3. Tidak adanya keinginan untuk memaksakan pilihan orang lain, sebab memaksakan pilihan orang lain tdak dapat menjembatani hak asasi
manusia.
2.2 Pelibatan Politik 2.2.1 Definisi Pelibatan Politik
Pelibatan politik political engagement didefinisikan oleh Verba, Burns, dan Scholzman 1997, dalam Septian dan Muluk, 2008 sebagai ketertarikan
interest, keyakinan efficacy dan pengetahuan knowledge seseorang terhadap dunia politik. Escandel 2004, dalam Septian dan Muluk, 2008 menambahkan
bahwa aktivitas politik seseorang dalam dunia politik merupakan bagian dari perlibatan politiknya.
2.2.2 Dimensi Pengukuran Pelibatan Politik
Didalam pelibatan politik, terdapat empat dimensi yaitu : 1 Ketertarikan Politik, 2 Kemanjuran Politik, 3 Pengetahuan Politik, dan 4 Aktivitas Politik.
Ketertarikan Politik
Dalam penelitian ini, definisi ketertarikan politik yang digunakan adalah teori yang diungkapkan oleh Campbell dalam Iman Septian Hamdi Muluk,
2008 yang telah mengklasifikasikan ketertarikan individu dalam politik menjadi empat komponen. Dua komponen yang pertama merupakan orientasi individu
secara spesifik terhadap pemilihan umum, yaitu ketertarikan terhadap kampanye dan kepedulian terhadap hasil pemilu. Sedangkan yang dua lainnya merupakan
orientasi terhadap politik secara lebih umum, yaitu perasaan bahwa sseseorang mampu mempengaruhi keadaan politik yang ada dan perasaan yang kuat untuk
menjalankan kewajiban sebagai wargan negara.
Almond dan Verba dalam Iman Septian dan Hamdi Muluk, 2008 menganjurkan perubahan komponen pengukuruan ketertarikan politik dari empat
komponen menjadi dua komponen, yaitu ketertarikan terhadap pemilu dan ketertarikan secara umum.
Sedangkan Kim dalam Septian dan Muluk, 2008 menggunakan index ketertarikan politik dengan menggunakan kombinasi dua variabel, yaitu :
1. Ketertarikan pada kampanye pemilu 2. Ketertarikan pada politik secara umum
Kemanjuran Politik Political Efficacy
Political efficacy didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk berperan atau mempengaruhi komponen-komponen sistem politik tersebut Andik
Matulessy, 2009. Gurin dan Miller dalam Matulessy, 2009, mendefinisikan political efficacy sebagai perasaan bahwa aksi politik harus dilakukan sebagai
dampak dari proses politik, sebagai bentuk dari warga negara. Secara sederhana political efficacy adalah presepsi powerfulness atau powerlessness warga negara
pada realitas politik Andik Matulessy, 2009. Hal ini ditegskan lebih lanjut oleh Zimermman dalam Matulessy, 2009 bahwa political efficacy merupakan
penangkal terjadinya alienasi dan dipahami sebagai bentuk political powerfulness. Kim dalam Septian Muluk, 2008 mendefinisikan kemanjuran politik
political efficacy sebagai perasaan seseorang bahwa perilaku politik yang dilakukannya akan berdampak pada proses politik yang terjadi.
Conway 1991 membagi political efficacy menjadi dua, 1 political efficacy internal dan 2 political efficacy eksternal.
1 political efficacy internal adalah keyakinan seseorang bahwa ia dapat memahami politik dan pemerintah serta dapat mempengaruhi politik dan
pemerintah melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukannya. Menurut Barry dan Rosenwein dalam Halida Muluk, 2004, orang tidak akan berpartisipasi secara
aktif didalam politik jika tidak mengganggap partisipasinya itu akan membuat setidaknya sedikit perbedaan.
2 political efficacy eksternal adalah keyakinan bahwa pejabat publik responsive terhadap minatnya dan bahwa pemerintah serta institusi politik membantu para
pejabat pemerintah untuk menjadi responsif. Dalam penelitian ini menggunakan definisi Barry Rosenwein dalam
Halida Muluk, 2004 yang menjelaskan political efficacy dalam pandangan tradisional sebagai persepsi yang dimiliki seseorang tentang dirinya dan
kemampuannya untuk mempengaruhi politik pada situasi tertentu.
Pengetahuan Politik
Carpini dan Keeter 1996 mendifinisikan pengetahuan politik sebagai “the range of factual information about politics that is stored is long term
memory ”. Penekanan definisi pada kata informasi ditujukan untuk membedakan
pengetahuan politk dengan konsep lain dari massa seperti sikap politik, nilai-nilai politik, kepercayaan dan pendapat. Hal ini juga untuk membedakan dari logika,
alasan, diskursus, partisipasi, dan komponen lain dari demokrasi Septian dan Muluk, 2008.
Penekanan pada informasi faktual ditujukan untuk membedakan pengetahuan politik dari hasil kognisi yang salah atau hasil kognisi yang tidak
dapat diuji kebenarannya. Memori jangka panjang untuk membedakan dari informasi yang didimpan pada memori jangka pendek yang kemudian dilupakan.
Sedangkan kata tingkatan digunakan untuk membedakan konsep pengetahuan politik yang luas dari sekedar fakta-fakta spesifik tentang hal tertentu saja Septian
dan Muluk, 2008.
Aktivitas Politik
Yang dimaksud dengan aktivitas politik adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan politik, baik aktivitas memilih dalam pemilu voting, maupun
aktivitas selain itu Milan, 2005. Milan menjabarkan banyak contoh dari aktivitas politik, yaitu mencari informasi tentang isu politik, menandatangani petisi, dan
boikot produk, demonstrasi, menghadiri dan berbicara dalam pertemua public, mengekspresikan pendapat pada media atau politisi, dan kerja sukarela untuk
partai politik. Verba, Burns, dan Schlozman 1997 menggunakan aktivitas menyimak
berita di media dan diskusi politik sebagian dari pengukuran pelibatan politik seseorang, walaupun tidak menggolongkan keduanya dalam aktivitas politik.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengukuran yang telah digunakan oleh Septian dan Muluk 2008 yaitu : diskusi politik, penggunaan media sebagai
pengukuran perlibatan politik, dan demonstrasi.
2.3 Sikap Terhadap Demokrasi 2.3.1 Pengertian Sikap terhadap Demokrasi