1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah ada pengaruh pola hidup pola makan, olahraga dan merokok
terhadap penyakit stroke pada pasien yang dirawat inap di RSUZA Banda Aceh Tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh pola hidup pola makan, olahraga dan merokok terhadap penyakit stroke pada pasien yang dirawat inap di
RSUZA Banda Aceh Tahun 2009. 2. Untuk mengetahui variabel pola hidup yang paling dominan memengaruhi
terjadinya stroke.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh pola hidup pola makan, olahraga dan merokok terhadap penyakit stroke pada pasien yang dirawat inap di RSUZA Banda Aceh Tahun 2009.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi bagi Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam membuat kebijakan untuk menurunkan kejadian penyakit
stroke melalui upaya peningkatan pola hidup sehat. 2. Sebagai tambahan informasi bagi masyarakat untuk dapat menghindari
perilaku yang meningkatkan risiko penyakit stroke.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.2.
Stroke 2.1.1. Definisi
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun menyeluruh global yang berlangsung dengan cepat, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain daripada gangguan vaskular Junaidi, 2003; Aliah
dkk, 2007.
2.1.2. Epidemiologi
Kasus stroke di seluruh dunia diperkirakan mencapai 50 juta jiwa, dan 9 juta di antaranya menderita kecacatan berat. Yang lebih memprihatinkan lagi 10 persen di
antara mereka yang terserang stroke mengalami kematian Gemari online, 2009.
Di negara industri, penyakit stroke umumnya merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada kelompok usia lanjut setelah penyakit jantung dan kanker
Lumbantobing, 2003. Insiden stroke di Amerika Serikat ± 700.000 pertahunnya dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner dan
kanker. Perbandingan penderita stroke di Amerika Serikat antara pria dan wanita adalah 1,2 : 1 serta perbandingan stroke antara kulit hitam dan kulit putih yakni 1,8 :1
Caplan, 2000.
12
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia, stroke juga merupakan salah satu penyebab kematian terbesar. Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat tajam akhir-akhir ini, bahkan menurut
Yayasan Stroke Indonesia Yastroki saat ini Indonesia adalah negara dengan penderita stroke terbesar di Asia Ranakusumah dalam Kantor Berita Indonesia KBI
Gemari, 2002. Menurut Misbach dalam Gemari online 2009, penyakit stroke menduduki
urutan ketiga sebagai penyebab kematian di Indonesia. Hal ini tidak jauh berbeda dengan laporan kematian stroke yang ada di negara-negara maju. Penyebab terjadinya
stroke adalah karena pola hidup yang tidak teratur, serangan jantung terutama atrium fibrialasi, merokok, serta penyempitan pada pembuluh darah otak.
Berdasarkan laporan WHO, kasus stroke yang terjadi di Indonesia tahun 2002 telah menyebabkan kematian lebih dari 123.000 orang. Dan karena belum adanya
strategi penanganan yang baku, jumlah kematian akibat stroke ini diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya Lamsudin dalam Suyono, 2005.
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT Departemen Kesehatan tahun 2001, proporsi kematian akibat stroke meningkat dari 5,5 tahun 1986 menjadi
11,5 di tahun 2001 Yayasan Jantung Indonesia, 2006. Stroke merupakan salah satu penyakit penyebab kematian dan kecacatan yang
utama di Indonesia. Stroke paling banyak menyebabkan kecacatan pada kelompok usia diatas 45 tahun. Banyak penderitanya yang menjadi cacat dan tidak mampu lagi
mencari nafkah seperti sediakala, menjadi tergantung pada orang lain dan tidak jarang menjadi beban bagi keluarganya. Beban ini dapat berupa beban tenaga, beban
perasaan dan beban ekonomi Lumbantobing, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit Umum Dokter Zainoel Abidin RSUZA Banda Aceh mengenai 10 besar penyakit rawat inap tahun 2007 diperoleh
data bahwa penyakit serebrovaskular stroke menempati urutan ke enam 304 kasus. Sementara sebagai penyebab kematian, penyakit serebrovaskular menempati
urutan ketujuh dari ratio 10 besar penyakit penyebab kematian tahun 2007 di RSUZA RSUZA, 2007.
2.1.3. Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke, semuanya berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar
klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa
Misbach, 1999. Menurut Misbach 1999 dan Junaidi 2003, klasifikasi stroke antara lain;
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
a. Stroke Iskemik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena suplai darah ke
otak terhambat atau berhenti. Terdiri dari: Transient Ischemic Attack TIA, trombosis serebri, emboli serebri.
b. Stroke Hemoragik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena pecahnya
pembuluh darah di otak terdiri dari perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoid.
