Dinamika Pembangunan Sektor Kehutanan

5.2 Dinamika Pembangunan Sektor Kehutanan

5.2.1 Hak Pengusahaan Hutan (HPH)

HPH merupakan hak yang diberikan Menteri Kehutanan kepada orang perorangan, swasta atau koperasi untuk mengambil hasil hutan di hutan produksi. Kegiatan ini berlangsung sejak tahun 1970 dan telah menjadi sektor yang mampu

ekonomi bangsa tidak diikuti untuk memelihara pabrik yang selama ini menghasilkan uang dan lapangan pekerjaan bagi bangsa ini. Penurunan potensi hutan mengakibatnya menurunnya daya usaha HPH, dan di Provinsi Jambi sendiri menurun tajam dari 30 unit di tahun 1988/1989 menjadi 2 unit di tahun 2009, sebagaimana disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah ijin dan luas areal konsesi yang dikelola Tahun

Jumlah Ijin HPH

Luas Areal Konsesi

2 45.825 Sumber: Statistik Kemenhut (diolah)

Terlihat bahwa sejak tahun 1988/1989 sampai dengan tahun 2008, jumlah perusahaan pemegang ijin HPH terus menurun dan meningkat di tahun 2005, dari 30 perusahaan IHPH di tahun 1988/1989 menjadi 5 perusahaan IHPH dan meningkat menjadi 13 di tahun 2005 dan di tahun 2008 tersisa 2 perusahaan IHPH. Hal ini ditunjukkan oleh luas area yang diusahakan yang makin menurun dari 2,6 juta hektar di tahun 1988/1989 menjadi 45.825 hektar di tahun 2008. Penurunan jumlah HPH di provinsi Jambi tidak semata terjadi karena potensi yang minim, namun berdasarkan hasil wawancara dengan Bidang Bina Hutan dan Konservasi Alam Dinas Kehutanan Provinsi Jambi bahwa terdapat beberapa alasan sehingga penurunan pemegang HPH menurun, yakni (1) tekanan

penyorobotan lahan untuk pembangunan perkebunan kopi dan coklat, (2) pungutan liar yang merajalela sehingga tidak dapat ditutupi oleh nilai kayu yang dipanen, dan (3) penerbitan SK Menteri kehutanan dan perkebunan tahun 2000 yang memberikan wewenang kepada Bupati untuk menerbitkan izin HPH Mungil (100 Ha) yang cenderung menciptakan kondisi kompetisi yang tidak sehat dan cenderung tidak lestari. Dari segi pemilikan ijin, baik pihak swasta, BUMN dan patungan dari tahun 2000 terbanyak dikuasai oleh pihak swasta sebagaimana digambarkan pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran HPH menurut status pengelola

Tahun

Jenis HPH

2 0 0 Sumber: Statistik Kemenhut Tahun 2001-2009

Dengan semakin menurunnya potensi hutan Jambi, menggiring keberpihakan pada optimalisasi pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam semakin berkurang dan menjadikan kayu lapis dari HTI dan perkebunan karet sebagai primadona program kerja pemerintah daerah provinsi Jambi 2010. Penurunan jumlah HPH pemegang ijin pengelolaan hutan mengindikasikan produksi hasil hutan kayu yang juga menurun.

Dampak penurunan potensi hutan terlihat bahwa semenjak tahun 1977 sampai dengan 2008, hasil hutan kayu yang dihasilkan baik melalui pengolahan maupun industri menunjukkan trend yang terus menurun sehingga menjadi indikator menurunnya nilai potensi hutan. Dampak dari penurunan luas hutan alam serta penurunan potensi hasil hutan kayu, mendorong untuk dibangunnya hutan tanaman untuk memenuhi kebutuhan kayu industri baik untuk pasar lokal maupun regional. Menurunnya produksi kayu didukung oleh menurunnya potensi sebagaimana ditunjukan pada Tabel 13.

Tabel 13. Rekapitulasi potensi hasil hutan kayu provinsi Jambi

3 Tahun 3 Seluruh Jenis (m ) Jenis Komersil (m )

48,60 32,75 Sumber: Statistik Kemenhut

Keadaan potensi hutan di Jambi berdasarkan hasil enumerasi terdapat penurunan yang sangat signifikan di tahun 2007 -2008 pada semua kelas diameter. Di tahun 2005, kelas diameter > 50 cm untuk semua jenis berada pada angka

710,63 m 3 /ha turun menjadi 82,60 m 3 /ha di tahun 2007 dan 2008. Hal serupa terjadi di jenis komersil, di tahun 2005 mencapai 197,34 m 3 /ha turun menjadi

48,6 m 3 /ha di tahun 2007 dan 2008.

