Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia

lxv

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia

Pasar modal di Indonesia sudah dimulai sejak adanya zaman pemerintahan Belanda. Sedangkan perdagangan efek di Indonesia dimulai sejak tanggal 14 Desember 1912. Tujuan awalnya adalah untuk menghimpun dana guna kepentingan pengembangan sektor perkebunan di Indonesia. Investor yang berperan saat itu adalah orang-orang Hindi Belanda dan orang-orang Eropa lainnya, sedangkan efek-efek yang diperjualbelikan adalah saham dan obligasi milik perusahaan Belanda yang ada di Indonesia maupun yang diterbitkan oleh pemerintah Hindi Belanda. Perkembangan pasar modal ini cukup pesat, sehingga dibuka juga Bursa Efek Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 dan Bursa efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Terjadinya gelojak politik di Eropa pada awal tahun 1939 ikut mempengaruhi perdagangan efek yang ada di Indonesia. Akibatnya, pemerintah Belanda menutup Bursa efek di Surabaya dan Semarang, sehingga yang tersisa hanya Bursa Efek Jakarta. Namun, dengan terjadinya Perang Dunia kedua, Bursa Efek Jakarta pun lxvi ikut ditutup. Hal ini sekaligus menandai berakhirnya aktivitas pasar modal di Indonesia. Tujuh tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan tepatnya tahun 1952, Bursa Efek diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952. Undang-undang tersebut dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman yang dijabat oleh Lukman Wiradinata dan Menteri keuangan yang dijabat oleh Prof. DR. Sumitro Djojohadikusumo. Instrumen yang diperdagangkan adalah obligasi pemerintah RI 1950 dan saham yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Belanda. Setelah Indonesia merdeka ini dan mendapat pengakuan kedaulatan oleh dunia, khususnya pemerintah Belanda, pemerintah Republik Indonesia Serikat kembali mengawali kebangkitan pasar modal dengan penerbitan obligasi Pemerintah Republik Indoneisa. Hal ini ditegaskan lagi dengan adanya Undang-Undang Darurat tentang Bursa No. 13 tanggal 1 September 1951, yang kemudian diterapkan sebagai Undang-Undang No. 15 tahun 1952, sedangkan penyelenggaraan bursa saat itu diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek PPUE, dan sebagai penasehatnya adalah Bank Indonesia. Namun, inflasi dan resesi ekonomi pada tahun 1958 menghentikan kegiatan bursa efek. Bursa Efek semakin tidak aktif pada tahun 1956 ketika pemerintah meluncurkan program nasionalisasi perusahaan Belanda. Kebangkitan kembali pasar modal di Indonesia dimulai pada tahun 1977. Pada tanggal lxvii 10 Agustus 1977 bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. Bursa Efek Jakarta dijalankan di bawah BAPEPAM Badan Pelaksana Pasar Modal. Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali Pasar Modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. Dalam rangka mendorong kegiatan pasar modal, pemerintah memberikan fasilitas perpajakan kepada perusahaan-perusahaan yang go public dan kepada investor serta lembaga-lembaga penunjang yang terkait seperti broker dan dealer, tetapi hal ini tidak berlangsung lama. Peraturan perpajakan yang dikeluarkan pada tahun 1983 menyatakan bahwa fasilitas yang diberikan tersebut akan dihapus, kecuali untuk pajak penghasilan atas bungan deposito dan tabungan berjangka lainnya yang ditunda pemungutannya. Tentu saja hal ini mempengaruhi kegiatan bursa dan iklim investasi yang kian melesu. Melihat hal tersebut, pemerintah mengeluarkan paket-paket deregulasi, diantaranya paket Desember 1987 PAKDES 87 . Diantara paket tersebut ada hal penting yang berhubungan dengan pasar modal, yaitu dikenakannya pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya sebesar 15 final. Disamping itu, isi deregulasi lainnya yang penting adalah diperbolehkannya investor asing melakukan akses di pasar modal Indonesia. Dengan adanya paket ini, maka dapat kembali menarik minat investor, karen pengenaan pajak final atas tabungan akan lxviii berdampak pada pendapatan masyarakat. Keuntungan dari menabung tidak lagi memberikan keuntungan yang besar bagi masyarakat. Hal inilah yang mendorong masyarakat kembali tertarik melakukan investasi di pasar modal. Pada bulan Desember 1988 Pemerintah mengeluarkan paket Desember 88 PAKDES 88 yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. Bursa Efek Surabaya BES mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya pada tanggal 16 Juni 1989. Pada tanggal 13 Juli 1992 diberlakukannya swastanisasi bursa efek sebagai tanggapan