Universitas Sumatera Utara
2. Berdasarkan stadiumpertimbangan waktu :
a. Serangan iskemik sepintasTIA
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit RIND
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressive stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat. d.
Complete stroke Gejala klinis sudah menetap
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah :
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebrobasiler
Untuk penggunaan klinis yang lebih praktis lagi adalah klasifikasi dari New York Neurologicai Institute
, dimana stroke menurut mekanisme terjadinya dibagi dalam dua bagian besar, yaitu Caplan, 2000; Rowland, 2000:
1. Stroke Iskemik 85 yang berdasarkan penyebabnya terdiri dari :
a. Trombosis 75 – 80
b. Emboli 15 -20
c. Lain-lain 5 : vaskulitis, koagulopati, hipoperfusi.
Universitas Sumatera Utara
2. Stroke Hemoragik 10 – 15 yang terdiri dari :
a. Perdarahan Intraserebral PIS
b. Perdarahan subaraknoidal PSA
2.1.4. Patofisiologi Stroke
Patofisiologi stroke dapat dibedakan atas Aliah dkk, 2007: 1.
Patofisiologi stroke iskemik Stroke iskemik terjadi oleh karena adanya perubahan aliran darah di otak, dimana
terjadi penurunan aliran darah secara sigifikan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi aliran darah di otak, antara lain :
a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat aterosklerosis atau
tersumbat oleh trombus atau embolus. b. Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat dan hematokrit yang
meningkat menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistemik memegang peranan terhadap tekanan perfusi otak. d. Kelainan jantung : menyebabkan menurunnya curah jantung serta lepasnya
embolus yang menimbulkan iskemia otak. Sebagai akibat dari menurunnya aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka
akan terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti
dengan kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron Misbach, 1999.
Universitas Sumatera Utara
2. Patofisiologi stroke hemoragik
Gambaran patologik pada otak menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak diikuti pembentukan edema dalam jaringan otak
disekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontuinitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar termasuk pembuluh darah otak dan
menyempitkannya, sehingga terjadi pula iskemi pada jaringan yang dilayaninya. Gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi
pembuluh darah otak dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya Aliah dkk, 2007.
2.1.5. Gejala Klinis
Menurut Yatim 2000 dan Aliah dkk 2007, gejala klinis yang timbul akibat gangguan peredaran darah otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokalisasinya. Gejala klinis dari stroke dibedakan atas Aliah dkk, 2007:
1. Stroke iskemik
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri adalah timbulnya defisit neurologik secara mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun. Pada punksi lumbal, liquor serebrospinalis
jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan CT Scan dapat dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infarkiskemik dan edema.
Universitas Sumatera Utara
Pada stroke iskemik akibat emboli serebri, biasanya didapatkan pada usia yang lebih muda, gejala timbul mendadak dan pada waktu aktif. Bila embolus
cukup besar dapat mengakibatkan penurunan kesadaran. Pada punksi lumbal, liquor serebrospinalis
normal. Perdarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasiler. Gangguan pada sistim karotis menyebabkan Mangunsong dan Hadinoto, 1992:
a. Gangguan penglihatan, seperti : amaurosis fugax, hemianopsi homonim.
b. Gangguan bicara, seperti : disfasia, afasia
c. Gangguan motorik, seperti : hemiplegi, hemiparesis kontralateral.
d. Gangguan sensorik, seperti : hemihipestesia
Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan : a.
Gangguan penglihatan, seperti : pandangan kabur, buta. b.
Gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak. c.
Gangguan motorik, seperti: hemiparesis kontralateral. d.
Gangguan koordinasi. e.
Gangguan sensorik, seperti: hemianestesia kontralateral. f.
Gangguan kesadaran. g.
Kombinasi. 2.
Stroke hemoragik a. Stroke hemoragik dengan perdarahan intra serebral PIS
Gejala prodromal biasanya tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan timbul seringkali pada siang hari, sewaktu bekerja atau ketika sedang
Universitas Sumatera Utara
emosi. Gejala yang timbul biasanya berupa nyeri kepala yang hebat sekali disertai mual dan muntah, hemiparesishemiplegi. Kesadaran biasanya menurun
dan cepat masuk koma 65 terjadi kurang dari setengah jam, 23 terjadi antara setengah sampai 2 jam dan 12 terjadi setelah 2 jam.
b. Stroke hemoragik dengan perdarahan subaraknoidal PSA Gejala prodromal : nyeri kepala hebat 10, 90 tanpa keluhan sakit kepala.
Kesadaran sering terganggu serta dijumpai tanda rangsang meningeal. Gejala neurologik fokal bergantung pada lokasi lesi.
