Good Governance URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS

2.1. Good Governance

Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu mencapai masyarakat yang adil dan makmur baik materil maupun spiritual GBHN, pembangunan yang sedang dilaksanakan sekarang ini mempunyai arti tersendiri karena memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas. Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih menyiapkan diri sehingga mampu mengantisipasi sedini mungkin segala kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam persaingan, baik persaingan yang datang dari luar negeri maupun persaingan yang datang dari dalam negeri sendiri. Pengertian governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan publik. Menurut World Bank, defenisi governance sebagai “the way state power is used in managing economic and social resources for development of society.” Sedangkan United Nation Development ProgramUNDP mendefenisikan governance sebagai “the exercise of political, economic, dan administrative authority to manage a nation’s affair at all levels.” Dalam hal ini, World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan negara. Political governance mengacu pada proses pembuatan Universitas Sumatera Utara kebijakan. Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi yang berimplikasi pada masalah pemerataan, penurunan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup. Administrative governance mengacu pada sistem implikasi kebijakan. Jika mengacu pada World Bank dan UNDP, orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance. Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. Sementara World Bank mendefenisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran, serta penciptaan legal dan political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Suatu negara dengan wilayah yang luas membutuhkan suatu sistem pemerintahan governance yang baik. Sistem ini sangat diperlukan setidaknya oleh dua hal : pertama sebagai alat untuk melaksanakan berbagai pelayanan publik di berbagai daerah. Kedua sebagai alat bagi masyarakat setempat untuk dapat berperan aktif dalam menentukan arah dan cara mengembangkan taraf hidupnya sendiri selaras dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam koridor kepentingan-kepentingan nasional. Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat 2. menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah 3. memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Dalam rangka pertanggungjawaban publik, Pemerintah Daerah harus melakukan optimalisasi anggaran yang dilakukan secara ekonomi, efisiensi, dan efektivitas value for money untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengalaman yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa manajemen keuangan daerah masih memprihatinkan. Anggaran daerah khususnya pengeluaran daerah belum mampu berperan sebagai insentif dalam mendorong laju pembangunan di daerah. Di sisi lain banyak ditemukan pengalokasian anggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan skala prioritas dan kurang mencerminkan aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, karena kualitas perencanaan anggaran daerah relatif lemah. Lemahnya perencanaan anggaran juga diikuti dengan ketidakmampuan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan. Sementara pengeluaran daerah terus meningkat sehingga hal tersebut meningkatkan fiscal gap. Keadaan ini pada akhirnya akan menimbulkan underfinancing atau overfinancing yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat ekonomi, efisiensi dan efektivitas unit kerja Pemerintah Daerah. Pembahasan yang sehubungan dengan efisien dan efektivitas ditinjau dari aspek sistem pengelolaan keuangan daerah memang telah banyak dilakukan diantaranya adalah Insukindro dkk. 1994 membahas mengenai pajak dan retribusi sebagai sumber utama Universitas Sumatera Utara PAD, menemukan bahwa pada umumnya peran retribusi daerah lebih dominan dalam menentukan besaran PAD. Sumbangan PAD terhadap total penerimaan APBD rendah, karena upaya merealisasikan peningkatan PAD tidak didasarkan pada potensi PAD, tetapi ditargetkan berdasarkan realisasi tahun sebelumnya. Medi 1996 meneliti kinerja pengelolaan keuangan daerah, bahwa untuk mencapai efisiensi pengelolaan keuangan daerah maka pengeluaran-pengeluaran yang tidak bermanfaat sedapat mungkin dapat dikurangi untuk mencapai efektivitas perlu menggali sumber-sumber pendapatan baru.

2.2. Keuangan Daerah