Gorontalo yang sejak tahun 2001 telah menjadikan jagung sebagai komoditi unggulan yang dibudidayakan dan memilih jagung sebagai makanan pokok selain
beras. Padahal, seperti halnya jagung yang dikenal sebagai sumber bahan pangan kedua setelah beras terus meningkat produksinya setiap tahun, namun alokasi
terbesarnya hanya untuk kebutuhan pakan ternak dalam negeri dan untuk ekspor karena meningkatnya permintaan pasar internasional.
5.2. Produksi serta Produktivitas Beras dan Jagung Sumatera Utara
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti maka dapat dilihat kondisi produksi Beras dan Jagung di Sumatera Utara 1991-2005 dengan
melihat tabel-tabel beserta grafik berikut ini.
Tabel 5. Produksi Beras Sumatera Utara 1991-2005 Tahun
Produksi Beras Ton
1991 1.725.608,376
1992 1.829.762,608
1993 1.844.272,064
1994 1.946.534,720
1995 1.981.024,856
1996 1.982.432,320
1997 2.030.114,192
1998 2.098.902,968
1999 2.181.303,760
2000 2.221.007,896
2001 2.080.294,360
2002 1.992.888,760
2003 2.150.743,400
2004 2.160.670,224
2005 2.178.752,376
Total 30.404.312,880
Rataan 2.026.954,192
Sumber : Lampiran 4
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 5 terlihat bahwa sepanjang tahun 1991-2005, Produksi Beras terbesar di Sumatera Utara terjadi pada tahun 2000 yakni 2.221.007,896 Ton dan
Produksi Beras terendah yakni pada tahun 1991 sejumlah 1.725.608,376 Ton. Dimana, Total Produksi Beras sepanjang tahun 1991-2005 di Sumatera Utara
mencapai 30.404.312,880 Ton dengan Rataan Total Produksi sebesar 2.026.954,192 Ton beras per tahunnya.
Kondisi produksi beras di Sumatera Utara 1991-2005 dapat juga dilihat melalui gambar berikut ini.
500000 1000000
1500000 2000000
2500000
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Produksi Beras Ton
Gambar 6. Produksi Beras Sumatera Utara 1991-2005
Dari Gambar 6 diatas, terlihat bahwa sepanjang tahun 1991-2005 cenderung terjadi peningkatan produksi beras dari tahun ke tahun, meskipun
sempat terjadi penurunan jumlah produksi pada tahun 2001 hingga 2002 dengan puncak produksi tertinggi yakni pada tahun 2000. Meskipun produksi beras
Sumatera Utara terus meningkat, namun peningkatan yang terjadi setiap tahunnya tidak terlalu besar. Sehingga, perlu diperhatikan kondisi produksi beras
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Utara pada tahun-tahun mendatang, apakah masih dapat mencukupi kebutuhan penduduk Sumatera Utara itu sendiri dengan kendala-kendala yang
juga perlu dipertimbangkan. Kondisi produktivitas beras di Sumatera Utara 1991-2005 dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 6. Produktivitas Beras Sumatera Utara 1991-2005 Tahun
Produktivitas Beras KwHa
1991 24,20
1992 24,31
1993 24,44
1994 24,56
1995 24,91
1996 25,09
1997 25,45
1998 25,47
1999 26,01
2000 26,20
2001 25,94
2002 26,04
2003 26,06
2004 26,15
2005 26,50
Total 25,45
Rataan 25,42
Sumber : Lampiran 7
Dari Tabel 6 diatas, produktivitas beras tertinggi Sumatera Utara disepanjang tahun 1991-2005 terjadi pada tahun 2005 yakni sebesar 26,50 KwHa.
Sedangkan produktivitas beras terendah terjadi pada tahun 1991 yakni sebesar 24,20 KwHa. Total produktivitas beras disepanjang tahun 1991-2005 adalah
sebesar 25,45KwHa dan rataaan produktivitas sebesar 25,42 KwHa per tahun.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi produktivitas beras Sumatera Utara 1991-2005 dapat dilihat pada gambar berikut.
23,00 23,50
24,00 24,50
25,00 25,50
26,00 26,50
27,00
199119921993199419951996199719981999200020012002200320042005
Produktivitas Beras KwHa
Gambar 7. Produktivitas Beras Sumatera Utara 1991-2005
Dari Gambar 8 diatas, tampak bahwa setiap terjadi peningkatan produktivitas beras setiap tahunnya, namun dengan pertumbuhan yang rendah.
Karena dapat dilihat dengan pergeseran angka produktivitas yang tidak jauh berbeda per tahunnya.
Berdasarkan kondisi produksi beras dapat dilihat bahwa disepanjang tahun 1991-2005 kondisi perberasan Sumatera Utara mengalami peningkatan jumlah
produksi beras, hanya saja angka kenaikan produktivitas beras tersebut kecil setiap tahunnya. Terjadinya musibah kemarau panjang pada semester kedua 1997
kemudian disambung dengan krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi sosial dan politik yang semakin menekan pertumbuhan produksi beras.