2.1.6. Diagnosis Stroke
Diagnostik stroke didasarkan atas hasil penemuan klinis, pemeriksaan tambahan dan laboratorium Aliah dkk, 2007. Diagnosa klinis dapat ditetapkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai
dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu Mangunsong dan Hadinoto 1992.
Pada stroke iskemik, dari anamnesa di dapat keluhan dan gejala neurologik mendadak, tanpa adanya trauma kepala serta adanya faktor risiko stroke. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai adanya defisit neurologik fokal, ditemukan penyakit sebagai faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan lain-lain. Pemeriksaan
tambahan berupa Computerized Tomography CT scan, Magnetic Resonance
Universitas Sumatera Utara
Imaging MRI, angiografi, dan pemeriksaan likuor serebrospinalis dapat membantu
membedakan infark dan perdarahan otak. Pemeriksaan laboratorium, Electrocardiografi dan lain-lain dapat digunakan untuk menemukan faktor risiko
Aliah dkk, 2007. Pada stroke hemoragik, diagnosa ditegakkan juga didasarkan atas gejala dan
tanda-tanda klinis serta hasil pemeriksaan tambahan, dimana hasil CT scan adalah paling terpercaya Aliah dkk, 2007.
2.1.7. Penatalaksanaan
Penderita yang baru saja mengalami stroke sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit agar dapat diberikan penanganan yang optimal. Dari penelitian diperoleh
kesimpulan bahwa semakin cepat pertolongan diberikan, semakin baik hasil yang dicapai Lumbantobing, 2003. Menurut Misbach 1999, prognosis penderita sangat
tergantung terutama kepada kecepatan pertolongan saat therapeutic window yang relatif sangat pendek ±3 jam. Oleh karena itu pertolongan terpadu dan rasional
secara cepat, tepat dan cermat akan menurunkan mortalitas dan morbiditas sehingga akan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Adapun tujuan terapi pada fase akut adalah Lumbantobing, 2003: 1. Mencegah agar stroke tidak berlanjut atau berulang
2. Melakukan upaya agar cacat dapat diatasi 3. Mencegah
terjadinya komplikasi
4. Mencari dan mengobati penyakit lain yang dapat memengaruhi perjalanan stroke
Universitas Sumatera Utara
5. Membantu pemulihan penderita, misalnya melalui obat-obatan, terapi fisik dan psikis
6. Mencegah terjadinya kematian Penatalaksanaan stroke terdiri dari Aliah dkk, 2007:
1. Penatalaksanaan stroke iskemik, dibedakan pada fase akut dan fase pasca akut
a. Pada fase akut, sasaran pengobatan adalah untuk menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan
harus menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup. Memantau jalan nafas, fungsi pernafasan dan sirkulasi serta penggunaan obat untuk memulihkan
aliran darah dan metabolisme otak yang menderita. Menurut Lumbantobing 2003, tujuan terapi medik pada stroke
iskemik adalah agar reaksi lanjutan yang terjadi setelah otak mengalami iskemi seperti edema sembab disebagian otak, perubahan vaskularisasi dan
perubahan neurotransmiter jangan sampai merugikan penderita. Diupayakan agar aliran darah didaerah yang iskemik dapat dipulihkan, demikian juga
metabolismenya. b. Pada fase pasca akut, sasaran pengobatan dititik beratkan pada tindakan
rehabilitasi penderita dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi serta pencegahan terulangnya stroke dengan jalan mengobati dan menghindari
faktor risiko stroke.
Universitas Sumatera Utara
2. Penatalaksanaan stroke hemoragik
Karena biasanya penderita berada dalam keadaan koma, maka pengobatan dibagi dalam pengobatan umum dan pengobatan spesifik Aliah dkk, 2007.
a. Pengobatan umum: Dengan memperhatikan jalan nafas dan pernafasan,
menjaga tekanan darah, mencegah terjadinya edema otak, memperhatikan balans cairan serta memperhatikan fungsi ginjal dan pencernaan.
b. Pengobatan spesifik: Dengan pengobatan kausal yaitu pengobatan terhadap
perdarahan di otak dengan tujuan hemostasis, misalnya dengan menggunakan asam traneksamat. Untuk stroke hemoragik dengan perdarahan subaraknoidal,
setelah lewat masa akut, dianjurkan angiografi untuk mencari lesi sumber perdarahan. Bila ditemukan maka bisa dilakukan operasi bedah saraf.