atas dikeluarkannya Paket deregulasi Desember 1987 dan Desember 1988. Bursa Efek Jakarta berubah menjadi perusahaan swasta PT. BURSA Efek Jakarta. Pemilik saham perusahaan efek yang menjadi anggota bursa. Pada saat itu pula Bapepam yang mulanya sebagai Badan Pelaksana Pasar Modal berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tahun 1993 berdiri lembaga penunjang pasar modal, yaitu lembaga kliring dan penyelesaian, yaitu PT. Kustodian Depositori Efek Indonesia KDEI dan pada tahun 1994 berdiri PT. Pemeringkat Efek Indonesia pefindo. Seiring dengan perkembangan kegiatan pasar modal, kegiatan di bursa juga semakin ramai dan kompleks. Data yang ada di Bursa Efek Jakarta lxix diketahui bahwa jumlah saham yang tercatat semakin pesat, dari 24 saham ditahun 1988 menjadi lebih dari 200 saham. Dengan kenyataan tersebut, sistem perdagangan manual yang dilakukan sejak tahun 1877 oleh Bursa Efek Jakarta tidak lagi efisien. Akhirnya pada tahun 1995, tepatnya pada tanggal 22 Mei 1995 diterapkan satu sistem otomatis yang dapat memantau dengan segera pergerakan naik turunnya harga saham, serta informasi-informasi lain secara akurat dan cepat. Sistem ini dikenal dengan JATS Jakarta Automated Trading System atau sistem perdagangan efek. Sistem ini dapat memonitoring pialang dan investor dalam hal aktivitas perdagangan yang terjadi di Bursa. Disamping itu pelaksana order jual beli dapat berjalan lebih transparan dan adil. Tahun 2002 Bursa Efek Jakarta telah menerapkan perdagangan jarak jauh remote trading sebagai upaya meningkatkan akses pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan. Pada tanggal 3 Desember 2007, Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya resmi bergabung dan mengusung satu nama, yaitu Bursa Efek Indonesia. Persetujuan perubahan nama ini sudah didapat dari Depkum HAM sejak 27 November 2007. Walaupun sudah resmi menjadi Bursa Efek Indonesia, namun saham-saham yang single listing di Bursa Efek Surabaya belum akan dimasukkan ke dalam perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG sampai kondisi normal, hal ini dilakukan agar tidak mengganggu kinerja indek Bursa Efek Indonesia. Kondisi ini lxx kemungkinan akan berlangsung maksimal selama 2 tahun, terhitung sejak tanggal dibentuknya Bursa Efek Indonesia, yaitu 3 Desember 2007. Selama masa transisi tersebut, manajemen akan berkoordinasi untuk menyatukan kedua sistem Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Seluruh karyawan juga tampung semua, jumlahnya menjadi sekitar 375 karyawan yang terdiri dari eks karyawan BEJ dan 75 eks karyawan BES. Diharapkan dengan adanya penggabungan ini, maka akan membawa spirit baru dan integritas baru bagi pasar modal Indonesia, sehingga prospek ke depan menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan penggabungan yang dilakukan pada waktu yang tepat, yaitu di tengah membaiknya kinerja pasar modal Indonesia, sehingga diharapkan reputasinya akan lebih baik. Dalam rangka mengantisipasi perkembangan Pasar Modal Indonesia ke depannya dan untuk memberikan kemudahan dan efisiensi perdagangan di bursa, maka PT Bursa Efek Indonesia telah mengembangkan satu sistem baru dengan nama JATS-NextG Generation yang akan mampu menangani semua produk finansial saham, obligasi dan derivatif dalam satu platform. Dengan sistem baru tersebut penyebaran informasi perdagangan dan pengawasan terhadap semua produk yang diperdagangkan di Bursa dapat dilakukan secara terpadu. Kapasitas JATS- Next G dirancang mampu menampung 1.000.000 order dan 500.000 transaksi per hari, dibandingkan dengan sistem saat ini yang menampung 360.000 order dan 200.000 transaksi per hari. lxxi Penetapan ‘live’ JATS-NextG semula adalah tanggal 1 Desember 2008, namun karena BEI memandang perlu untuk melakukan pengujian yang lebih intens baik dari sisi BEI, Anggota Bursa maupun para pelanggan data feed, maka tanggal ‘live’ diubah menjadi tanggal 2 Maret 2009. Untuk kesiapan live JATS-NextG, BEI telah melakukan 14 kali mock trading , dari bulan September 2008 sampai Februari 2009, guna melakukan pengujian sistem secara terintegrasi bersama Anggota Bursa dan data vendor. Beberapa perubahan kebijakan terkait pengimplementasian sistem JATS-NextG diantaranya adalah 1 satu fasilitas booth di lantai perdagangan bagi tiap AB, dan fasilitas untuk implementasi Single ID. Pengimplementasian sistem JATS-NextG merupakan salah satu faktor pendukung Bursa Efek Indonesia dalam mencapai visinya untuk menjadi Bursa kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia.

