Hambatan Yang Bersifat Prosedural.

pemerintah daerah, tetapi lebih ditujukan untuk menciptakan pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna, dengan tetap mengembangkan semangat kerjasama yang serasi dan terbuka, yang pada gilirannya kepala daerah dalam melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, serta mebupayakan segala kebijakan yang diambil selalu berdasar hukum dan dapat dipertanggungjawabkan. Setelah diperhatikan hal-hal tersebut diatas, maka untuk mengatasi hambatan yang bersifat politis dalam pertanggungjawaban kepala daerah terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, tentunya dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sudah saatnya ada political will dari pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat DPR untuk mengajukan Rancangan Peraturan Perundang-undangan tentang pertanggungjawaban kepala daerah dan pertanggungjawaban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD dalam penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD sebagaimana dikemukakan sebelumnya, yang mana hal tersebut dilakukan dalam rangka check and balances system.

B. Hambatan Yang Bersifat Prosedural.

Hambatan yang menyangkut pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD dapat juga sangat dipengaruhi oleh Prosedural. Hambatan prosedural berupa peraturan yang saling bertentangan yang dikeluarkan oleh Departemen di tingkat nasional, kesulitan muncul dalam keseluruhan siklus keuangan daerah. Mulai dari pengesahan anggaran sampai kepada pertanggungjawaban, yang disebabkan oleh kompleksitas peraturan, kurangnya SDM, buruknya koordinasi dan tidak memadainya teknologi yang digunakan. Hal tersebut diatas tidak terlepas dari kenyataan bahwa pertanggungjawaban kepala daerah terhdap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD menyangkut berbagai instansi, sehingga memerlukan masukan dari berbagai pihak. Apalagi bila pertanggungjawaban kepala daerah tersebut digunakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD akan mempunyai dampak yang luas dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh sebab itu, dalam mengatasi hal yang demikian harus dimulai dengan menerapkan keadilan prosedural. Keadilan prosedural adalah hasil persetujuan melalui prosedur tertentu dan mempunyai sasaran utama yakni peraturan- peraturan. Jadi prosedur ini terkait dengan legitimasi dan justifikasi. Keadilan prosedural menjadi tulang punggung etika politik karena sebagai prosedur sekaligus mampu mengontrol dan menghindarkan semaksimal mungkin penyalahgunaan. Keadilan prosedur tidak diserahkan kepada keutamaan politikus, tetapi dipercayakan kepada prosedur yang memungkinkan pembentukan sistem hukum yang baik. 78 78 Sadu Wasistiono dan Ondo Riyani, Etika Hubungan Legislatif-Eksekutif Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Bandung: Fokusmedia, 2003, hlm. 45. Berdasarkan hal yang demikian, untuk menghilangkan hambatan yang bersifat prosedural dalam pertanggungjawaban kepala daerah terhdap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, maka perlu dibangun dan dikelola hubungan koordinasi antar instansilembaga yang bersifat produktif. Pentingnya Koordinasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Dapat berpengaruh pada efesien lembaga, karena dapat memberi kontribusi guna tercapainya efisiensi terhadap usaha-usaha yang lebih khusus, sebab kegiatan-kegiatan lembaga dilakukan secara spesialisasi. 2. Koordinasi mempunyai efek moral dari pada lembaga itu, terutama menyangkut kepemimpinan. Kalau pemim[in kurang baik, berarti koordinasi tidak akan berjalan baik. Oleh karena itu, koordinasi menentukan keberhasilan lembaga. 3. Koordinasi mencakup pula adanya integrasi dalam keasatuan tindakan dan dengan adanya sinkronisasi dari segi waktu pelaksanaan yang bertujuan untuk keserasian, seirama, dan selaras satu sama lain. 79 Tujuan koordinasi tersebut adalah dalam rangka pencapaian tujuan lembaga secara efektif dan efesien dengan melalui pendekatan yang dapat mencegah konflik, tumpang tindih, dan ketidak sesuaian antara bahagian yang satu dengan bahagian yang lainnya sehingga sumber daya yang dimiliki oleh lembaga dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, selain itu adalah untuk mengintegrasikan bahagian-bahagian yang tugas terpisah akibat adanya pembagian tugas, sehingga dapat untuk satu dalam tindakan, serasi dalam kegiatan, dan sinkron dalam setiap usaha untuk mencapai tujuan lembaga. 80 Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, maka untuk mengatasi kendala yang bersifat prosedural, maka perlu penyempurnaan prosedur dan mekanisme Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam melaksanakan Anggaran Pendapatn dan Belanja Daerah APBD, baik yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah 79 J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, hlm. 154. 80 Ibid, hlm. 158. Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat, yang dipandang rumit.

C. Hambatan Yang bersifat Ekonomis.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai Pelaksana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah ( APBD ) Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ( Studi Di Pemerintahan Kota Tanjung Balai )

0 45 150

KAJIAN YURIDIS PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

0 5 18

Optimalisasi pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2007 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta menurut undang undang nomor 32 tahun 2004

0 5 89

KEWENANGAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANGSIDEMPUAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 12

KEWENANGAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANGSIDEMPUAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 17

KEWENANGAN DPRD DALAM PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 6

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 10

PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH SEBAGAI PELAKSANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH.

0 6 60

HUBUNGAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PASCA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 - Repositori Universitas Andalas

0 0 6

TUGAS DAN WEWENANG KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH -

0 0 67