2.1.8. Faktor Risiko
Faktor risiko stroke adalah faktor yang dapat menyebabkan orang lebih rentan atau mudah mengalami stroke, baik iskemik maupun hemoragik. Pengenalan faktor-
faktor risiko ini penting, karena banyak pasien mempunyai faktor risiko lebih dari satu faktor atau bahkan kadang-kadang faktor risiko ini diabaikan Aliah dkk, 2007.
Pembagian faktor risiko stroke terdiri dari Caplan, 2000; Gilroy, 2000; Rowland, 2000; Junaidi, 2003; Aliah dan Widjaja, 2006:
1. Faktor risiko stroke yang tidak dapat di hindarkan atau tidak dapat diubah non
modifiable , yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Umur
Umur merupakan salah satu faktor risiko stroke terpenting. Pada studi Framingham menunjukkan bahwa insiden rates stroke pada 10.000 penduduk
kelompok usia 45-55 tahun 22, 55-64 tahun 32 dan 65-74 tahun sebanyak 83 Caplan, 2000. Terdapat pertambahan eksponensial pada insidensi
stroke dengan pertambahan usia, dimana stroke iskemik terbanyak timbul pada usia diatas 65 tahun Caplan, 2000; Rowland, 2000. Saat ini stroke juga
mulai mengancam usia-usia produktif dikarenakan perobahan pola hidup tidak sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat kolesterol,
merokok, minuman keras, kurangnya berolahraga dan stres Medicastore, 2007.
b. Jenis kelamin Beberapa penulis menyatakan bahwa insidensi stroke pada lelaki lebih tinggi
dari pada wanita. Namun usia harapan hidup rata-rata pada perempuan umumnya lebih panjang, sehingga didapati insidensi penderita stroke pada
usia lanjut lebih banyak pada wanita Caplan, 2000; Aliah dan Widjaja, 2006. c. Keturunan
Riwayat stroke pada salah seorang anggota keluarga lapis pertama merupakan faktor risiko stroke yang menentukan Aliah dan Widjaja, 2006.
d. Ras Di Amerika Serikat, berbagai laporan epidemiologi menunjukkan
adanya perbedaan yang berarti dalam hal angka stroke atas dasar ras, dimana
Universitas Sumatera Utara
orang-orang Afrika Amerika lebih banyak menderita stroke dibandingkan penduduk kulit putih Caplan, 2000; Rowland, 2000.
2. Faktor risiko stroke yang dapat dihindarkan atau diubah Modifiable
a. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko stroke yang utama, baik stroke iskemik maupun stroke hemoragik, dimana
kurang lebih 70 penderita stroke adalah pengidap hipertensi. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia menegaskan bahwa pengendalian
hipertensi merupakan salah satu upaya pencegahan stroke baik primer maupun sekunder Aliah dan Widjaja, 2006.
b. Penyakit Jantung
Faktor risiko major dari penyakit jantung antara lain : Fibrilasi Atrial AF, infark jantung atrial, stenosis mitral, trombus pada ventrikel kiri, katup
jantung prostetik, kardiomiopati, endokarditis infektif. Fibrilasi atrial menahun didapati pada 7-30 penderita stroke berusia lebih 60 tahun Aliah
dan Widjaja, 2006. c.
Diabetes Melitus DM DM dapat menyebabkan stroke iskemik karena terbentuknya plak
aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang disebabkan gangguan metabolisme glukosa sistemik Junaidi, 2003. Penyakit DM memberi risiko
Universitas Sumatera Utara
relatif bagi terjadinya stroke sebesar 1,5 - 3 kali, tergantung pada tipe dan beratnya diabetes Aliah dan Widjaja, 2006.
d. Dislipidemia
Kelainan lipid serum berupa peninggian kolesterol total, Low Density Lipoprotein
LDL, Trigliserida, dan penurunan High Density Lipoprotein HDL dianggap sebagai faktor yang amat penting dalam patofisiologi
aterosklerosis dan stroke Junaidi, 2003; Aliah dan Widjaja, 2006. Kadar kolesterol total 220 mgdl meningkatkan risiko stroke antara 1,31 – 2,9 kali
Junaidi, 2003. e. Merokok
Kebiasaan merokok menyebabkan kemungkinan untuk menderita stroke lebih besar, risiko meningkat sesuai dengan beratnya kebiasaan merokok Junaidi,
2003. e.
Minum alkohol Recent heavy alcohol consumption Konsumsi alkohol mempunyai efek ganda atas risiko stroke, yang
menguntungkan dan yang merugikan. Apabila minum sedikit alkohol kurang dari 40 ml perhari secara merata setiap hari akan mengurangi kejadian stroke iskemik
dengan jalan meningkatkan kadar HDL dalam darah. Tetapi bila minum banyak alkohol yaitu lebih dari 60 ml perhari akan menambah risiko stroke Junaidi,
2003. Terdapat bukti-bukti 14 studi dari tahun 1989-1997 bahwa alkohol adalah faktor risiko stroke, baik stroke iskemik maupun stroke hemoragik.