2. Deskripsi Populasi Penelitian

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Cost To Income Ratio (CIR), Debt To Equity Ratio (DER), Size Bank, Return On Asset (ROA), Earnings Per Share (EPS), Dan Non Performing Loan (NPL) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 118 116

Pengaruh Debt to Asset Ratio, Current Ratio dan Cash Ratio terhadap Return on Asset pada Perusahaan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2011 - 2013

2 73 74

Pengaruh Return On Assets (Roa), Debt To Equity Ratio (Der) Dan Earning Per Share (Eps) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei) Tahun 2010-2013

8 121 96

Pengaruh Return on Equity, Debt to Equity Ratio dan Price Earnings Ratio Terhadap Price to Book Value Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

30 283 90

Pengaruh Return on Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Current Ratio (CR), dan Firm Size (FS) terhadap Peringkat Obligasi Perusahaan Nonkeuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 74 97

Analisisis Pengaruh Price Earning Ratio, Return on Equity dan Net Profit Margin Terhadap Harga Saham pada Industri Kimia dan Dasar yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 57 85

Pengaruh Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Return On Investment ( ROI), Debt to Equity Ratio ( DER), dan Book Value (BV) Per Share Terhadap Harga Saham Properti di Bursa Efek Indonesia

2 71 93

Pengaruh Debt to Total Assets Ratio, Quick Ratio, Net Profit Margin, dan Return On Invetment Debitur terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja pada PT. BNI (Persero) Tbk. Medan

7 109 84

Analisis pengaruh rasio likuiditas, profitabiltas, aktivitas, leverage, dan frim size terhadap return saham: studi kasus pada perusahaan yang terdaftar di LQ 45

1 5 70

Analisis Pengaruh Return On Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), Price to Book Value (PBV) dan Dividend Payout Ratio (DPR) terhadap Price Earning Ratio (PER) Sebagai Dasar Penilaian Saham Perusahaan yang Tergabung Dalam LQ 45 Di Bursa Efek Indonesia

0 15 112