Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik

klasik bertujuan untuk menjaga agar Ordinary Least Square OLS dapat menghasilkan estimator yang “paling baik” pada model regresi. Pengujian kriteria statistik bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pangaruh variabel penjelasindependent secara individual dan simultan dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian hipotesis bertujuan untuk menguji atas jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Hasil output Eviews dan SPSS 17 dapat dilihat pada lampiran 3 dan lampiran 11. Berikut ini disajikan ringkasan hasil outputnya. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi periode 2001-2008 Variabel Koefisien Standardized coefficients T-Statistik Belanja Pegawai Belanja Operasional Belanja Modal Dummy Reformasi Desentarlisasi Fiskal 0.026427 0.029631 0.053883 5.892603 0.188 0.188 0.276 0.614 2.822540 2.714716 4.065916 10.72603 R 2 0.720226 F – statistik 58.56571 Sumber : Hasil Olahan Eviews 6 dan SPSS 17. Lampiran 3 dan lampiran 11 Keterangan; Signifikan pada α 10 Signifikan pada α 5 Signifikan pada α 1

5.1.1. Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik meliputi uji multikolinearitas dengan menggunakan uji Auxiliary Regression , uji autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson, uji heteroskedastisitas menggunakan uji white heteroskedasticity, dan uji normalitas menggunakan uji Jarque-Bera test.

5.1.1.1. Uji

Multikolinearitas Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dideteksi dengan menggunakan Auxiliary Regression . Model awal yaitu R² sebesar 0,720226 , nilai R² model awal tersebut dibandingkan dengan nilai R² model Auxiliary Regression. Karena R² model Auxiliary Regression lebih rendah dari R² model awal, maka dalam model tersebut tidak terdapat gejala multikolinearitas. Tabel 5.2 Uji Multikolinearitas NO Dependen Variabel R² 1. BPG 0,306484 2. BOP 0,358074

3. BMO 0,334281

4. DRFO 0,060748

Sumber : Hasil Olahan Eviews 6 , Lampiran 4-7

5.1.1.2. Uji

Autokorelasi Salah satu uji formal yang paling populer untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin-Watson . Uji ini sesungguhnya dilandasi oleh model error yang mempunyai korelasi sebagaimana telah ditunjukkan di bawah ini. Diketahui bahwa: Nilai Observasi n = 96 k-1 = 5-1 = 4 dL = 1,566 dU = 1,751 d R 2 = 2,063 Hasil uji dapat dikatakan bahwa model ini tidak terdapat gejala autokorelasi. Tabel 5.3 Uji Autokorelasi Durbin-Watson DW Autokorelasi Positif Gejala Autokorelasi Bebas Autokorelasi Gejala Autokorelasi Autokorelasi Negatif dL dU 4-dU 4-dL 4 1,566 1,751 2,249 2,434 4 2,063 Sumber : Lampiran 8

5.1.1.3. Uji

Heteroskedastisitas Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan menggunakan uji white heteroskedasticity. Tabel 5.4 Uji Heteroskedastisitas NO Dependen Variabel T-Statistik Probabilitas

1. BPG 0,753770 0,4529

2. BOP 0,516056 0,6071

3. BMO 0,012951 0,9897

4 DRFO 1,326181 0,1881 Sumber : Hasil Olahan Eviews 6 , Lampiran 9 Pada tabel diatas, signifikansi untuk variabel belanja pegawai BP sebesar 0,4529 belanja operasional BOP sebesar 0,6071 belanja modal BMO sebesar 0,9897 dan dummy reformasi desentarlisasi fiskal DFRO sebesar 0,1881. Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas dalam model.

5.1.1.4. Uji

Normalitas Penelitian ini akan menggunakan metode J-B test yang dilakukan dengan menghitung skweness dan kurtosis, apabila J-B hitung nilai X² Chi Square tabel, maka nilai residual berdistribusi normal. Tabel 5.5 Uji Normalitas Jarque-Bera 0,613176 Probabilitas 0,735954 Sumber : Hasil Olahan Eviews 6 , Lampiran 10 Pada penelitian dapat diketahui bahwa J-B hitung lebih kecil daripada nilai X² Chi Square tabel pada ά 5 yaitu 0,613176 107,565 maka nilai residual berdistribusi normal.

5.1.2. Analisis Hasil Regresi