Universitas Sumatera Utara
Peminum alkohol berat adalah penyandang faktor risiko yang independen bagi semua jenis stroke Aliah dan Widjaja, 2006.
Universitas Sumatera Utara
g. Aktivitas fisikolahraga Melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobik jalan cepat,
bersepeda, berenang dan lain-lain secara teratur minimal 3 kali seminggu untuk dewasa, tiap kali 20-30 menit akan dapat menurunkan tekanan darah,
memperbaiki kontrol diabetes, memperbaiki kebiasaan makan dan menurunkan berat badan Kelompok Studi Serebrovaskuler, 2004.
h. Pola makan Pola makan dapat memengaruhi risiko stroke melalui efeknya pada tekanan
darah, kadar kolesterol serum, gula darah, berat badan dan sebagai prekursor aterosklerosis lainnya.
i. Stenosis Arteri Karotis Asimtomatik
Penyempitan arteri karotis adalah lazim dan meningkat menurut usia. Risiko mendapat stroke pertahun pada stenosis 75 adalah 1,3, untuk 75 adalah
3,3, sedangkan risiko stroke ipsilateral adalah sebesar 2,5 Aliah dan Widjaja, 2006.
j. Obesitas atau kegemukan
Obesitas atau kegemukan adalah ketidakseimbangan jumlah makanan yang masuk dibanding dengan pengeluaran energi oleh tubuh. Obesitas sering
dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam tubuh Yayasan Jantung Indonesia, 2008. Salah satu cara yang paling sering dipakai di klinik dan di lapangan
dalam menentukan obesitas adalah dengan mengukur Index Massa Tubuh
Universitas Sumatera Utara
IMT atau Body Mass Index BMI yaitu berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Dikatakan obesitas apabila IMT
30 kgm2 Sanif, 2007. IMT dianggap ideal bila hasilnya berkisar antara 18,5 – 25. Makin jauh menyimpang dari batas atas ideal 25, semakin
berisiko menderita kelainan dan berbagai penyakit akibat kegemukan, termasuk stroke Yatim, 2000.
Berdasarkan penelitian, orang-orang yang gemuk ternyata berisiko terserang stroke lebih besar dibanding mereka yang mempunyai ukuran tubuh
sedang-sedang saja. Hal ini disebabkan, karena mereka yang kegemukan cenderung bertekanan darah tinggi, yang merupakan pencetus terjadinya
stroke Gemari online, 2009. Menurut hasil penelitian Skandinavia Scandinavian study, bahwa
obesitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan faktor-faktor pembekuan darah, sebagaimana diketahui bahwa faktor pembekuan darah merupakan
faktor risiko untuk terjadinya stroke. Obesitas akan meningkatkan risiko stroke 20 dibanding mereka yang bukan obesitas Sanif, 2007.
k. Riwayat stroke dan TIA Riwayat stroke dan TIA adalah faktor risiko yang penting bagi stroke, makin
sering terjadi TIA, makin tinggi risiko untuk stroke. Adanya riwayat stroke lebih besar risikonya dari pada TIA untuk terjadinya stroke berikutnya Aliah
dan Wijdaja, 2006.
Universitas Sumatera Utara
l. Penyakit infeksi Infeksi yang melibatkan otak adalah faktor risiko stroke iskemik yang penting
termasuk TBC, cacingan, malaria, sifilis dan leptospirosis Junaidi dan Widjaja, 2006.
m. Kontrasepsi oral
Risiko stroke meningkat jika memakai obat oral kontrasepsi dengan dosis obstradial
≥50 ug. Umumnya risiko stroke terjadi jika pemakaian ini dikombinasi dengan adanya usia 35 tahun, perokok, hipertensi, diabetes dan
migrain Bethesda Stroke Center, 2007. n.
Stres Stres dapat mengakibatkan hati memproduksi radikal bebas lebih banyak.
Selain itu stress dapat menurunkan fungsi imunitas tubuh serta juga menyebabkan gangguan fungsi hormonal Aliah dan Widjaja, 2006.
Orang-orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko tersebut diatas termasuk stroke prone person yaitu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
mendapat serangan stroke daripada orang normal pada suatu saat selama perjalanan hidupnya bila tidak dikendalikan Yastroki, 2007.
