Deforestasi dan Degradasi Hutan Jambi
5.3 Deforestasi dan Degradasi Hutan Jambi
Fenomena menurunnya luas kawasan hutan dan potensi hasil hutan kayu di Jambi menjadi perhatian utama Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Beberapa kajian deforestasi dan cadangan karbon telah dilakukan. Budiharto (2009) menyimpulkan bahwa cadangan karbon di provinsi Jambi selama tahun 1990 – 2003 terus menurun dan untuk periode tahun 2003 – 2006 meningkat. Kajian-kajian deforestasi dan degradasi hutan tidak selamanya memberikan angka yang sama, hal ini dipengaruhi oleh definisi dan metodologi yang digunakan.
Kerusakan hutan di Jambi disebabkan oleh tingginya interaksi stakeholder akan potensi dan kebutuhan lahan yang terdapat di hutan. HPH, tambang, transmigrasi dan kebun serta penyerobotan lahan hutan oleh masyarakat juga sebagai faktor pemicu lainnya. Berikut disajikan laju deforestasi yang terjadi di Jambi selama tahun 2003 – 2006 (Kemenhut 2008). Tabel 16. Deforestasi Jambi periode 2003 – 2006
No. DEFORESTASI PADA KELOMPOK HUTAN
HP JUMLAH
KPA
A. Hutan Primer
20,8 795,8 -. Hutan lahan kering
0 0 0 20,8 20,8 primer -. Hutan rawa primer
0 775 -. Hutan mangrove primer
0 0 0 0 0 B. Hutan Sekunder
378,2 4.024,6 18.756,8 24.610,7 -. Hutan lahan kering
36,1 3.739,3 13.636,2 18.126,7 sekunder -. Hutan rawa sekunder
5.120,6 6.374,1 -. Hutan mangrove
0 0 0 109,9 sekunder C Hutan Lainnya
0 0 0 9.381 9.381 TOTAL
Deforestasi pada hutan tetap Provinsi Jambi mencapai 34.787,5 hektar dan terluas berada pada hutan produksi tetap yang mencapai 28.158,6 hektar atau sekitar 81% dengan laju rata-rata tahunan mencapai 9.386,2 hektar. Bila hal ini terus berlangsung dalam kerangka BAU maka diperkirakan bahwa sampai dengan 2020 nanti hutan akan terdegradasi mencapai 162.341 hektar dengan asumsi laju deforestasi rata-rata tahunan mencapai 11.596 hektar.
Dari tabel di atas terlihat bahwa kerusakan hutan terbesar berada di hutan sekunder dan ini sesuai dengan keterangan yang diperoleh pada Dinas Kehutanan Provinsi Jambi bahwa perilaku merubah dan mengkonversikan hutan terjadi pada areal bekas tebangan HPH yang kemudian di jatah sisa kayunya dan lahannya ditanami kelapa sawit, kopi dan karet. Kecenderungan yang masih akan terus berlangsung mengingat tingginya harga karet dan kelapa sawit serta tidak adanya alokasi lahan untuk pembangunan di luar sektor kehutanan dalam hal ini hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Adapun sebaran spasial deforestasi hutan Jambi disajikan ada Gambar 14.
Gambar 14. Peta deforestasi periode tahun 2003 – 2006 di provinsi Jambi (Kemenhut 2008)
Dari gambar tersebut terlihat bahwa sebaran poligon yang menunjukkan areal terdegradasi terbesar berada di daerah kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tebo. Deforestasi yang terjadi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat mencapai 539.672,97 hektar. Adapun rincian deforestasi menurut kabupaten di provinsi Jambi disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Laju deforestasi menurut Kabupaten di Provinsi Jambi Periode tahun 2003 – 2006 No.
Kabupaten
Deforestasi
Rata-rata deforestasi Laju
(Ha/thn)
tahunan (%/thn)
332 0,60 5. Muaro Jambi
1.824 3,30 7. Tanjung Jabung Barat
21.950 39,75 8. Tanjung Jabung Timur
55.222 100 Sumber: Peta deforestasi Kemenhut (2008) dan Peta Administrasi ICRAF (2010)
(diolah)
Dari tabel di atas, terlihat bahwa resiko deforestasi tertinggi berada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang mencapai 39,75% per tahunnya. Artinya dalam 1 satuan luas lahan tiap tahunnya berpeluang untuk dikonversi menjadi areal bukan hutan mencapai 40%. Tentunya perlu adanya tindakan manajemen yang tepat untuk menanggulangi gejala pengrusakan dan ini butuh sinergi dari berbagai pihak dalam pemanfaatan hutan dan lahan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Hasil pendugaan deforestasi dan degradasi hutan di Jambi juga dilakukan oleh ICRAF pada tahun 2010 dengan membandingkan kondisi tutupan lahan di Provinsi Jambi. Adapun hasil penelitian tersebut dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Cadangan Karbon pada tahun 1990 (ICRAF 2010)
Gambar 16. Cadangan Karbon pada tahun 2000 (ICRAF 2010)
Gambar 17. Cadangan Karbon pada tahun 2005 (ICRAF 2010)
Dari set gambar di atas, terlihat bahwa di tahun 1990, cadangan karbon sebesar 1000 – 100.000 ton/ha dan lebih dari 1.000.000 ton/ha tersebar merata dan hanya sedikit sekali cadangan karbon yang kurang dari 7,5 – 10 ton/ha. Sebaliknya terjadi pada kondisi tahun 2000 dan di tahun 2005 sebaran cadangan karbon lebih dari 1000 ton/ha semakin sedikit dan sebaliknya didominasi oleh cadangan karbon kurang dari 7,5 – 10 ton/ha. Sisa cadangan karbon yang ada di tahun 2005 hanya terdapat di daerah gambut dan taman nasional Kerinci Seblat.
Perubahan cadangan karbon yang sangat signifikan ini menunjukkan bahwa neraca potensi tegakan hutan di Jambi terus menurun. Penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa hal sebagai driven deforestation factor seperti HPH, HTI, Perkebunan, Transmigrasi, Pertambangan dan ijin-ijin lainnya untuk keperluan pembangunan sektor non-kehutanan serta bentuk pembukaan lahan dengan sistem tebas dan bakar. Pendugaan perubahan cadangan karbon di atas didasarkan pada perubahan penggunaan lahan di Provinsi Jambi. ICRAF (2010) menunjukkan perubahan penggunaan lahan pada tiga periode waktu sebagai berikut.
Gambar 18. Kondisi penggunaan lahan tahun 1990-an (ICRAF 2010)
Gambar 19. Kondisi penggunaan lahan tahun 2000-an (ICRAF 2010)
Gambar 20. Kondisi penggunaan lahan tahun 2005 (ICRAF 2010)
Terlihat bahwa Gambar 18 menunjukkan kondisi penggunaan lahan Jambi tahun 1990-an hutan virgin masih sangat luas dan kondisi gambut yang masih luas yang ditunjukkan dengan warna ungu. Namun hal ini berubah di tahun 2000-an, tutupan hutan virgin menurun serta telah terjadi pembangunan perkebunan kelapa sawit di daerah gambut. Di tahun 2005, menunjukkan kondisi yang lebih khususnya di gambut yang semakin menurun.