2.3 Toksikologi
Secara sederhana dan ringkas, Lu 1994 mendefinisikan toksikologi sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan
terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Menurut Hodgson dan Levi 2000 toksikologi didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang
berhubungan erat dengan senyawa racun dimana racun yang dimaksud adalah senyawa-senyawa yang menimbulkan efek merugikan tubuh bila dikonsumsi
baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
2.4 Paparan Umum Toksikologi
Peristiwa timbulnya pengaruh berbahaya atau efek toksik racun terhadap makhluk hidup terjadi melalui beberapa proses. Pertama kali makhluk
hidup mengalami paparan dengan toksikan. Berikutnya, setelah mengalami absorpsi dari tempat paparannya maka toksikan atau metabolitnya akan
terdistribusi ke tempat aksi sel sasaran atau reseptor tertentu yang ada di dalam diri makhluk hidup. Di tempat aksi ini kemudian terjadi interaksi antara
toksikan atau metabolitnya dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor sehingga timbul pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud
serta sifat tertentu. Ada dua kemungkinan toksikan masuk ke dalam tubuh, yakni secara intravaskuler meliputi intravena, intrakardial, dan intraarteri
dimana toksikan langsung masuk ke dalam sirkulasi darah dan ekstravaskuler meliputi peroral, intramuskular, intraperitonial, subkutan, dan inhalasi dimana
toksikan tidak langsung masuk ke dalam sirkulasi darah. Toksikan yang masuk
Universitas Sumatera Utara
secara ekstravaskuler selanjutnya akan masuk ke dalam sirkulasi darah setelah melalui tahap absorpsi terlebih dahulu. Setelah toksikan berada dalam sirkulasi
darah maka toksikan akan mengalami distribusi ke tempat aksi sel sasaran atau reseptor Retnomurti, 2008.
2.5 Pengujian Toksisitas
Penelitian toksisitas konvensional pada hewan coba sering mengungkapkan serangkaian efek akibat pajanan toksikan dalam berbagai
dosis untuk berbagai masa pajanan. Penelitian toksikologi biasanya dibagi menjadi tiga kategori:
1. Uji toksisitas akut dilakukan dengan memberikan bahan kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24
jam. 2. Uji toksisitas jangka pendek dikenal dengan subkronik dilakukan dengan
memberikan bahan tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10 dari masa hidup
hewan, yaitu tiga bulan untuk tikus dan satu atau dua tahun untuk anjing. 3. Uji toksisitas jangka panjang dilakukan dengan memberikan bahan kimia
berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari masa hidupnya, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24
bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet Lu, 1994. Uji toksisitas tidak dirancang untuk menunjukkan bahwa bahan kimia
itu aman akan tetapi untuk mengkarakterisasi efek racun kimia yang dapat
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan. FDA Food and Drug Administration, EPA Environmental Protection Agency, dan
Organization for Economic Cooperation and Development
OECD telah menuliskan standar cara bekerja yang baik di laboratorium GLP dengan prosedur yang telah ditetapkan. Pedoman ini
diharapkan dapat mendukung pengenalan keamanan bahan kimia ke masyarakat ketika uji toksisitas dilakukan Casarett, 2008.
Prinsip pengujian toksikologi dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Prinsip toksikologi Casarett, 2008
Identifikasi bahan uji
Karakterisasi kimia
Tinjauan pustaka
Pengujian struktur aktivitas
Pengujian hewan jangka pendek
Toksikologi genetik in vitro
Toksisitas subkronik
Metabolisme
Oncogenesitas Toksisitas kronik
Reproduktif Teratologi
Universitas Sumatera Utara
Suatu kerangka kerja umum bagaimana suatu bahan kimia baru dievaluasi toksisitasnya ditunjukkan pada Gambar 2.1. Studi awal
membutuhkan evaluasi senyawa kimia untuk mengetahui kemurnian, stabilitas, kelarutan, dan faktor-faktor fisikokimia lainnya yang dapat mempengaruhi
efektivitas senyawa uji. Kemudian struktur senyawa uji dibandingkan dengan struktur senyawa yang telah ada untuk mengetahui informasi toksisitasnya.
Hubungan struktur aktivitas dapat ditinjau dari literatur toksikologi yang ada. Setelah informasi dasar telah dievaluasi, senyawa uji dapat diberikan kepada
hewan untuk studi dosis toksisitas akut dan berulang Casarett, 2008.