Meski dapat dapat diusahakan peningkatan produksi beras pada tahun 1999 dan 2000 namun tidak dapat bertahan karena kemudian produksi beras
Universitas Sumatera Utara
kembali merosot di tahun selanjutnya yakni 2001 hingga 2002. Hal ini disebabkan karena pengaruh El Nino yang kemudian diikuti La Nina, semakin berkurangnya
luas panen beras sejak tahun 2001 lihat lampiran 6, serta naiknya harga-harga input produksi dan tertekannya harga beras produksi sejak tahun 1998.
Husodo, 2004 Sedangkan untuk kondisi produksi Jagung di Sumatera Utara 1991-2005
dapat diperhatikan melalui tabel berikut ini.
Tabel 7. Produksi Jagung Sumatera Utara 1991-2005 Tahun
Produksi Jagung Ton
1991 222.162
1992 262.412
1993 271.298
1994 311.916
1995 371.578
1996 398.708
1997 459.714
1998 509.809
1999 619.667
2000 666.764
2001 634.162
2002 640.593
2003 687.360
2004 712.558
2005 735.456
Total 7.504.157
Rataan 500.277,133
Sumber : Lampiran 5
Dari Tabel 7 terlihat bahwa di sepanjang tahun 1991-2005,jumlah Produksi jagung terbesar di Sumatera Utara terjadi pada tahun 2005 sebesar
735.456 Ton. Sedangkan Produksi Jagung terkecil terjadi pada tahun 1991 sebesar 222.162 Ton. Dimana, Total Produksi Jagung Sumatera Utara 1991-2005 adalah
Universitas Sumatera Utara
sebesar 7.504.157 Ton dengan Rataan Total Produksi Jagung yakni 500.277,133 Ton per tahunnya.
Kemudian dapat dilihat pula grafik kondisi produksi jagung Sumatera Utara 1991-2005 dari gambar berikut ini.
100000 200000
300000 400000
500000 600000
700000 800000
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Produksi Jagung Ton
Gambar 8. Produksi Jagung Sumatera Utara 1991-2005
Pada Gambar 8 diatas, tampak bahwa produksi Jagung di Sumatera Utara 1991-2005 terus meningkat dengan pesat, meskipun sempat terjadi penurunan
produksi mulai tahun 2000, namun meningkat lagi dari tahun 2003 hingga mencapai puncak produksi tertinggi di tahun 2005.
Universitas Sumatera Utara
Besarnya produktivitas jagung Sumatera Utara 1991-2005 dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 8. Produktivitas Jagung Sumatera Utara 1991-2005 Tahun
Produktivitas Jagung KwHa
1991 23,69
1992 22,63
1993 22,23
1994 22,13
1995 22,49
1996 22,91
1997 23,19
1998 27,81
1999 31,08
2000 30,05
2001 31,91
2002 32,24
2003 32,61
2004 33,16
2005 33,65
Total 28,25
Rataan 27,45
Sumber : Lampiran 8
Dari Tabel 8 diatas, produktivitas jagung Sumatera Utara disepanjang tahun 1991-2005 untuk yang tertinggi terjadi pada tahun 2005 yakni sebesar 33,65
KwHa. Sedangkan produktivitas jagung yang terendah terjadi pada tahun 1994 yakni sebesar 22,13 KwHa. Total produktivitas jagung disepanjang tahun
1991-2005 adalah sebesar 28,25 KwHa dan Rataan produktivitas sebesar 27,45KwHa per tahun.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi produktivitas jagung Sumatera Utara 1991-2005 dapat dilihat pada gambar berikut.