2.2. Pola Hidup
Ditinjau dari faktor risiko stroke diatas, salah satu yang saat ini diduga sangat berpengaruh adalah pola hidup. Pola hidup sehat banyak berhubungan dengan
kesehatan jantung serta jaringan pembuluh darah termasuk stroke Yastroki, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Penyakit tidak menular PTM seperti penyakit kardiovaskuler, stroke, diabetes tipe II, penyakit paru obsruktif kronik dan kanker tertentu, dalam kesehatan
masyarakat sebenarnya dapat digolongkan sebagai satu kelompok Penyakit Tidak Menular utama yang mempunyai faktor risiko yang sama yaitu rokok, pola makan
yang tidak seimbang, kurang bergerak dan adanya kondisi lingkungan yang tidak kondusif terhadap kesehatan Argedireja dalam KBI Gemari 2003.
Dari hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional Susenas 2004, kerjasama Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan, Penelitian dan Pengembangan Litbang
tahun 2004 diperoleh hasil bahwa tiga faktor risiko utama yang saling terkait sebagai penyebab PTM seperti penyakit kardiovaskuler hipertensi, jantung koroner dan
stroke adalah kebiasaan merokok disamping kurang aktifitas fisik, makan tidak seimbang diet rendah seratkurang buah dan sayur, tinggi kalori lemak hewani dan
kegemukan Yayasan Jantung Indonesia, 2006. Menurut Misbach dalam Suyono 2005, berdasarkan hasil penelitian di
banyak negara menyatakan bahwa pencegahan serangan stroke dapat dilakukan oleh semua orang, terutama mereka yang mempunyai risiko stroke kalau secara dini
mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi dan dengan penuh disiplin mengikuti pola hidup sehat dengan tidak merokok, tidak minum minuman keras, tidak
mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi, dan mengikuti langkah- langkah hidup sehat sejahtera lainnya dengan olahraga secara teratur dan menghindari
pekerjaan-pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Guang 2002, dari sekian banyak dan macam-macam penyakit sekarang ini, sumbernya adalah pola hidup yang keliru. Jika kita menjalankan pola
hidup yang sehat, maka penyakit akan jauh dari kita. Pola hidup sehat meliputi makanan yang pantas, olahraga dengan takaran yang pas, tidak merokok dan kurangi
alkohol serta batin yang tenang. Keadaan rawan stroke di Indonesia terus meningkat. Kombinasi perubahan
fisik, lingkungan, kebiasaan dan gaya hidup menyebabkan risiko masyarakat terkena serangan stroke di Indonesia secara kumulatif bisa terasa meningkat menjadi 10
sampai 15 kali atau yang pasti jauh lebih besar dibandingkan masa-masa sebelumnya Yastroki, 2007.
Usia merupakan salah satu faktor risiko stroke, namun saat ini stroke mulai mengancam usia-usia produktif dikarenakan perubahan pola hidup tidak sehat seperti
banyak mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat kolesterol, merokok, minuman keras, kurangnya berolahraga dan stress Ranakusumah dalam Kantor Berita
Indonesia Gemari, 2002. Pada Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999,
dikemukakan upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan primer penyakit stroke, yaitu : memasyarakatkan pola hidup sehat bebas stroke dengan menghindari
merokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat- obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya, mengurangi kolesterol, lemak
dalam makanan, mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, serta menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara teratur
Lumbantobing, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Samino dalam KBI Gemari 2002, penyebab tingginya angka kejadian stroke di Indonesia akhir-akhir ini lebih disebabkan karena pola hidup
masyarakat yang tidak sehat, seperti malas bergerak, makanan berlemak dan kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara mereka mengidap penyakit yang menjadi
pemicu timbulnya serangan stroke. Salah satu penyakit pemicu timbulnya serangan stroke yang utama adalah
hipertensi yang merupakan masalah yang umum dijumpai pada pasien stroke, dan menetap setelah serangan stroke Bethesda Stroke Center, 2007. Berdasarkan studi
yang dilakukan oleh Framingham, seorang penderita hipertensi memiliki risiko terkena stroke 7 kali lebih tinggi dibanding orang normal Klinik sehat, 2008.
Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolik berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi. Untuk setiap kenaikan tekanan diastolik sebesar 7,5 mmHg maka risiko stroke
meningkat 2 kali lipat. Apabila hipertensi dapat dikendalikan dengan baik maka risiko stroke turun sebanyak 28–38 Bethesda Stroke Center, 2007.
