Pengertian Akhlak Penanaman Nillai-nilai Kejujuran dan Kedisiplinan melalui Pendidikan

32 d. Akhlak bernegara Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama mereka. e. Akhlak beragama Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan. Namun akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika dibatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Pembinaan akhlak adalah suatu usaha untuk membina. Membina adalah memelihara dan mendidik, dapat diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Anak didik adalah anak yang masih dalam proses perkembangan menuju kearah kedewasaan. Hal ini berarti bahwa anak harus berkembang menjadi manusia yang dapat hidup dan menyesuaikan dari dalam masyarakat, yang penuh dengan aturan-aturan dan norma-norma kesusilaan. Oleh karena itu perlulah anak di didik, dipimpin kearah yang dapat dan sanggup hidup menuruti aturan-aturan dan norma-norma kesusilaan. Jadi maksud dari tujuan pendidikan akhlak atau kesusilaan adalah memimpin anak setia serta mengerjakan segala sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan sendiri dalam segala hal dan setiap waktu. 33 Pada masa sekarang ini demoralisasi telah merajalela dalam kehidupan masyarakat, maka dari itu diperlukan usaha-usaha pendidikan dalam mengupayakan pembinaan akhlak terutama pada masa remaja, karena pada masa pubertas dan usia baligh anak mengalami kekosongan jiwa yang merupakan gejala kegoncangan pikiran, keragu-raguan, keyakinan agama, atau kehilangan agama. Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaimana dijelaskan oleh Adams Gullotta 1983, “agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan biasa memberikan penjelaan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya ”. 36

5. Macam-macam Akhlak

1. Akhlak Al-Karimah

Akhlak al-karimah atau akhlak yang mulia amat banyak jumlahnya, manun dilihat dari segi hubungannya manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dapat dibagi kepada empat bagian: a. Akhlak terhadap Allah b. Akhlak terhadap diri sendiri c. Akhlak terhadap sesama manusia d. Akhlak terhadap lingkungan Dikemukakan oleh Muh. Ardani dalam buku akhlak tasawuf nilai-nilai akhlakbudi pekerti dalam ibadat dan tasawuf, bahwa akhlak mulia amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, Akhlak kepada Allah SWT dapat diartikan juga sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Dan sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT. dan keempat akhlak mulia ini dapat dikemukakan sebagai berikut: 36 . Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, h. 208 34 a. Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikatNya. Banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak baik terhadap Allah. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1 Karena Allah telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaannya. Sebagai yang diciptakan sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang menciptakannya 2 Karena Allah telah memberikan perlengkapan pancaindera hati nurani dan naluri kepada manusia. 3 Karena Allah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan yang terdapat dibumi. 4 Karena Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan mengguasai daratan lautan dan alam semesta. Akhlak terhadap Allah merupakan cerminan hubungan baik antara manusia dengan Tuhannnya, Sudah sepantasnya dan sewajarnya manusia berakhlak baik kepada Allah, karena akhlak kepada Allah termasuk melaksanakan perintahNya, berzikir dan selalu ingat Allah dalam berbagai situasai dan kondisi, baik dengan ucapan maupun dengan hati, doa merupakan inti sekaligus pengakuan akan kemaha kuasaan Allah terhadap sesuatu, dan alangkah tidak wajarnya jika manusia durhaka kepadaNya. b. Akhlak terhadap diri sendiri Manusia diciptakan oleh Allah SWT. Dengan segala kelengkapan jasmani dan rohani. Berakhlak yang baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan Allah yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya. Untuk menjalankan perintah Allah dan Nabi Muhammad SAW. Maka setiap umat islam harus berakhlak dan bersikap sebagai berikut: 35 1 Hindari minuman beracunkeras, setiap muslim wajib menjaga dirinya dari hal-hal yang merusak jiwanya. 2 Hindarkan perbuatan yang tidak baik, pribadi seorang muslim harus tercermin sikap baikny dalam kehidupan sehari-hari. 3 Memelihara kesucian jiwa, penyucian dan pembersihan diri dilakukan secara terus menerus dalam amal shaleh. 4 Pemaaf dan pemohon maaf, menjadi umat yang pemaaf biasanya mudah, tetapi untuk meminta maaf sangat sukar dilakukan. 5 Sikap sederhana dan jujur, umat islam harus bersikap berakhlak dan terpuji. 6 Hindari perbuatan tercela, umat islam harus menghindari perbuatan tercela karena akan merusak akhlak yang baik. c. Akhlak sesama manusia, manusia adalah sebagai makhluk sosial secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, oleh karena itu perlu menciptakan suasana yang baik, dan islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, tetangga, caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan, menghargainya dan saling berakhlak yang baik. d. Akhlak terhadap lingkungan, yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan,agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang,atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia 36 bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri. “binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah umat Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik. Tidak boleh diperlakukan secara aniaya.Jangankan dalam masa damai, dalam saat peperangan pun terdapat petunjuk Al-Quran yang melarang melakukan penganiayaan. Jangankan terhadap manusia dan binatang, bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali kalau terpaksa, tetapi itu pun harus seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan tujuan-tujuan penciptaan dan demi kemaslahatanterbesar.Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma atau kamu biarkan tumbuh, berdiri di atas pokoknya, maka itu semua adalah atas izin Allah.

