C. Wanprestasi dalam Perjanjian Leasing dan Penyelesaiannya.
Wanprestasi default atau nonfulfillment atauapun yang disebut dengan breach of contract adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban
sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
54
1. Kesengajaan;
Tindakan wanprestasi memberi konsekuensi terhadap timbulnya hak bagi pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi agar
memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena :
2. Kelalaian;
3. Tanpa Kesalahan.
Hukum kontrak tidak begitu membedakan apakah suatu kontrak tidak dilaksanakan karena adanya unsur kesalahan dari para pihak atau tidak, umumnya
akibatnya tetap sama, yakni memberikan ganti rugi dengan perhitungan- perhitungan tertentu. Kecuali tidak dilaksanakannya kontrak tersebut karena
alasan force majeure, yang umumnya membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi.
55
1. Faktor- Faktor Terjadinya Wanprestasi dalam Perjanjian Leasing
Dalam pelaksanaan perjanjian Leasing, wanprestasi umumnya dilakukan oleh pihak Lessee, baik itu yang bersifat sementara dalam arti menunggak dan
kemudian membayar, dan juga yang bersifat tetap dalam arti persoalan itu terpaksa diselesaikan melalui proses hukum.
54
Munar Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 87.
55
Ibid, hal.88.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perjanjian Leasing, wanprestasi yang disebabkan oleh kelalaian dari pihak Lessee adalah mengenai pembayaran uang sewa atau pembayaran
lainnya yang sudah merupakan kewajiban pihak Lessee, dan juga mengenai dilanggarnya atau tidak dipatuhinya kewajiban atau larangan-larangan bagi Lessee
seperti yang dicantumkan dalam perjanjian Leasing. Adapun hal-hal yang mengakibatkan terjadinya wanprestasi dalam
perjanjian Leasing yang diselenggarakan oleh Lessor Perusahaan Pembiayaan secara umum antara lain :
a. Lessee menunda-nunda pembayaran sewa yang telah seharusnya dibayar
atau baru membayar angsuran setelah jatuh tempo, ataupun ia melakukan pembayaran, tetapi tidak sebagaimana mestinya;
b. Tidak membayar denda atas keterlambatannya membayar uang sewa itu
atau terlambat membayar denda itu; c.
Dalam keadaan tidak mampu ataupun tidak mau lagi uang sewa, hal ini terjadi dengan kemungkinan pihak Lessee jatuh pailit tidak bisa membayar
sewa barang yang diLeasedkan, atau memang dengan sengaja Lessee tidak membayar sewa yang sudah jatuh tempo pembayarannya;
d. Melakukan tindakan-tindakan yang dengan nyata melanggar perjanjian
Leasing itu sendiri.
2. Akibat Wanprestasi dalam Perjanjian Leasing
Perjanjian Leasing dapat berakhir secara normal dan dapat juga secara tidak normal. Berakhirnya secara normal, apabila kewajiban-kewajiban Lessee
telah dipenuhi sebagaimana mestinya menurut perjanjian Leasing. Dimana, perjanjian Leasing berakhir sejak Lessee melunasi uang sewa bulanan ditambah
dengan biaya-biaya lainnya. Sementara itu, perjanjian Leasing dapat juga berakhir secara tidak normal,
baik karena pembatalan, berdasarkan wanprestasi, keadaan memaksa force Majeure, maupun persetujuan kedua belah pihak. Dikatakan berakhir secara tidak
Universitas Sumatera Utara
normal, karena jangka waktu berlakunya perjanjian Leasing sebenarnya belum berakhir, tetapi kewajiban salah satu pihak terhenti karena ada peristiwa tertentu.
Dalam hal ini, jika terjadi wanprestasi karena lalai dalam suatu perjanjian Leasing tehadap suatau Perusahaan Pembiayaan, maka sesuai dengan ketentuan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka Lessor memberikan peringatan tertulis kepada Lessee, yaitu secara formal memperingati Lessee agar memenuhi
hutangnya seketika atau dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh Perusahaan Pembiayaan tersebut. Biasanya peringatan tertulis tesebut dikenal dengan nama
Surat Peringatan SP. Jika pihak Lessee yanga telah diberikan Surat Peringatan Pertama SP 1,
namun Lessee tidak juga memenuhi kewajibannya, maka 7 tujuh hari dari pemberian SP 1 dari Lessor, Lessor dapat mengeluarkan Surat Peringatan Kedua
SP 2 , dan jika Lessee juga tidak mengubris Surat Peringatan tersebut, maka 7 tujuh hari setelah SP 2 dikeluarkan, maka Lessor akan mengeluarkan Surat
Peringatan Ketiga SP 3 kepada Lessee. Apabila sudah diberi peringatan tertulis sebanyak 3 tiga kali, tetapi
Lessee belum juga memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya, maka akibat hukumnya, Lessor dapat membatalkan secara sepihak perjanjian Leasing dengan
mengambil kembali barang modal yang berada dalam penguasaan Lessee. Dalam keadaan tidak terjadi wanprestasi, Lessor tidak diperkenankan
membatalkan secara sepihak perjanjian Leasing. Namun karena wanprestasi dari pihak Lessee, secara hukum menimbulkan hak bagi Lessor untuk membatalkan
perjanjian Leasing tesebut. Akibat pembatalan tersebut, Lessor lebih diuntungkan karena Lessor memperoleh sisa uang sewa ditambah dengan barang modal
tersebut. Seperti dijelaskan diatas, bahwa akibat wanprestasi dari pihak Lessee
karena kelalaiannya, maka pihak Lessor berhak untuk mendapatkan kembali barang modal yang menjadi objek Leasing dari kekuasaan pihak Lessee. Jika
pengambilan barang tersebut tidak dihambat oleh Lessee, maka tidak ada suatu
Universitas Sumatera Utara
masalah. Akan tetapi persoalan akan timbul jika Lessee mencegah atau menghambat pengambilan barang modal tersebut.