5.2.2 Hutan Tanaman Industri (HTI)

Sejak tahun 1990, kebutuhan bahan baku industri perkayuan tersebut tidak mungkin lagi dipenuhi dari penebangan Hutan Alam Produksi. Oleh karena itu, perlu kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan produktivitas kawasan hutan produksi melalui pembangunan Hutan Tanaman (HTI) dan telah dimulai sejak tahun 1990. Peningkatan potensi di awal tahun 2000 mungkin disebabkan peningkatan pembangunan HTI untuk membantu memenuhi selisih kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan kayu. Pembangunan HTI di provinsi Jambi dimulai sejak tahun 1994 sebagaimana disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Rekapitulasi realisasi penanaman HTI di Provinsi Jambi Tahun

Sumber data 1994

Luas

Statistik Kemenhut 1995

Statistik Kemenhut 1996

Statistik Kemenhut 1997

Statistik Kemenhut 1998

Statistik Kemenhut 1999

Statistik Kemenhut 2000

Statistik Kemenhut 2001

Statistik Kemenhut 2002

Statistik Kemenhut 2003

Statistik Kemenhut 2004

Statistik Kemenhut 2005

Statistik Kemenhut 2006

Statistik Kemenhut 2007

Statistik Dishut Prov Jambi 2008

Statistik Dishut Prov Jambi 2009

Statistik Dishut Prov Jambi

Luas areal untuk pembangunan HTI terus meningkat dari tahun 1994 di angka 12.100 hektar menjadi 424.914 hektar di tahun 2009. Hal ini dirasakan sangat membantu untuk meningkatkan nilai usaha sektor kehutanan. Peningkatan luas HTI ini mendorong pemenuhan bahan baku industri dan pertukangan serta mampu meningkatkan serapan tenaga kerja. Mungkin yang menjadi pertanyaan bukan berada pada fungsi hutan namun pada bagaimana potensi dalam kawasan hutan tersebut dibenahi untuk selanjutnya dibangun HTI. HTI dibangun dengan system land clearing sebagaimana diatur dalam aturan pembangunan HTI bahwa HTI dilakukan dengan sistem THPB (tebang habis permudaan buatan) yang cenderung akan menyediakan emisi dan setelah itu dapat menyerap emisi sampai umur daur. Adapun sebaran spasial HTI di Provinsi Jambi disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Peta sebaran ijin HTI di provinsi Jambi (Kemenhut 2009)

Dari gambar di atas, terlihat bahwa sebaran HTI hanya terpusat pada empat kabupaten yakni kabupaten Sarolangun, Batanghari, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur. UPHHK-HT Pemegang IUPHHK-HT di provinsi Jambi sebanyak 13 (tiga belas) perusahaan, luas konsesi 507.177,77 hektar (Dinas Kehutanan Provinsi Jambi 2010) seperti Tabel 15. Tabel 15. Daftar perusahaan HTI di Jambi

Status Nama Perusahaan

Jenis HTI/

Luas

(Ha)

 HTI Pulp

a) PT. Wirakarya Sakti 293.812 Aktif b) PT. Rimba Hutani Mas

51.260 Aktif c) PT. Tebo Multi Agro

19.770 Aktif  HTI Trans

a) PT. Wanakasita Nusantara 9.030 Tidak aktif b) PT. Wanamukti Wisesa

9.263 Aktif c) PT. Wana Perintis

6.900 Tidak aktif d) PT. Wana Teladan

9.800 Tidak aktif  HTI Pertukangan

a) PT. Dyera Hutani Lestari 8.000 Tidak aktif b) PT. Samhutani

35.955 Aktif c) PT. Limbah Kayu Utama

19.300 Tidak aktif d) PT. Arangan Hutan Lestari

9.400 Tidak aktif e) PT. Gamasia Hutani Lestari

15.012 Aktif Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Jambi (2010)

Dari data di atas terlihat bahwa, HTI yang aktif adalah HTI pulp yang juga merupakan salah satu sektor primadona daerah yang mampu meningkatkan pendapatan daerah selain perkebunan karet dan sawit dari sektor pertanian. Pengembangan HTI pulp masih menjanjikan prospek sehingga kemungkinan ekspansi kawasan akan sangat besar.