3. Masa kerja lama : 10 tahun Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kadarwati 2006
bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan kecelakaan kerja di Pabrik Frame Kaca Mata PT. Luxindo Nusantara Semarang.
2.2.4 Lama Jam Kerja
Menurut Suma’mur 1987, orang bekerja dengan baik adalah 40 jam seminggu, 6-8 jam sehari. Dalam beberapa kasus lamanya kerja lebih dari 10
jam sehari mengakibatkan penurunan dalam total prestasi, menurunnya kecepatan kerja dikarenakan kelelahan dan biasanya akan diikuti dengan
meningkatnya angka sakit dan kecelakaan.
2.2.5 Shift kerja
Waktu kerja adalah pembagian gilir kerja dalam waktu 24 jam. Pekerja dibagi dalam beberapa kelompok yang masing-masing bergiliran dan lama
kerjanya sesuai dengan hasil bagi 24 jam dengan jumlah kelompok kerja. Terdapat dua masalah utama pada pekerja yang bekerja secara bergiliran,
yaitu ketidak mampuan pekerja untuk beradaptasi dengan sistem shift dan ketidak mampuan pekerja untuk beradaptasi dengan kerja pada malam hari
dan tidur pada siang hari Arifin, 2005. Pergeseran waktu kerja pagi, siang, dan malam dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan kerja
Benny dan Achmadi, 1991. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Halinda 2000 terdapat hubungan antara shift kerja dengan kejadian
kecelakaan kerja di Perusahaan Keramik PT. X Cikarang.
2.2.6 Kebisingan
Kebisingan adalah suara-suara yang tidak diinginkan manusia. Kebisingan ditempat kerja dapat berpengaruh terhadap pekerja karena
kebisingan dapat menimbulkan gangguan perasaan, gangguan komunikasi sehingga menyebabkan salah pengertian, tidak mendengar isyarat yang
diberikan, hal ini dapat berakibat terjadinya kecelakaan akibat kerja disamping itu kebisingan juga dapat menyebabkan hilangnya pendengaran sementara
atau menetap. Bunyi didengar sebagai rangsangan pada telinga oleh getaran- getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi- bunyi tersebut tidak
dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat dua hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi
dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut hertz Hz dan intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam desibel
db. Telinga manusia mampu mendengar frekuensi- frekuensi diantara 16- 20.000 Hz.
Suma’mur, 1996 Pengukuran kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan
memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja sehingga dapat dianalisis dan dicari pengendaliannya. Alat yang digunakan untuk
mengukur intensitas kebisingan adalah dengan menggunakan sound level meter dengan satuan intensitas kebisingan sebagai hasil pengukuran adalah
desibel dBA. Alat ini mampu mengukur kebisingan diantara 30 -130 dBA dan dari frekuensi 20-20000 Hz. Alat kebisingan yang lain adalah yang
dilengkapi dengan octave band analyzer dan noise dose meter Depnaker, 2004.
2.2.6.1 Nilai Tingkat Baku Kebisingan
Adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jamhari atau 40 jamminggu. Intensitas
kebisingan yang dianjurkan bedasarkan Kep. MenKes. No. 55 tahun 1999 adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja. Adapun tingkat paparan
kebisingan maksimal selama satu hari pada ruang proses produksi yang dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tingkat Paparan Kebisingan
No Tingkat Kebisingan dBA
Pemaparan Harian 1
85 8 jam
2
88 4 jam
3 91
2 jam
4
94 1 jam
5
97 30 menit
6
100 15 menit
Sumber : Kep. MenKes RI No 261MenKesSKII1999
2.2.6.2 Pengukuran Kebisingan
Pengukuran adalah kunci dalam meminimalkan risiko yang ditimbulkan oleh kebisingan. Pengukuran kebisingan tidak jauh
berbeda dengan survey bising. Untuk lebih memadai, pengukuran kebisingan harus dapat mengidentifikasi pekerja yang terekspos pada
tingkatan yang berbahaya tidak standar dan menghasilkan informasi yang selanjutnya akan dijadikan dasar dalam menentukan peraturan
perusahaan terkait dengan kebisingan. Contoh dari peraturan perusahaan terkait dengan kebisingan adalah penurunan pajanan
kebisingan; pelindung telinga; tanda zona wajib memakai pelindung telinga; pembekalan pelatihan terhadap karyawan.