Penelitian Lamassa dkk pada 4462 pasien stroke memperlihatkan bahwa hipertensi dijumpai pada 48,6 kasus. Penelitian di RS Bethesda pada 117 kasus
stroke diperoleh faktor risiko stroke terdiri dari hipertensi 70,8, hipertensi dan DM 12,4, hipertensi dan penyakit jantung 8,4, hipertensi dan dislipidemia
9,4 Bethesda Stroke Center, 2007. Pengendalian hipertensi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu
pengendalian gaya hidup lifestyle dan pemberian obat antihipertensi. Pengendalian gaya hidup meliputi a mempertahankan berat badan normal untuk dewasa
dengan perhitungan body mass index 20-25 kgm2, b mengurangi asupan garam,
Universitas Sumatera Utara
kurang dari 6 gram garam dapur atau kurang dari 2,4 gram Na+hari, c tidak minum alkohol, atau minum alkohol kurang dari 3 unithari bagi lakilaki dan kurang dari 2
unit bagi perempuan, d olahraga aerobik 30 menithari, jalan cepat lebih baik daripada angkat besi, e makan buah dan sayur, pilih yang segar dan f mengurangi
konsumsi lemak baik yang jenuh maupun yang tidak jenuh Bethesda Stroke Center, 2007.
Penyakit pemicu stroke lainnya adalah diabetes melitus DM. Menurut Langi dalam
Patologi 2009, individu yang mengalami diabetes mellitus mempunyai risiko serangan jantung dan stroke 2 kali lebih sering dibandingkan orang normal. Bahkan
menurut Ranakusumah yang dikutip Aceh Forum Community 2007, meski penyakit hipertensi termasuk penyakit yang memiliki peluang tinggi untuk mendapatkan
serangan stroke, namun secara umum penderita diabetes justru memiliki risiko tiga kali lebih besar mendapatkan serangan stroke daripada penderita hipertensi.
Penyakit Diabetes merupakan faktor risiko mayor untuk terkena stroke, di mana diabetes dapat menyebabkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah di otak
yang dapat menimbulkan kematian pada sel atau jaringan otak infark subkortikal. Penyakit DM dapat meningkatkan jumlah radikal bebas dalam darah yang kemudian
berdampak pada terjadinya stress oxidative. Stres tipe ini merupakan faktor risiko terjadinya pengerasan dan penebalan pembuluh darah. Pembuluh darah yang
mengeras dan menebal tersebut akan menghambat laju peredaran darah atau bahkan menyumbat aliran darah. Bila sumbatan itu terjadi pada pembuluh darah di otak maka
Universitas Sumatera Utara
berpotensi menyebabkan stroke Ranakusumah dalam Aceh Forum Community, 2007. Menurut Junaidi 2003, DM mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada
pembuluh darah besar maupun pembuluh darah kecil di seluruh tubuh termasuk pembuluh darah otak.
Penyakit jantung erat kaitannya dengan stroke karena memiliki penyebab yang sama yaitu hiperkolesterol. Hiperkolesterol menyebabkan terjadinya gangguan
pembuluh darah yang paling umum yaitu aterosklerosis yang dapat mengenai pembuluh arteri besar dan sedang, seperti pembuluh serebral, vetebral, koroner, renal,
aorta dan pembuluh di tungkai. Pada penderita jantung, risiko stroke akan meningkat. Demikian sebaliknya, penderita stroke memiliki risiko penyakit jantung yang
meningkat pula Kalim dalam Medicastore, 2007. Dari studi Framingham diperoleh bahwa peningkatan insidensi stroke 18 kali
pada fibrilasi atrial yang berhubungan dengan penyakit jantung katup rematik, dan pada fibrilasi atrial bukan katup risiko stroke meningkat hingga hampir 5 kali.
Dengan demikian, penyakit jantung adalah faktor risiko yang penting bagi stroke iskemik; sedangkan perannya sebagai faktor risiko pada stroke hemoragik masih
perlu pembuktian yang lebih pasti Aliah dan Widjaja, 2006. Seseorang yang mempunyai faktor keturunan penyakit jantung dan stroke
harus lebih berhati-hati dengan pola hidup yang dijalani. Walaupun pola hidup yang sudah tertanam bertahun tahun sangat sulit dan membutuhkan waktu untuk dirubah,
tetapi manfaat yang akan diperoleh adalah sangat besar. Semakin banyak faktor pemicu risiko dalam tubuh makin besar kemungkinan seseorang terkena jantung
Universitas Sumatera Utara
koroner dan stroke. Apabila seseorang memiliki tiga faktor misalnya perokok, kolesterol tinggi dan kurang berolahraga kemungkinan terkena serangan jantung 6
kali dibanding orang yang mempunyai satu faktor bahkan 10 kali dari mereka yang tanpa risiko Papuamania.com, 2003.
