Pengertian Perjanjian PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG

BAB III PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM PERDATA

A. Pengertian Perjanjian

Istilah perjanjian sering juga disebut dengan istilah kontrak, sebagai terjemahan agreement dalam bahasa Inggris, atau overeenkomst dalam bahasa Belanda. 27 Kontrak atau perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau saling berjanji untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. 28 Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian secara sukarela mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah berjanji atau mengikatkan diri, dengan jaminan atau tanggungan berupa harta kekayaan yang dimiliki dan akan dimiliki oleh pihak yang membuat Menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya tindakan hukum. Tindakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi. 27 Ibid. hal. 9 28 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal.2. Universitas Sumatera Utara perjanjian atau yang telah mengikatkan diri tersebut. Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang membuat perjanjian. Pernyataan sukarela menunjukkan bahwa perjanjian tidak mungkin terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak yang terlibat atau membuat perjanjian tersebut. Dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak atau lebih yang terikat dengan perjanjian tersebut, pihak-pihak tersebutlah yang disebut sebagai subjek perjanjian. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakan 3 tiga golongan yang terikat dengan perjanjian, yaitu : 29 1. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri; 2. Para pihak ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak daripadanya; 3. Pihak ketiga. Dalam pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan bahwa : “Pada umumnya tak seorang dapat mengikat diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.” Kemudian dalam pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa : “Suatu perjanjian hanya berlaku antar pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga, tak dapat pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam pasal 1317” Dari kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian berlaku bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri. Selanjutnya dalam pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan bahwa : 29 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit. hal. 70 Universitas Sumatera Utara “Lagi pun diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji, yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain, memuat suatu janji yang seperti itu. Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menariknya kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya” Dari pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa para pihak tidak mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam apa yang disebut janji guna pihak ketiga. Janji pada pihak ketiga merupakan suatu penawaran yang dilakukan oleh pihak yang meminta diperjanjikan hak kepada mitranya agar melakukan prestasi kepada pihak ketiga. Dalam pasal 1318 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan bahwa : “Jika seorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap bahwa hal itu adalah untuk ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian, bahwa tidak sedemikianlah maksudnya.” Dari pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang membuat perjanjian, maka orang tersebut dianggap mengadakan perjanjian bagi ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. Beralihnya hak kepada ahli waris tersebut adalah akibat peralihan dengan alas hak umum yang terjadi pada ahli warisnya. Prestasi adalah objek voorwerp dari perjanjian. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum sama sekali tidak mempunyai apa-apa bagi hukum perjanjian. Dengan demikian, agar perjanjian itu memenuhi kekuatan hukum yang sah, bernilai, dan mempunyai kekuatan yang mengikat, prestasi yang menjadi objek perjanjian harus tetentu dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kepentingan dan nilai-nilai kesusilaan.

B. Unsur-Unsur Perjanjian