Hambatan Yang bersifat Ekonomis.

Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat, yang dipandang rumit.

C. Hambatan Yang bersifat Ekonomis.

Hambatan yang menyangkut Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD dapat juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat Ekonomis. Hambatan ekonomis dapat terjadi karena terjadinya suatu keterlambatan Pemerintah Daerah Pemda didalam menyampaikan laporan keuangan baik ke Badan Pemeriksa Keuangan BPK maupun ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD sehingga mempengaruhi pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD Tahun berjalan. Jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD belum disahkan maka kegiatan-kegiatan atau proyek-proyek pembangunan yang sudah direncanakan belum bisa dilaksanakan, jadi akan berdampak terhadap Perekonomian. Didalam bidang ekonomi, otonomi daerah yang seluas-luasnya harus ditujukan kepada perubahan pengaturan hubungan antara pusat dan daerah. Undang-undang tentang perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah harus dapat menjamin agar Daerah memperoleh bagian yang lebih proporsional sehingga dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembagunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Tanpa good governance, maka desentralisasi dapat menimbulkan berbagai jebakan yang menghambat pembangunan, khususnya di bidang kesejahteraan social dan ekonomi. Hal itu tampak dari: 1. Money follows function atau function follows money? Idealnya, UU Pemerintahan Daerah yang baru berpedoman pada prinsip money follows function, uang mengikuti kewenangan. Artinya, otonomi daerah tidak ditentukan oleh seberapa besar Pendapatan Asli Daerahnya PAD, melainkan oleh kemampuannya menjalankan kewenangan sesuai dengan kebutuhan. Setiap daerah dipersilahkan menentukan kewenangannya masing-masing. Namun dalam prakteknya, prinsip function follows money seringkali lebih dominan. Pemda yang memiliki prosentase PAD yang besar terhadap APBD- nya, memiliki kewenangan yang besar. Sebaliknya, Pemda yang memiliki PAD yang rendah memiliki otonomi yang rendah pula. Bahkan, jika PAD- nya hanya 5 atau 10 persen saja dari APBD, Pemda dianggap tidak layak memiliki otonomi. Akibatnya, perlombaan meningkatkan PAD lebih mengemuka ketimbang menjalankan apalagi meningkatkan kewajiban memberi pelayanan dasar dan perlindungan sosial bagi publik. 2. Pembangunan ekonomi dulu baru kemudian pembangunan kesejahteraan sosial. Keragaman sumberdaya manusia dan potensi ekonomi daerah kerapkali menimbulkan pandangan generalisasi bahwa pembangunan kesejahteraan sosial hanya perlu dilakukan oleh daerah-daerah yang memiliki kemampuan ekonomi tinggi. Desentralisasi yang memberi kewenangan lebih luas pada daerah, kemudian dijadikan momentum untuk memangkas anggaran dan institusi-institusi sosial dan bahkan meniadakannya sama sekali. Alasannya: pembangunan kesejahteraan sosial dianggap boros dan karenanya baru perlu dilakukan apabila pertumbuhan ekonomi PAD telah tinggi. Padahal, studi di beberapa negara menunjukkan bahwa kemampuan ekonomi tidak secara otomatis dan linier berhubungan dengan pembangunan kesejahteraan social. 81 Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kekayaan negara yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu pengawasan yang cukup andal guna menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan. Penyelenggaraan akuntansi pemerintahan yang bertumpu pada sistem Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan UYHD berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 217KMK.031990 masih terlalu sederhana. Pemakaian uang yang digunakan dalam proses penyelenggaaraan pemerintahan mengacu pada APBN atau APBD dan pertanggungjawabannya hanya menyangkut pada berapa uang yang diterima dan berapa uang digunakan. Jadi, ada suatu kecederungan bahwa penggunaaan dana bertumpu pada proses keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran uang saja. Perkembangan yang tidak menggembirakan ini seolah luput dari perhatian masyarakat, padahal akibatnya tidak dapat dianggap remeh. Salah satu tujuan desentralisasi keuangan adalah agar pembangunan di daerah dapat dipercepat 81 Irfan Langgo, Implementasi Disentralisasi di Indonesia Berdasarkan Fenomena-Fenomena Yang Terjadi Saat ini Terkait Dengan Pelaksanaan Good Governance. http:irfanlanggo.blogspot.com200911implementasi-desentralisasi-di.html . Diakses Tanggal 10 Maret 2011. sehingga kemakmuran masyarakat atau ekonomi daerah berkembang lebih cepat. Peningkatan alokasi dana yang pemanfaatannya ditentukan oleh daerah seyogianya diikuti oleh kemampuan daerah membelanjakan dana tersebut sesuai dengan peruntukannya dan raihan yang ingin dicapai. Pengeluaran yang tersendat- sendat atau tidak sesuai waktu akan menyebabkan pergerakan ekonomi tersendat. 82 a. Pembiayaan mandiri self financing dan cost recovery dalam bidang pelayanan publik Desentralisasi tidak hanya terkait dengan model pemerintahan, namun juga menyangkut paradigma ekonomi yang disebut desentralisasi ekonomi. Desentralisasi ekonomi mencakup aktivitas dan tanggung jawab ekonomi yang diimplementasikan pada level daerah. Upaya desentralisasi ekonomi antara lain liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi. Berkaitan dengan hal tersebut, desentralisasi fiskal menjadi komponen utama proses desentralisasi di Indonesia. Menurut Pakpahan 2006, desentralisasi fiskal meliputi: b. Peningkatan PAD c. Bagi hasil pajak dan bukan pajak secara lebih tepat d. Transfer dana ke daerah, utamanya melalui Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus DAK dengan lebih adil e. Kewenangan daerah untuk melakukan pinjaman berdasarkan kebutuhan daerah. Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi, efektifitas pemerintah daerah dalam memicu perkembangan ekonomi daerah akan sangat tergantung pada: 82 Asosiasi Dewan Perwakilan rakyat Daerah Kabupeten Seluruh Indonesia, Hambatan Dari APBD. http:www.adkasi.orgid.phpmainartikel67 . Diakses Tanggal 15 Maret 2011. 1. Kemampuan berafiliasi, yaitu kemampuan bekerjasama, negosiasi dan networking dengan pihak swasta dalam negeri dan asing, dengan pemerintah daerah lain, institusi dan pemerintah pusat, institusipemerintah asing. 2. Kemampuan berpikir strategik, yaitu kemampuan melihat dan mengidentifikasi faktor-faktor dominan dari suatu daerah, yang akan mempengaruhi dan menentukan pembangunan daerah. 3. Sikap kreatif dan inovatif di tingkat pemerintah daerah, yaitu kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan dan pemikiran-pemikiran baru yang berdampak pada kemajuan ekonomi daerah. Setelah diperhatikan hal-hal tersebut diatas, maka untuk mengatasi hambatan yang bersifat ekonomis dalam pertanggungjawaban kepala daerah terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, tentunya dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka perlu adanya koordinasi pemerintah daerah agar tepat waktu didalam menyampaikan Laporan Keuangan baik ke Badan Pemeriksa Keuangan BPK maupun ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD agar tidak menghambat pengesahan APBD. Jika APBD tersebut belum disahkan, maka kegiatan atau proyek-proyek pembangunan akan terhambat dan akan mengakibatkan perekonomian juga terkendala. Dan juga perlu adanya suatu pengawasan yang cukup andal guna menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai Pelaksana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah ( APBD ) Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ( Studi Di Pemerintahan Kota Tanjung Balai )

0 45 150

KAJIAN YURIDIS PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

0 5 18

Optimalisasi pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2007 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta menurut undang undang nomor 32 tahun 2004

0 5 89

KEWENANGAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANGSIDEMPUAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 12

KEWENANGAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANGSIDEMPUAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 17

KEWENANGAN DPRD DALAM PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 6

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 10

PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH SEBAGAI PELAKSANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH.

0 6 60

HUBUNGAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PASCA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 - Repositori Universitas Andalas

0 0 6

TUGAS DAN WEWENANG KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH -

0 0 67