2. Akhlak Al-Mazmumah

Akhlak Mazmumah, ialah tingkah laku yang jahat atau tercela, menurut Imam Al- Ghazali dengan perkataan “muhliksat” yang berarti segala sesuatu yang membinakan atau mencelakakan.secara umum adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik, namun ajaran islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya. Berdasarkan petunjuk ajaran islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, diantaranya: 1 Berbohong, ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai, tidak cocok dengan yang sebenarnya. 2 Takabursombong, ialah merasa atau mengaku diri besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. 37 3 Dengkihasad, ialah sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain. 4 Bakhilkikir, ialah orang yang sangat hemat dengan apa yang menjadi miliknya, tetapi hematnya demikian sangat dan sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk diberikan kepada orang lain. Sedangkan menurut al farabi, ia menjelaskan akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap orang. Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak sebagaimana tersebut di atas tidak bertentangan melainkan saling melengkapi, yaitu suatu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang tampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan. Al-jurjawiy mengemukakan bahwa akhlak itu hanya mencakup kondisi batiniah inner, bukan kondisi lahiriah. Misalnya, orang yang memiliki karakter pelit bisa juga ia banyak mengeluarkan uangnya untuk kepentingan riya, boros dan sombong. Sebaliknya, orang yang memiliki karakter dermawan bisa jadi ia menahan mengeluarkan uangnya demi kebaikan dan kemaslahatan. Sedangkan metode yang dipergunakan dalam pendakian akhlak terdapat 3 cara, yaitu: 1. Takhalli, yakni mengosongkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan maksiat lahir dan batin. 2. Tahalli, yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat mahmudah terpuji secara lahir dan batin. 3. Tajalli, yaitu merasa akan keagungan Allah SWT. Untuk mencapai metode tajalli, “maka seseorang dituntut melakukan musyarathah memperingati diri agar tidak berbuat maksiat, muqarabah mengawasi diri agar tidak berbuat maksiat, muhasabah menghitu ng dan introspeksi diri atas amal yang dibuat, mu‟aqabah menghukukm diri jika melakukan kesalahan, mujahadah bersungguh- sungguh lahir batin dalam ibadah, mu‟atabah menyesali diri atas berbuat hina dan tidak beramal saleh, syariah- Nya atau ketentuan yang tidak serius ”. 37 37 . Muhaimin, dkk. Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Kencana, 2007, h. 263- 269 38 Persoalan akhlak masa kini atau kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh manusia sekarang ini, tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan perilakunya; baik ia sebagai manusia yang beragama, maupun sebagai makhluk individual dan sosial. Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan manusia atas kemajuan yang dialaminya, ditandai dengan adanya kecenderungan menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidupnya adalah nilai materiil, sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa menghiraukan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya berfungsi untuk memelihara dan mengendalikan akhlak manusia. Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam; yaitu: 1. Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya, sehingga pelakunya disebut لهاجلا 2. Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi tidak bisa meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga pelakunya disebut لهاجلا لاضلا 3. Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik baginya sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggap baik. Maka pelakunya disebut قسافلا لاضلا لهاجلا 4. Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya, sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang melakukannya disebut ريرشلا قسافلا لاضلا لهاجلا 39 Menurut Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan ketiga masih bisa dididik menjadi baik, sedangkan tingkatan keempat, sama sekali tidak bisa dipulihkan kembali. Karena itu, agama islam membolehkan untuk memberikan hukuman mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab kalau dibiarkan hidup, besar kemungkinan akan melakukan lagi hal- hal yang mengorbankan orang banyak. Agama islam tidak melarang manusia meiliki kemajuan disegala bidang kehidupan, bahkan mewajibkannya, sebagai sarana untuk meningkatkan tarap hidupnya. “Hanya yang dilarang dalam agama, bila kemajuan itu, digunakan untuk menghancurkan aqidah Islamiyah, dan mendatangkan bencana kehidupan makhluk di bumi ini ”. 38 Akhlak atau sistem prilaku dapat dididikkanditeruskan melalui sekurang- kurangnya dua pendekatan: 1. Rangsangan-Jawaban stimulus-response atau yang disebut proses mengkondisikan sehingga terjadi automatisasi dan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Melalui latihan, Melalui tanya jawab, Melalui mencontoh. 2. Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut: melalui da’wah, melalui ceramah, melalui diskusi dan lain-lain. “Jadi akhlak yang baik itu Akhlakul Karimah ialah pola prilaku yang dilandaskan pada nilai- nilai Iman, Islam dan Ihsan”. 39 Akhlak dalam wujud pengamalannya dibedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak tercela. Jika ia sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak terpuji, sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak yang tercela. Akhlak yang terpuji ada empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak. Al-Ghazali dalam hubungan ini mengatakan:”...seperti demikian pula pada batiniah itu ada empat sendi. Tak boleh tidak, harus bagus semuanya, sehingga sempurnalah kebagusan akhlak. Apabila sendi yang empat itu 38 . Mahjuddin, Akhlak Tasawuf I, Jakarta: Kalam Mulia, 2009, h. 43-46 39 . Zakiah daradjat, Dasar-Dasar Agama Islam, Jakara: Bulan Bintang, 1996, h.255 40 lurus, betul dan sesuai, niscaya berhasillah kebagusan akhlak. Yaitu: kekuatan ilmu, kekuatan marah, kekuatan nafsu syahwat dan kekuatan keseimbangan di antara kekuatan yang tiga tersebut”. 40 Dari empat sendi akhlak yang terpuji itu, akan lahirlah perbuatan-perbuatan baik seperti: jujur, suka memberi kepada sesama, tawadhu, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, berani dalam kebenaran, menghormati orang lain, sabar, pemalu, pemurah, memelihara rahasia, qanaah, menjaga diri dari hal-hal yang haram, dan sebagainya. Di dalam agama islam, hal-hal yang terpuji ini betul-betul mendapat perhatian yang istimewa, sehingga dapat disimpulkan bahwa islam itu berisi akhlak tepuji saja, sebagaimana sabda Nabi SAW: Bahwasanya Allah telah menyelubungi Islam dengan budi-budi mulia dan dengan amal-amal yang baik. 41 Kebahagiaan yang abadi pun hanya akan dapat dicapai atau diraih dengan akhlak yang baik, keadaan akhlak ini adalah pangkal yang menentukan corak hidup manusia, dengannya manusia akan mengetahui yang baik dan yang buruk, dapat membedakan yang patut dan tak patut, yang hak dan yang bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun ia kuasa atau mampu untuk melakukannya. Namun akhlak yang tercela ada sendi-sendi yang patut diketahui, yang menjadi sumber timbulnya perbuatan-perbuatan yang tidak baik, sendi-sendi akhlak yang tercela tersebut merupakan kebalikan dari sendi-sendi akhlak yang terpuji, yaitu: keji dan bodoh, yaitu keadaan jiwa yang terlalu pintar atau tidak bisa menentukan yang benar diantara yang salah karena bodohnya. Berani tapi semberono, penakut, lemah, tidak bertenaga, yaitu: kekuatan amarah yang tidak bisa dikekang atau tidak pernah dilahirkan, sekalipun sesuai dengan yang dikehendaki 40 . Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, Jakarta: CV.Karya Mulia, 2005, h. 61 41 . Ibid., h. 63