Sawit

Dilakukan uji beda nilai rata-rata secara statistik pada taraf kepercayaan 95%. Uji yang dilakukan adalah uji T dan uji F yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Hasil Uji F

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Destruksi Basah Between Groups .002 6 .000 89.014 .000

Within Groups .000 14 .000

Total .002 20

Destruksi Kering Between Groups .002 6 .000 73.142 .000

Within Groups .000 14 .000

Total .002 20

Dari tabel analisa anova dapat dilihat bahwa Fhitung metode Destruksi

Basah = 89.014 serta Fhitung metode Destruksi Kering = 73,142 dan Ftabel 3,23.Hal

ini memberikan menunjukkan bahwa Fhitung >Ftabel

Besarnya nilai probabilitas atau signifikansi adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan antara metode destruksi basah dan destruksi kering dalam menentukan kadar logam. Secara teknis, bila ditinjau dari metode destruksi, destruksi basah lebih efektif dalam menentukan kadar logam besi, tembaga dan seng dibandingkan dengan metode destruksi kering. Dapat dilihat bahwa selisih kadar masing-masing logam yang diperoleh antara destruksi basah dan destruksi kering adalah cukup bermakna. Hal ini terjadi karena pada sehingga memberikan kesimpulan bahwa rerata kadar logam pada masing-masing stasiun minyak kelapa sawit di PKS memiliki rerata kadar yang berbeda.


(61)

saat proses penguapan air dan pengarangan pada saat menggunakan bloc drier, pengabuan dengan menggunakan suhu tinggi hingga 500o

Metode destruksi basah manurut (Apriyantono, 1989) memberikan beberapa keuntungan. Suhu yang digunakan tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur dari pada menggunakan pengabuan kering. Destruksi basah pada prinsipnya adalah menggunakan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan

C dan waktu pemanasan yang sangat lama, serta pemanasan larutan sampel. Tetapi metode ini membutuhkan sedikit ketelitian dan dapat menganalisa sampel lebih banyak di bandingkan destruksi basah.

Dengan demikian, kadar logam pada sampel dengan metode destruksi basah menunjukkan hasil pengukuran logam yang lebih tinggi dibandingkan secara destruksi kering disebabkan perbedaan dari prosedur metode uji. Namun hasil kadar logam yang diperoleh belum dapat digunakan untuk menyimpulkan apakah metode destruksi basah ataupun metode destruksi kering lebih baik dalam proses pengerjaannya. Karena untuk menilai baik tidaknya suatu metode kita harus melihat dari faktor yang mempengaruhi validitas metode yakni perolehan kembali, batas deteksi dan batas kuantitasi. Jadi, proses destruksi yang dilakukan hanya untuk melihat pengaruh yang di hasilkan dalam penetapan kadar logam besi, tembaga dan seng pada unit proses produksi kelapa sawit.


(1)

T hit 1 2.0053

T hit 2 0.5304

T hit 3 2.5575

T hit 4 1.0753

Karena t hitung < t tabel, maka semua data tersebut diterima Kadar Logam Fe Basah pada VD di PKS Eka Dura

µ = X ± (t(α/2, dk) x SD / √� )

= 0,4994 ± 3,1824 x 0.027526518/ 4 = 0,4994 ± 0,0438

Hasil perhitungan secara statistik untuk kandungan logam Besi (Fe) DESTRUKSI BASAH dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

No Sampel Minyak Hasil (mg/kg)

1 TBS 0.5321 ± 0,0310

2 BR 0,6425 ± 0,0425

3 VB 0,7678 ± 0,0352

4 COT 0,8700 ± 0,1032

5 CST 1,1224 ± 0,0447

6 OP 0,5771 ± 0,0303


(2)

Lampiran 11. Contoh Perhitungna pengujian Beda Nyata Terkecil.

� = ��� ��

√�

���=�+�

Keterangan : Q = Kadar S = T table

SD = Standar Deviasi

n = jumlah pengulangan statistik yang diterima

1. Penggunaan notasi (a,b,c): digunakan untuk variabel data secara

horizontal

misalkan : membandingkan kadar logam besi destruksi basah pada stasiun Vacum Drier pada masing-masing PKS.

Fe

PKS A PKS B PKS C

0,4994 ± 0,0438 0.5093 ± 0,0658 0.5072 ± 0,0136

Langkah – langkahnya adalah:

*. Pemberian notasi dimulai dari angka minimal hingga maksimal P = 0.4994 x 0.0438 = 0,0219

BNT = 0,4994+0.0219 = 0,5213

Maka angka 0.4994 diberi notasi a (dari 0,4994 – 0,5213).Angka yang lain tidak perlu di uji karena sudah termasuk dalam wilayah notasi a.

2. Penggunaan notasi (A,B,C): digunakan untuk variabel data secara


(3)

misalkan : membandingkan kadar logam tembaga dengan destruksi basah pada stasiun di unit produksi PKS A

STASIUN PKS A

TBS 0.0574 ± 0.0056 BR 0.0655 ± 0.0049 VB 0.0730 ± 0.0038 COT 0.0899 ± 0.0316 CST 0.1061 ± 0.0052 OP 0.0649 ± 00056 VD 0.0533 ± 0.0070 Langkah – langkahnya adalah:

1. Pemberian notasi dimulai dari angka minimal hingga maksimal P = 0,0533 x 0.0070= 0,00037

BNT = 0,4994+0.0219 = 0,0537

Maka angka 0,0537 diberi notasi A (dari 0,0533 – 0,0537).Angka- angka yang termasuk dalam wilayah ini diberi notasi A.

• Angka 0.0574 sampai (0,0574+ 0.00037) = 0,0578. Angka- angka yang termasuk dalam wilayah ini diberi notasi B.

• Angka 0.0649 sampai (0,0655+ 0.00037) = 0,0653. Angka- angka yang termasuk dalam wilayah ini diberi notasi C.

• Angka 0.0655 sampai (0,0655+ 0.00037) = 0,0659. Angka- angka yang termasuk dalam wilayah ini diberi notasi D.

• Angka 0.0730 sampai (0,0730+ 0.00037) = 0,0734. Angka- angka yang termasuk dalam wilayah ini diberi notasi E.


(4)

• Angka 0.0899 sampai (0,0899+ 0.00037) = 0,0903. Angka- angka yang termasuk dalam wilayah ini diberi notasi F.

• Angka 0.1061 sampai (0,1061+ 0.00037) = 0,1064. Angka- angka yang termasuk dalam wilayah ini diberi notasi G.


(5)

(6)