2.5.1 Uji toksisitas akut
Uji toksisitas akut secara umum merupakan uji yang pertama dilakukan. Uji ini memberikan data pada toksisitas relatif yang meningkat dari dosis
tunggal hingga dosis berganda. Uji standar tersedia dalam pemberian secara oral, dermal dan inhalasi Gupta, et al., 2012. Parameter-parameter dasar
dalam pengujian toksisitas akut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Parameter dasar pengujian toksisitas akut
Spesies Tikus lebih disukai pada uji secara oral dan inhalasi,
kelinci lebih disukai pada uji secara dermal Umur
Dewasa Jumlah Hewan
5 setiap jenis kelamin per level dosis Dosis
Tiga level dosis yang direkomendasi, pemberian secara dosis tunggal selama 24 jam untuk uji oral dan dermal dan
4 jam untuk uji inhalasi
Waktu Pengamatan
14 hari Gupta, et al., 2012
Penelitian uji toksisitas akut sebagian besar dirancang untuk menentukan dosis letal median LD
50
toksikan. LD
50
didefenisikan sebagai
Universitas Sumatera Utara
“dosis tunggal suatu bahan yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50 hewan coba”. Pengujian ini juga dapat menunjukkan organ sasaran yang
mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama
Lu, 1994. LD
50
adalah dosis perkiraan bahwa ketika racun itu diberikan langsung kepada hewan uji, menghasilkan kematian 50 dari populasi di
bawah kondisi yang ditentukan dari tes atau LC
50
merupakan konsentrasi perkiraan, dalam lingkungan hewan yang terpapar, yang akan membunuh 50
dari populasi di bawah kondisi yang ditentukan dari tes Hodgson dan Levi, 2000.
Nilai LD
50
sangat berguna untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Klasifikasi lazim zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya adalah
sebagai berikut: Kategori
LD
50
Supertoksik 5 mgkg atau kurang
Amat sangat toksik 5-50 mgkg
Sangat toksik 50-500 mgkg
Toksik sedang 0,5-5 gkg
Toksik ringan 5-15 gkg
Praktis tidak toksik 15 gkg
2. Evaluasi dampak keracunan yang tidak disengaja; perencanaan penelitian toksisitas subkronik dan kronik pada hewan, memberikan informasi
tentang mekanisme toksisitas, pengaruh umur, seks, faktor penjamu dan faktor lingkungan lainnya dan variasi respons antarspesies dan antarstrain
hewan; memberikan informasi tentang reaktivitas suatu populasi hewan Lu, 1994.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang berpengaruh pada LD
50
sangat bervariasi antara jenis yang satu dengan jenis yang lain dan antara individu yang satu dengan
individu yang lain dalam satu jenis. Beberapa faktor tersebut antara lain Retnomurti, 2008:
a. Spesies, strain dan keragaman individu Setiap spesies dan strain yang berbeda memiliki sistem metabolisme
dan detoksikasi yang berbeda. Setiap spesies mempunyai perbedaan kemampuan bioaktivasi dan toksikasi suatu zat.
b. Perbedaan jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi toksisitas akut yang
disebabkan oleh pengaruh langsung dari kelenjar endokrin. Hewan betina mempunyai sistem hormonal yang berbeda dengan hewan jantan sehingga
menyebabkan perbedaan kepekaan terhadap suatu toksikan. c. Umur
Hewan-hewan yang lebih muda memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap obat karena enzim untuk biotransformasi masih kurang dan fungsi
ginjal belum sempurna. Pada hewan yang tua kepekaan individu meningkat karena fungsi biotransformasi dan ekskresi sudah menurun.
d. Berat badan Penentuan dosis dalam pengujian toksisitas akut dapat didasarkan pada
berat badan. Pada spesies yang sama, berat badan yang berbeda dapat memberikan nilai LD
50
yang berbeda pula, semakin besar berat badan maka jumlah dosis yang diberikan semakin besar.
Universitas Sumatera Utara
e. Cara pemberian Lethal dosis juga dapat dipengaruhi oleh cara pemberian. Pemberian
obat peroral tidak langsung didistribusikan ke seluruh tubuh. Pemberian obat atau toksikan peroral didistribusikan ke seluruh tubuh setelah terjadi
penyerapan di saluran cerna sehingga mempengaruhi kecepatan metabolisme suatu zat di dalam tubuh.
f. Faktor lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi toksisitas akut antara lain temperatur, kelembaban, iklim, perbedaan siang dan malam. Perbedaan
temperatur suatu tempat akan mempengaruhi keadaan fisiologis suatu hewan. g. Kesehatan hewan
Status hewan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap suatu toksikan. Kesehatan hewan sangat dipengaruhi oleh kondisi hewan dan
lingkungan. Hewan yang tidak sehat dapat memberikan nilai LD
50
yang berbeda dibandingkan dengan nilai LD
50
yang didapatkan dari hewan sehat. h. Diet
Komposisi makanan hewan percobaan dapat mempengaruhi nilai LD
50
. Komposisi makanan akan mempengaruhi status kesehatan hewan percobaan.