Untuk menghindari kesulitan demikian, maka ada baiknya jika dalam perjanjian Leasing dicantumkan suatu klausula yang menyatakan, bahwa dalam
terjadi wanprestasi oleh pihak Lessee, maka Lessee memberikan peretujuan izin kepada pihak Lessor untuk memasuki pekarangan tempat dimana barang modal
tersebut berada, dan mengambil kembali barang modal yang menjadi objek Leasing tersebut, dengan atau tanpa bantuan pihak kepolisian. Pengambilan
kembali objek Leasing tersebutlah yang dinamakan sebagai
pemutusanpembatalan perjanjian Leasing seacra sepihak oleh pihak Lessor. 3.
Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Leasing Dalam prakteknya, pelaksanaan perjanjian Leasing sering terjadi
wanprestasi, dan dalam hal tersebut umumnya dilakukan oleh pihak Lessee. Biasanya wanprestasi tersebut mengenai pembayaran uang sewa atau juga
mengenai pembayaran lainnya yang sudah merupakan kewajiban dari pihak Lessee atau juga dilanggarnya kewajiban-kewajiban ataupun larangan-larangan
bagi pihak Lessee yang tercantumkan dalam perjanjian Leasing. Biasanya, ada 2 dua cara yang diapakai oleh Perusahaan Pembiayaan
untuk menyelesaikan persengketaan yang timbul dari kedua belah pihak, yaitu melalui :
a. Perdamian;
b. Over Credit.
Ad.1 Perdamaian Yang dimaksud dengan penyelesaian secara perdamaian adalah
penyelesaian antara para pihak, dengan atau tanpa kuasa pendamping bagi masing-masing pihak melalui cara-cara damai, perundingan serta musyawarah dan
Universitas Sumatera Utara
atau mufakat diantara para pihak. Penyelesaian sengketa dengan cara ini sering disebut dengan “ penyelesaian secara kekeluargaan “.
56
56
AZ.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatau Pengahantar, PT diadit Media, Jakarta, 2002, hal.225.
Perdamaian dalam perjanjian Leasing adalah perdamaian antara pihak Lessor dengan pihak Lessee, dimana perdamaian tersebut dilakukan di luar
sidang. Pelaksanaan perdamaian tersebut tergantung dari kedua belah pihak agar sengketa tersebut tidak dilanjutkan lagi.
Perdamian yang dilakukan oleh pihak Lessor dengan pihak Lessee diluar sidang, hanya berkekuatan sebagai persetujuan kedua belah pihak saja, yang
apabila dikemudian hari tidak ditaati oleh salah satu pihak, maka dapat mengajukan persengketaan tersebut melalui suatu proses di pengadilan.
Ad.2 Over Credit Over Credit adalah pengalihan beban hutang Lessee kepada pihak ketiga.
Dimana pihak ketiga yang dimaksud adalah pihak yang dicari dan dipilih sendiri oleh Lessee dan memang mau untuk melanjutkan beban hutang Lessee tersebut.
Over credit terjadi karena Lessee tidak sanggup lagi untuk membayar angsuran kepada Lessor sebagiamana mestinya.
Jika terjadi Over Credit, maka Lessee akan mencari pihak yang mau dan dapat untuk melanjutkan perjanjian Leasing tesebut. Dalam pencarian pihak
ketiga tersebut, maka Lessor tidak dilibatkan. Setelah pihak ketiga tersebut ada, kemudian Lessee tersebut menyatakan kepada Lessor bahwa pihak ketiga tersebut
yang akan melanjutkan perjanjian Leasing tersebut, dan pihak ketiga tersebut menyatakan kesanggupannya membayar kepada Lessor. Kemudian oleh Surveyor
dari Perusahaan Pembiayaan tersebut akan melakukan pengecekan, apakah pihak ketiga tersebut layak atau tidak. Jika tidak layak, maka Lessee disuruh untuk
mencari pihak lain yang akan melanjutkan perjanjian Leasing tesebut. Apabila layak, maka dilakukan pembuatan dan penandatanganan oleh para pihak surat
pengalihan Lessee.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN