Tahap 6, adsorpsi dan desorpsi faktor-faktor pertumbuhan biologis, dalam lapisan HCA. Tahap 7, aksi dari makrofag untuk membuang debris dari daerah
tersebut sehingga akan memungkinkan sel untuk menempati ruang yang tersedia. Tahap 8, perlekatan sel-sel punca pada permukaan bioaktif. Tahap 9, diferensiasi sel-
sel punca untuk membentuk sel-sel pembentuk tulang, yaitu osteoblas. Pada Tahap 10, dihasilkan matriks ekstraseluler oleh osteoblas untuk membentuk tulang, dan pada
Tahap 11, kristalisasi matriks kalsium fosfat anorganik untuk menyertakan sel-sel tulang ke dalam campuran struktur yang hidup Hench, Nicolodi dkk., 2004; Cerruti
2004 cit. Suprastiwi, 2011.
Gambar 2.2.Sebelas Tahapan Reaksi Bioaktivitas Kelas A Hench,Nicolodi dkk.,2004; Cerruti 2004 cit. Suprastiwi, 2011
2.3 Adhesi SIK-Dentin
Perkembangan bahan dan teknik telah menjadi fokus para peneliti untuk dapat menciptakan sistem adhesif yang efektif antara bahan restorasi dengan struktur
Universitas Sumatera Utara
jaringan keras gigi Mauro dkk., 2009. Fokus utama dalam kedokteran gigi adhesif adalah untuk mengembalikan penutupan dentin pada bagian perifer yang rusak ketika
enamel hilang sebagai akibat dari trauma, karies ataupun prosedur operatif seperti preparasi gigi. Pada lesi gigi koronal, lapisan yang terpapar dapat berbatasan dengan
dentin, enamel ataupun keduanya Liebenberg, 2005. Dentin merupakan jaringan vital yang terhubung langsung ke pulpa melalui
tubulus dentin yang berisi cairan sehingga adanya pergerakan cairan pada tubulus dentin dapat mengganggu perlekatan antara bahan restorasi dengan struktur gigi.
Bersamaan dengan masalah khemis dari adhesi, pertimbangan biologis mengenai kompatibilitas pulpa juga amat penting Sikri, 2008.
Adhesi khemis dari SIK terhadap jaringan keras gigi adalah melalui kombinasi asam polikarboksilat dengan hidroksiapatit HA dan merupakan
keunggulan utama dari SIK. Adhesi khemis SIK ke dentin dicapai melalui pergantian ion poliakrilat dengan ion fosfat pada struktur permukaan dari HA. Walaupun
mekanisme sebenarnya masih belum diketahui, diduga bahwa kelembaban yang baik dan formasi ikatan ionik memiliki peran penting dalam ikatan SIK ke struktur gigi
Lohbauer, 2010. Bahan hidrofilik terbukti dapat melembabkan dan bereaksi dengan HA serta
kolagen pada jaringan gigi dentin yang diperlukan untuk memperoleh ikatan ke struktur gigi yang tahan lama. Reaktan kemungkinan dapat berikatan ke kalsium
disebabkan adanya kandungan HA pada enamel dan dentin. Daya adhesif ini diperoleh dari kemampuan asam poliakrilat berikatan dengan kalsium dan
Universitas Sumatera Utara
terbentuknya ikatan hidrogen polimer organik ke kolagen Lohbauer, 2010. Penelitian yang dilakukan Mauro 2009 menunjukkan bahwa walaupun SIKMR
bersifat hidrofilik, SIKMR tidak dapat berfungsi dengan baik pada daerah yang lembab sehingga melemahkan interaksi khemis dan fisikal antara dentin yang
terdemineralisasi dengan dentin yang lembab Mauro dkk., 2009. Permukaan kontak restorasi dengan dentin dapat mengindikasikan
kemampuan beberapa bahan yang berbeda dalam mencegah perkembangan karies setelah dilakukan restorasi dan sensitifitas pasca perawatan sebagai akibat dari
kebocoran mikro pada permukaan tersebut. Penggunaan bahan restoratif adhesif yang memiliki kemampuan penutupan yang baik disertai pelepasan fluor dapat
menurunkan dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat infilitrasi daerah marginal. Semen ionomer merupakan bahan potensial yang diletakkan pada daerah
tersebut untuk memperoleh adhesi dari interaksi khemis dengan dentin. SIK dapat memberikan penutupan yang optimal dan melindungi restorasi dari infiltrasi
marginal. Kemampuan pelepasan fluor SIK dapat membantu mengendalikan perkembangan karies rekuren dan patologi pulpa yang dapat menggagalkan
perawatan restoratif dalam waktu yang singkat Mauro dkk., 2009. Kekuatan ikatan dari SIKMR terhadap dentin umumnya lebih baik
dibandingkan dengan SIK konvensional Gambar 2.3. Ikatan terhadap dentin superfisial lebih kuat dibandingkan dengan dentin bagian dalam. Mekanisme ikatan
SIKMR berupa interaksi ionik antara semen dengan permukaan dentin Gambar 2.4
Universitas Sumatera Utara
dan interlocking mikromekanikal polimer dengan substrat gigi yang telah diberi asam poliakrilat Patel, 2012.
Umumnya, SIKMR memiliki retensi yang baik. Selain itu, sensitifitas pasca perawatan dan karies sekunder tidak menjadi hal yang perlu dikhawatirkan pada
penggunaan SIKMR. Namun, sifat permukaan SIKMR, stabilitas warna dan karakteristik marginal tidak selalu baik.
Gambar 2.3. Gambaran SEM x 3000 permukaan antara FujiFil LC dan dentin. Terlihat adanya lapisan yang terdiri dari campuran primer dan matriks semen dengan
ketebalan 2-3 mikron di atas dentin Yamada, 2012.
Gambar 2.4. Gambaran SEM x 20000 permukaan antara FujiFil LC dan dentin. Dapat dilihat komponen matriks semen serta dentin yang saling berhubungan dan
memiliki ketebalan kurang dari 0,5 mikrometer berupa lapisan nanohibrid superfisial pada permukan dentin Yamada, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian menunjukkan bahwa smear layer pada preparasi kavitas dapat mempengaruhi ikatan antara SIKMR dengan dentin. Jika lapisan ini tidak dibuang
maka akan memicu kegagalan kohesif selama proses penyusutan akibat polimerisasi, ekspansi termal serta kontraksi. Beberapa peneliti mengatakan bahwa kekuatan ikatan
SIKMR akan lebih baik bila smear layer dibuang sebelum ditumpat dengan SIKMR. Namun, kekuatan ikatan SIKMR dilaporkan masih lebih rendah dibandingkan dengan
bahan resin komposit Patel, 2012. SIK juga digunakan sebagai bahan dalam melakukan teknik sandwich. Teknik
ini bukan teknik baru namun perlu dipopulerkan kembali menimbang ketidakmampuan beberapa bahan baru untuk berikatan dengan kuat ke permukaan
dentin yang banyak dijumpai oleh klinisi. Pada awalnya, teknik sandwich menggunakan SIK namun SIKMR memiliki sifat mekanis yang amat baik dan
kekuatan perekat terhadap dentin yang baik sehingga SIKMR juga digunakan dalam teknik ini Liebenberg, 2005.
2.4 Kitosan