1. Alat Pengukur Kebisingan Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan
Sound Level meter . Untuk mengukur nilai ambang pendengaran
digunakan Audiometer. Untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter karena pekerja umumnya tidak
menetap pada suatu tempat kerja selama 8 jam ia bekerja. Nilai ambang batas [ NAB ] intensitas bising adalah 85 dB dan waktu
bekerja maksimum adalah 8 jam per hari. Sound
Level Meter adalah alat pengukur suara. Mekanisme kerja SLM apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya
perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakan meter penunjuk. Audiometer adalah
alat untuk mengukur nilai ambang pendengaran. Audiogram adalah
chart hasil pemeriksaan audiometri. Nilai ambang pendengaran adalah suara yang paling lemah yang masih dapt didengar telinga.
Adapun operasional pengkuran dapat dilakukan sebagaimana Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.:
Kep-48MENLH111996 sebgai berikut : a. Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah penentuan
standar yang akan diacu dalam survei. b. Pemeriksaan instrumen. Hal ini meliputi pemeriksaan batere
sound level meter SLM dan kalibrator, serta aksesories misalnya windscreen, rain cover, dan lain-lain.
c. Kalibrasi instrumen. Hal ini harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah pengukuran berlangsung.
d. Pembuatan denah lokasi dan titik dimana pengukuran dilakukan. e. Bila pengukuran dilakukan dengan free-field microphone
standar IEC maka SLM diarahkan lurus ke sumber. Sedangkan jika mikropon yang digunakan merupakan random
incidence microphone ANSI, maka SLM harus diorientasikan sekitar 70
o
- 80
o
terhadap sumber bising. f. Dalam keadaan kebisingan berasal dari lebih dari satu arah,
maka sangat penting untuk memilih mikropon dan mounting yang tepat yang memungkinkan untuk mencapai karakteristik
omnidirectional terbaik.
g. Pemilihan weighting network yang sesuai.
h. Pemilihan respons detektor yang sesuai, F atau S untuk mendapatkan pembacaan yang akurat.
i. Hindarkan refleksi baik dari tubuh operator maupun blocking suara dari arah tertentu.
j. Saat pengukuran berlangsung, selalu perhtikan haal-hal berikut: a Hindari pengukuran dekan bidang pemantul; b.
Lakukan pengukuran pada jarak yang tepat, sesuai dengan standar atau baku mutu yang diacu; c. Cek bising latar; d.
Pastikan 77 tidak terdapat perintang terhadap sumber bising yang diukur; e. Selalu gunakan windshield windscreen, dan
f. Tolak pembacaan overloud. k. Laporan harus terdokumentasi dengan baik. Laporan ini
sedikitnya harus terdiri dari: a. Sket pengukuran meliputi orientasi dan kedudukan SLM, luas ruangan atau tempat
pengukuran dilakukan serta kedudukan sumber bising; b. Standar yang diacu; c. Identitas instrumen; jenis dan nomor
seri; d. Metode kalibrasi; e. Weighting network dan respons detektor yang digunakan; f. Deskripsi jenis suara
impulsif, kontinyu, atau tone; g. Data bising latar; termasuk chart yang digunakan untuk perhitungan; h. Kondisi
lingkungan; tekanan atmosfir; i. Data obyek yang diukur jenis mesin, beban, kecepatan, dll; j. Tanggal pengukuran
dan nama operator.
2.2.7 Pencahayaan
Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda- benda di tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda
atau alat dan kondisi di sekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi. Pencahayaan
merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi keselamatan kerja. Menurut ILO, beberapa penelitian membuktikan bahwa pencahayaan yang
tepat dan sesuai dengan pekerjaan akan dapat menghasilkan produksi yang maksimal dan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan akibat kerja Arifin,
2005. Selain itu penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan
Suma’mur, 1996
. Penerangan di tempat kerja merupakan salah satu faktor yang perlu diupayakan penyempurnaannya. Penerangan yang baik mendukung kesehatan
kerja dan memungkinkan tenaga kerja bekerja dengan lebih aman dan nyaman, yang antara lain disebabkan karena mereka dapat melihat obyek yang
dikerjakan dengan jelas, cepat dan tanpa upaya tambahan, serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan menyenangkan.
Akibat- akibat penerangan yang buruk adalah:
1. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. 2. Keluhan- keluhan pegal di daerah mata, dan sakit kepala sekitar mata.
3. Kerusakan alat penglihatan. 4. Meningkatnya kecelakaan Budiono, 2003.
2.2.8 Lingkungan kimia