2. Beberapa Pendapat Mengenai Pengertian Jaminan Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa Romawi, yakni credere yang artinya percaya
118
, bila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditor percaya meminjamkan uang kepada nasabah atau debitur, karena
debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.
119
Dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan pembayaran, karena pengembalian atas penerimaan uang dan atau suatu
barang tidak
dilakukan bersamaan
pada saat
menerimanya, melainkan
pengembaliannya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang. Beberapa pakar juga mengemukakan mengenai pendapatnya mengenai
definisi kredit, yakni H.M.A Savelberg menyatakan bahwa kredit merupakan dasar setiap perikatan verbintenis dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang
lain sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu dari orang lain sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan
untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.
120
Mr. J.A. Levy merumuskan arti hukum dari kredit, yakni menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk
dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit, penerima kredit berhak
118
Lihat Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1978, hlm. 19. Lihat juga Sidharta P. Soerjadi, Segi-Segi Hukum Perkreditan di Indonesia, Kertas Kerja dalam
Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perkreditan, BPHN dan Bina Cipta, 1987, hlm.11.
119
Ibid, Sidharta P. Soerjadi, hlm. 11
120
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm.24
Universitas Sumatera Utara
mempergunakan pinjaman
itu untuk
keuntungannya dengan
kewajiban mengembalikan jumlah uang pinjaman itu di belakang hari.
121
Adapun Muchdarsyah Sinungan memberikan pengertian kredit, yakni suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan
dikembalikan lagi pada waktu tertentu disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga.
122
Secara yuridis formal, ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah ditegaskan pengertian kredit, yakni penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Adapun persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain debitur dengan syarat-syarat dan kewajiban tertentu yang harus dipenuhi
disebut perjanjian kredit.
123
Pengertian jaminan menurut Mariam Darus Badrulzaman adalah suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada
kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.
124
Adapun Suyanto, ahli hukum perbankan mendefinisikan jaminan adalah penyerahan kekayaan atau
121
Mgs. Edy Putra Tje’Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1986, hlm.1
122
Ibid, hlm.2
123
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 hlm.20
124
Mariam Darus Badrulzaman, Ibid, 2000, hlm.12
Universitas Sumatera Utara
pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang.
125
Disisi lain, Hartono Hadisaputro berpendapat bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa kreditor akan
memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.
126
Didalam praktik perbankan masalah jaminan ini sangat penting artinya, terutama yang berhubungan dengan kredit yang dilepas kepada nasabahnya. Dalam
kentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk
melunasi utangnya atau mengambalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Selanjutnya Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 menyatakan bahwa untuk memperoleh keyakinan, sebelum memberikan kredit, Bank harus
melakukan penilaian analisis terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Dari Pasal 8 Undang-Undang Perbankan dapat
disimpulkan bahwa agunan itu hanya merupakan salah satu unsur dari jaminan kredit. Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa kredit itu merupakan perjanjian pinjam
meminjam uang antara bank sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitur.
125
Thomas Suyanto, Dasar-Dasar Perkreditan I, Gramedia, Jakarta, 1998, hlm.70
126
Hartono Hadisaputro, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hlm.50
Universitas Sumatera Utara
Dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit percaya terhadap nasabah dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan dibayar lunas.
Tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan kembali menurut Edy Putra Tje’Aman, merupakan suatu hal yang abstrak yang sukar diraba, karena masa antara
pemberian dan penerimaan prestasi tersebut dapat berjalan dalam beberapa bulan, tetapi dapat pula berjalan beberapa tahun.
127
Memang dapat terjadi demikian, karena dalam praktik banyak terjadi nasabah tidak menepati waktu yang diperjanjikan dalam mengembalikan pinjamannya dengan
berbagai alasan. Oleh karena itu, dalam rumusan pengertian kredit ditegaskan mengenai kewajiban nasabah untuk melunasi utangnya sesuai dengan jangka
waktunya disertai dengan kewajibannya yang lain yaitu dapat berupa bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank kreditor mengandung resiko, sehingga dalam pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat dan berdasarkan prinsip kehati-
hatian serta penilaian seksama pada berbagai aspek.
3. Karakteristik Jaminan Kredit