Nilai Tingkat Baku Kebisingan Pengukuran Kebisingan

dilengkapi dengan octave band analyzer dan noise dose meter Depnaker, 2004.

2.2.6.1 Nilai Tingkat Baku Kebisingan

Adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jamhari atau 40 jamminggu. Intensitas kebisingan yang dianjurkan bedasarkan Kep. MenKes. No. 55 tahun 1999 adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja. Adapun tingkat paparan kebisingan maksimal selama satu hari pada ruang proses produksi yang dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Tingkat Paparan Kebisingan No Tingkat Kebisingan dBA Pemaparan Harian 1 85 8 jam 2 88 4 jam 3 91 2 jam 4 94 1 jam 5 97 30 menit 6 100 15 menit Sumber : Kep. MenKes RI No 261MenKesSKII1999

2.2.6.2 Pengukuran Kebisingan

Pengukuran adalah kunci dalam meminimalkan risiko yang ditimbulkan oleh kebisingan. Pengukuran kebisingan tidak jauh berbeda dengan survey bising. Untuk lebih memadai, pengukuran kebisingan harus dapat mengidentifikasi pekerja yang terekspos pada tingkatan yang berbahaya tidak standar dan menghasilkan informasi yang selanjutnya akan dijadikan dasar dalam menentukan peraturan perusahaan terkait dengan kebisingan. Contoh dari peraturan perusahaan terkait dengan kebisingan adalah penurunan pajanan kebisingan; pelindung telinga; tanda zona wajib memakai pelindung telinga; pembekalan pelatihan terhadap karyawan. 1. Alat Pengukur Kebisingan Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan Sound Level meter . Untuk mengukur nilai ambang pendengaran digunakan Audiometer. Untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selama 8 jam ia bekerja. Nilai ambang batas [ NAB ] intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam per hari. Sound Level Meter adalah alat pengukur suara. Mekanisme kerja SLM apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakan meter penunjuk. Audiometer adalah alat untuk mengukur nilai ambang pendengaran. Audiogram adalah chart hasil pemeriksaan audiometri. Nilai ambang pendengaran adalah suara yang paling lemah yang masih dapt didengar telinga. Adapun operasional pengkuran dapat dilakukan sebagaimana Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: Kep-48MENLH111996 sebgai berikut : a. Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah penentuan standar yang akan diacu dalam survei. b. Pemeriksaan instrumen. Hal ini meliputi pemeriksaan batere sound level meter SLM dan kalibrator, serta aksesories misalnya windscreen, rain cover, dan lain-lain. c. Kalibrasi instrumen. Hal ini harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah pengukuran berlangsung. d. Pembuatan denah lokasi dan titik dimana pengukuran dilakukan. e. Bila pengukuran dilakukan dengan free-field microphone standar IEC maka SLM diarahkan lurus ke sumber. Sedangkan jika mikropon yang digunakan merupakan random incidence microphone ANSI, maka SLM harus diorientasikan sekitar 70 o - 80 o terhadap sumber bising. f. Dalam keadaan kebisingan berasal dari lebih dari satu arah, maka sangat penting untuk memilih mikropon dan mounting yang tepat yang memungkinkan untuk mencapai karakteristik omnidirectional terbaik. g. Pemilihan weighting network yang sesuai. h. Pemilihan respons detektor yang sesuai, F atau S untuk mendapatkan pembacaan yang akurat. i. Hindarkan refleksi baik dari tubuh operator maupun blocking suara dari arah tertentu. j. Saat pengukuran berlangsung, selalu perhtikan haal-hal berikut: a Hindari pengukuran dekan bidang pemantul; b. Lakukan pengukuran pada jarak yang tepat, sesuai dengan standar atau baku mutu yang diacu; c. Cek bising latar; d. Pastikan 77 tidak terdapat perintang terhadap sumber bising yang diukur; e. Selalu gunakan windshield windscreen, dan f. Tolak pembacaan overloud. k. Laporan harus terdokumentasi dengan baik. Laporan ini sedikitnya harus terdiri dari: a. Sket pengukuran meliputi orientasi dan kedudukan SLM, luas ruangan atau tempat pengukuran dilakukan serta kedudukan sumber bising; b. Standar yang diacu; c. Identitas instrumen; jenis dan nomor seri; d. Metode kalibrasi; e. Weighting network dan respons detektor yang digunakan; f. Deskripsi jenis suara impulsif, kontinyu, atau tone; g. Data bising latar; termasuk chart yang digunakan untuk perhitungan; h. Kondisi lingkungan; tekanan atmosfir; i. Data obyek yang diukur jenis mesin, beban, kecepatan, dll; j. Tanggal pengukuran dan nama operator.

2.2.7 Pencahayaan