Pola makan tidak seimbang yang tinggi lemak tapi rendah serat dan karbohidrat akan menimbulkan akibat yang tidak baik bagi tubuh. Selain menimbun
lemak, makanan tersebut juga bisa mengganggu metabolisme dan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Jika kadar kolesterol tinggi dalam darah akan
mempercepat terjadinya penebalan pada dinding pembuluh darah dan akhirnya terjadi penyempitan dan suatu waktu terjadi penyumbatan Papuamania.com, 2003.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa jika konsumsi seorang anak tidak terkontrol sehingga menimbulkan obesitas, maka saat memasuki usia 30 – 40 tahun
kemungkinan besar anak tersebut akan menderita penyakit jantung koroner. Fakta lain dari hasil penelitian di Jepang menemukan bahwa dari sekitar 200 pria dan
wanita Jepang yang menjadi objek penelitian, mereka yang terbiasa mengkomsumsi sayuran lima sampai enam hari dalam seminggu, 58 lebih rendah risiko terserang
stroke dibanding mereka yang hanya mengkonsumsi satu sampai dua kali dalam seminggu Papuamania.com, 2003.
Pada studi Framingham pada pria usia setengah baya, diperoleh hasil hubungan terbalik antara asupan buah dan sayuran dengan risiko stroke Junaidi,
2003. Penelitian-penelitian epidemiologi juga menunjukkan bahwa negara yang masyarakatnya mengkonsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol, lebih jarang
Universitas Sumatera Utara
terserang penyakit jantung koroner dan penyumbatan darah dibandingkan dengan negara yang masyarakatnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol
Yatim, 2000. Menurut Kusmana dalam Papuamania.com 2003, aktivitas fisik terutama
aerobik meningkatkan aliran darah yang bersifat gelombang yang mendorong peningkatan produksi Nitrit Oksida NO serta merangsang pembentukan dan
pelepasan endothelial drive relaxing factor EDRF yang merelaksasi dan melebarkan pembuluh darah. Karena itu bergerak atau melakukan aktivitas fisik secara teratur
merupakan konsep awal upaya pencegahan penyakit kardiovaskuler dan stroke. Aktivitas apapun asal mampu meningkatkan denyut jantung antara 110 – 130 per
menit, berkeringat dan disertai peningkatan frekwensi pernapasan namun tidak sampai terengah-engah sudah cukup baik untuk mencegah penyakit jantung dan
stroke. Orang-orang yang banyak beraktivitas berisiko lebih rendah terkena penyakit jantung dibanding mereka yang kurang beraktivitas.
Pada studi prospektif terhadap 7735 pria Inggris yang berumur antara 40-59 tahun menunjukkan manfaat dari aktivitas fisik derajat sedang dapat menurunkan
risiko stroke secara bermakna Junaidi, 2003. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko sebesar 2 - 4 kali terkena
penyakit jantung koroner dibandingkan dengan bukan perokok. Dari hasil penelitian ditemukan 4.000 jenis bahan kimia, 40 diantaranya bersifat karsinogenik. Nikotin dan
Carbon Monoksida CO mempunyai efek meningkatkan kebutuhan oksigen juga mengganggu suplai oksigen ke otot jantung. Selain itu nikotin merangsang pelepasan
Universitas Sumatera Utara
adrenalin, meningkatkan frekwensi denyut jantung, tekanan darah serta menyebabkan gangguan irama jantung. CO menggantikan tempat oksigen di haemoglobin,
menganggu pelepasan oksigen dan mempercepat aterosklerosis. Kandungan bahan kimia dari asap rokok yang disebarkan ke udara side stream smoke mempunyai
kandungan bahan kimia yang lebih banyak dibandingkan dengan asap yang dihirup langsung oleh perokok mean stream smoke. Bahan kimia dalam side stream smoke
dapat bertahan beberapa jam lamanya dalam ruang setelah merokok Papuamania.com, 2003.
Perokok berat yang setiap hari menghabiskan 20 batang rokok atau lebih, akan meningkatkan potensi stroke sekitar 4,1 kali dibandingkan dengan mereka yang
tidak merokok. Sedangkan perokok sedang yang menghabiskan 10 batang rokok sehari memiliki potensi stroke sekitar 2,5 kali dari pada yang tidak merokok Gemari
online , 2009. Dasar patofisiologinya adalah rokok menaikkan kadar fibrinogen
darah, hematokrit dan menambah agregasi trombosit dan viskositas darah. Secara keseluruhan risiko relatif stroke pada perokok adalah 1,5 hingga 4 kali dibandingkan
dengan bukan perokok Aliah dan Widjaja, 2006.
2.3. Landasan Teori