2.5.2 Uji toksisitas subkronik
Uji toksisitas subkronik dilakukan dengan memberikan bahan berulang- ulang, biasanya setiap hari atau lima hari seminggu, selama jangka waktu 10
dari masa hidup hewan Retnomurti, 2008. Uji toksisitas subkronis meneliti toksisitas yang disebabkan oleh dosis berulang dalam jangka waktu tertentu
Universitas Sumatera Utara
Hodgson dan Levi, 2000. Paparan subkronis dapat bertahan selama periode waktu yang berbeda, tapi 90 hari adalah durasi uji yang paling umum. Tujuan
utama uji subkronik adalah untuk mencapai NOAEL no-observed-adverse effect level dan untuk mengidentifikasi lebih lanjut ciri organ tertentu atau
organ yang terpapar senyawa uji setelah pemberian secara berulang. Studi subkronik dapat dilakukan pada dua spesies biasanya tikus dan anjing untuk
FDA; dan mencit untuk EPA dengan rute pemberian yang lazim yaitu oral. Setidaknya ada tiga dosis yang diberikan dosis tinggi yang menghasilkan
toksisitas tetapi tidak menyebabkan lebih dari 10 korban jiwa, dosis rendah yang tidak menghasilkan efek beracun jelas, dan dosis intermediate dengan 10
sampai 20 tikus dan 4 sampai 6 anjing dari masing-masing jenis kelamin per dosis Casarett, 2008. Lama penelitian pada tikus biasanya 90 hari. Pada
anjing masa itu sering diperpanjang sampai enam bulan atau bahkan satu atau dua tahun Lu, 1994.
Pengamatan yang dilakukan dalam pengujian toksisitas subkronis adalah pengamatan pada awal pemberian senyawa meliputi penampakan fisik
kematian, membran mucus, kulit, dan lain sebagainya, konsumsi makanan, berat badan, respon neurologi, kelakuan yang tidak normal, pernafasan, ECG,
EEG, hematologi, pemeriksaan darah, urin. Pengamatan pada akhir pengujian
meliputi nekropsi dan histologi Hogson dan Levi, 2000. 2.5.3 Uji toksisitas kronik
Uji toksisitas kronis menentukan toksisitas dari keberadaan bahan yang sebagian besar terdapat dalam kehidupan. Mereka mirip dengan tes subkronis
Universitas Sumatera Utara
tetapi memerlukan waktu yang lebih lama dan melibatkan kelompok yang lebih besar dari hewan Gupta, et al., 2012. Pada tikus, paparan kronik
biasanya 6 bulan sampai 2 tahun. Untuk hewan selain tikus biasanya selama satu tahun tetapi mungkin lebih lama Casarett, 2008.
Tujuan uji toksisitas kronik adalah menentukan sifat toksisitas zat kimia dan menentukan NOAELnya. Protokol yang biasa digunakan pada pengujian
subkronik dan kronik melibatkan kelompok hewan mengandung jumlah yang sama dari kedua jenis kelamin jantan dan betina menerima setidaknya tiga
tingkat dosis obat dan satu kelompok kontrol. Hewan-hewan ini diobservasi setiap hari terhadap tanda-tanda klinis toksisitas. Berat badan dan konsumsi
makanan diukur secara berkala. Ada tiga parameter, yaitu tanda-tanda klinis, berat badan, dan konsumsi makanan. Profil kimia hematologi dan serum
lengkap diukur setidaknya pada akhir pengujian Gupta, et al., 2012.
2.6 Pengujian In Vivo
Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa
di dalam tubuh. Hewan percobaan yang digunakan pada percobaan secara in vivo harus dari jenis mamalia, karena hasilnya dapat diterapkan pada manusia.
Ciri-ciri hewan mamalia adalah hewan yang menyusui anaknya, berambut, berdarah panas, mempunyai empat ruang jantung, dan melahirkan anak
Retnomurti, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Mencit sebagai hewan percobaan sangat praktis digunakan untuk penelitian yang bersifat kuantitatif karena sifatnya yang mudah
berkembangbiak. Selain itu, dalam bidang peternakan mencit tidak membutuhkan biaya yang mahal, efisien dalam waktu, dan kemampuan
reproduksi tinggi dengan waktu yang singkat Hadriyanah, 2008. Sistem taksonomi mencit adalah sebagai berikut Pribadi, 2008.
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Mencit memiliki beberapa data biologis, diantaranya Retnomurti, 2008: Lama hidup : 1-2 tahun
Lama produksi ekonomis : 9 bulan Lama hamil : 19-21 hari
Umur dewasa : 35 hari Umur dikawinkan : 8 minggu
Berat dewasa : 20-40 gram jantan ; 18-35 gram betina
Universitas Sumatera Utara
2.7 Hati