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
40,00
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Produktivitas Jagung KwHa
Gambar 9. Produktivitas Jagung Sumatera Utara 1991-2005
Dari Gambar 9 diatas, tampak bahwa sempat terjadi penurunan produktivitas jagung dari tahun 1992-1994, namun bukan merupakan perubahan
yang signifikan. Kemudian produktivitas jagung kembali meningkat sejak tahun 1995, walau sempat terjadi penururnan produktivitas di tahun 2000 namun dapat
tetap meningkat kembali hingga tahun-tahun selanjutnya. Berdasarkan kondisi produksi jagung 1991-2005 diatas, produksi dan
produktivitas jagung di Sumatera Utara cenderung terus meningkat. Dengan meningkatnya produksi jagung tersebut, ketersediaan atau surplus pangan di
Sumatera Utara akan semakin besar, dan akan membantu stok pangan secara nasional. Namun, impor jagung Indonesia sejak 1998 terus meningkat seiring
dengan tumbuh dan berkembangnya kebutuhan jagung untuk konsumsi maupun bahan baku industri domestik. Ini akibat potensi yang ada belum tergarap secara
optimal. Husodo, 2004
Universitas Sumatera Utara
Sejak awal Pelita I, laju pertumbuhan produksi berbagai komoditas pangan termasuk beras cukup tinggi pada pertengahan tahun 70-an dikarenakan
pembangunan pertanian di Indonesia yang dilaksanakan secara intensif, termasuk wilayah Sumatera Utara. Pertumbuhan produksi tersebut terus berlanjut, yakni
pada periode III 1979-1983 produksi padi tumbuh 6,6 per tahun. Pada periode IV 1983-1987 pertumbuhan tersebut terus berlanjut namun dengan laju yang
melandai terutama padi 3,3 per tahun, hingga pada tahun 1984 Indonesia telah mencapai swasembada beras. Pada periode selanjutnya, yakni Pelita V 1989-
1993, laju pertumbuhan tersebut semakin menurun walaupun masih menunjukkan angka positif dengan pertumbuhan padi sekitas 2,9 per tahun.
Pada tiga tahun pertama selama Pelita VI yakni tahun 1994-1996, pertumbuhan produksi masih terus meningkat walaupun dengan pertumbuhan
yang semakin menurun. Namun kemarau panjang pada semester kedua 1997 telah menyebabkan penurunan produksi pada hampir semua komoditas yang cukup
tajam pada tahun 1998, kecuali ikan. Penurunan produksi tersebut terutama disebabkan oleh penurunan luas panen dan produktivitas, yang merupakan akibat
dari 1 Mundurnya musim tanam dan gangguan produksi karena kemarau panjang. 2 meningkatnya harga sarana produksi secara tajam karena merosotnya
nilai rupiah yang sangat menurunkan daya beli petani. Pada tahun 1999-2000, upaya-upaya yang dilakukan demi memacu
kembali produksi melalui rehabilitasi irigasi desa, perluasan tanam komoditas pangan pada lahan-lahan perkebunan, pasang surut dan transmigrasi, penyediaan
saprodi serta perluasan kredit usahatani dengan ditunjang oleh iklim yang sangat
Universitas Sumatera Utara
kondusif, maka produksi berbagai komoditas mulai kembali meningkat walaupun belum menyamai angka sebelum krisis tahun 1996.
Namun besarnya jumlah penduduk yang berkembang sekitar 1,6 per tahun pada tahun 1999, menyebabkan produksi beberapa komoditas tidak mampu
memenuhi seluruh kebutuhan dalam negeri. Ditambah dengan adanya perkembangan pengetahuan dan selera masyarakat, serta kelancaran arus
distribusiperdagangan ke kota-kota besar, telah mendorong peningkatan impor berbagai komoditas pangan. Selama periode 1995-1999 impor gandum, beras,
kedelai, daging, sayur-sayuran dan buah-buahab menunjukkan volume yang cukup besar. Disamping menguras devisa negara, situasi ketergantungan yang
cukup besar ini dalam jangka panjang dapat meningkatkan kerentanan ketahanan pangan dan gizi secara nasional. Suryana, 2003
Namun sekarang ini, fenomena penggunaan jagung sebagai bahan baku altenatif pembuatan biofuel dan etanol seperti di negara Amerika dan China, telah
memaksa negara tersebut membatasi arus ekspor jagungnya ke negara lain. Alhasil, stok jagung dunia mengalami penurunan dan harga pun melambung
tinggi. Hal ini juga berdampak terhadap Indonesia. Petani dalam negeri diminta mengembangkan terus tanaman jagungnya dalam rangka memanfaatkan
permintaan yang tinggi atas komoditi tersebut pada tahun ini hingga mendorong lonjakan harga jual di dalam negeri.
Karena lonjakan harga jual jagung tersebut, membuat sejumlah pengusaha berminat melakukan kerjasama dengan produsen-produsen benih jagung hibrida
untuk mengelola lahan jagung dalam skala yang luas di Indonesia. Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
termasuk salah satu diantara beberapa wilayah yang dilirik swasta untuk areal pengembangan jagung, yakni seluas 15.000 Ha. Asteria, 2008
Dari hasil pemaparan kondisi produksi beras dan jagung serta poduktivitas beras dan jagung diatas, maka untuk hipotesis 2 dapat diterima karena baik
produksi beras dan produktivitas beras 1991-2005 mengalami kenaikan setiap tahunnya dan produksi serta produktivitas jagung 1991-2005 juga mengalami
kenaikan setiap tahunnya. Namun, untuk produksi beras menalami kenaikan dengan laju pertumbuhan yang rendah tidak seperti laju pertumbuhan kenaikan
produksi jagung yang cukup tinggi.
5.3. Peramalan Konsumsi serta Produksi Beras dan Jagung Sumatera Utara 2010-2020