Syarat-syarat Ekstradisi TINJAUAN UMUM TENTANG EKSTRADISI

Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 perjanjian ekstradisi dan perundang-undangan nasional negara-negara mengenai ekstradisi.

C. Syarat-syarat Ekstradisi

C.1. Masalah penahanan adalah sangat penting karena berkaitan dengan kebebasan bergerak yang merupakan hak asasi seseorang yang perlu mendapat perlindungan hukum. Karena itu penahanan seseorang yang diminta oleh negara lain untuk diekstradisikan tidak dilakukan dengan begitu saja, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Hal ini dapat kita temukan dalam bab III pasal-pasal 18, 19, 20, dan 21 mengenai syarat-syarat penahanan yang diajukan oleh negara peminta. Kemudian dalam Bab IV, pasal-pasal 22, 23, dan 24 dimuat pula syarat-syarat lain yang harus dipenuhi negara yang meminta penyerahan. Syarat-syarat Penahanan yang Diajukan Negara Peminta Menurut pasal 18, Kepala Kepolisian Indonesia dapat memerintahkan penahanan yang dimintakan oleh negara atas dasar yang mendesak, jika penahanan itu tidak bertentangan dengan hukum negara Republik Indonesia ayat 1. Dalam permintaan untuk penahanan itu, negara meminta harus menerangkan, bahwa dokumen sebagaimana disebutkan dalam pasal 22 sudah tersedia dan bahwa negara tersebut segera dalam waktu tersebut dalam pasal 21 akan menyampaikan permintaan ekstradisi ayat 2. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan alasan mendesak ialah misalnya, orang yang dicari itu dikhawatirkan akan melarikan diri. Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 Selanjutnya dalam pasal 19, ditentukan bahwa permintaan untuk penahanan disampaikan oleh pejabat yang berwenang dari negara peminta kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Interpol Indonesia atau melalui saluran diplomatik atau langsung dengan pos atau telegram ayat 1. Ayat 2 menentukan bahwa pengeluaran surat perintah untuk menangkap dan atau menahan orang yang bersangkutan dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, kecuali ditentukan lain seperti yang diatur dalam ayat 3. Dalam ayat 3 disebutkan, bahwa menyimpang dari ketentuan Hukum Acara Pidana Indonesia yang berlaku, maka terhadap mereka yang melakukan kejahatan yang dapat dilakukan penahanan. Perlu kiranya dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan Interpol Indonesia adalah Badan Kerjasama Kepolisian Internasional untuk Indonesia yang dibentuk dengan keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. 245PM1954, tanggal 5 Oktober 1954. sedang yang dimaksud dengan telegram khusus adalah telegram yang jelas diketahui identitas dari pengirim telegram. Kemudian pada pasal 20 ditentukan bahwa keputusan atas permintaan penahanan diberitahukan kepada negara peminta oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Interpol Indonesia atau saluran diplomatik atau langsung dengan pos atau telegram. Dalam hal terhadap orang yang bersangkutan dilakukan penahanan, maka orang tersebut dibebaskan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia jika dalam waktu yang dianggap cukup sejak tanggal penahanan, Presiden melalui Menteri Kehakiman Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia jika Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 dalam waktu yang dianggap cukup sejak tanggal penahanan, Presiden melalui Menteri Kehakiman Republik Indonesia tidak menerima permintaan ekstradisi beserta dokumen sebagaimana terdapat dalam pasal 22 dari negara-peminta. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 21. Adapun mengenai waktu yang dianggap cukup ditentukan dalam penjelasan bahwa hal itu akan ditentukan dalam perjanjian yang diadakan dengan suatu negara. Dalam perjanjian ekstradisi yang dibuat antara Pemerintah Republik Indonesia baik dengan Malaysia, Philippina maupun Thailand waktu tersebut ditentukan 20 hari. C.2. Tentang syarat-syarat yang dipenuhi dalam mengajukan permintaan ekstradisi, ditentukan dalam pasal 22, bahwa surat permintaan ekstradisi, harus diajukan secara tertulis melalui saluran diplomatik kepada Menteri Kehakiman Republik Indonesia untuk diteruskan kepada Presiden ayat 2. Selanjutnya dalam ayat 3 ditentukan, bahwa surat permintaan ekstradisi bagi orang yang dimintakan ekstradisinya untuk menjalankan pidana harus disertai : Permintaan Ekstradisi dan Syarat-syarat yang harus Dipenuhi Oleh Negara-Peminta a. Lembaran asli atau salinan otentik dari putusan pengadilan yang berupa pemidanaan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. b. Keterangan yang diperlakukan untuk menetapkan identitas dan kewarganegaraan orang yang dimintakan ekstradisinya. c. Lembaran asli atau salinan otentik dari surat perintah penahanan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari negara-peminta. Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 Surat-surat dan keterangan yang dimaksud dalam ayat 3 diatas adalah untuk kepentingan pemerintahan di pengadilan. Apabila ayat 3 mengatur tentang permintaan ekstradisi bagi orang yang dimintakan ekstradisinya untuk menjalani pidana, maka ayat 4 mengatur tentang surat permintaan ekstradisi bagi orang yang disangka melakukan kejahatan. Demikianlah ditentukan dalam ayat 4 bahwa surat permintaan ekstradisi harus disertai : a. Lembaran asli atau salinan otentik dari surat perintah penahanan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari negara-peminta; b. Uraian dari kejahatan yang diminta ekstradisinya, dengan menyebutkan waktu dan tempat kejahatan dilakukan dengan disertai bukti tertulis yang diperlukan; c. Teks ketentuan hukum dari negara peminta yang dilanggar atau jika hal demikian tidak mungkin, isi dari hukum yang diterapkan; d. Keterangan-keterangan saksi dibawah sumpah mengenai pengetahuannya tentang kejahatan yang dilakukan; e. Keterangan yang diperlukan untuk menetapkan identitas dan kewarganegaraan orang yang dimintakan ekstradisinya; f. Permohonan penyitaan barang-barang bukti, bila ada dan diperlukan. Adapun yang dimaksud dengan bukti tertulis dalam huruf b di atas adalah dokumen-dokumen yang erat hubungannya dengan kejahatan tersebut, misalnya surat hak miliki, atau apabila bukti-bukti tersebut berupa alat, benda atau senjata, cukup dengan foto-foto dari barang-barang tersebut, atau apa yang dinamakan ”Copie Collatione”. Hal ini mengingat bahwa pemeriksaan oleh pengadilan dalam hal ekstradisi ini hanya untuk menetapkan apakah orang-orang tersebut Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 berdasarkan bukti-bukti yang ada dapat diajukan ke pengadilan, dan bukan untuk memutuskan salah atau tidaknya orang tersebut. 23 Jika menurut pertimbangan Menteri Kehakiman Republik Indonesia surat yang diserahkan itu tidak memenuhi syarat pasal 23 atau syarat lain yang ditetapkan dalam perjanjian, maka kepada pejabat negara-peminta diberikan kesempatan untuk melengkapi surat-surat tersebut dalam jangka waktu yang dipandang cukup oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Dalam penjelasan 23 ditentukan bahwa kesempatan untuk melengkapi surat-surat tersebut yang diminta oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia diberikan dalam waktu yang dipandang cukup mengingat jarak dan luasnya negara yang minta ekstradisi. Maka untuk pembatasan waktu dapat ditentukan dalam perjanjian yang diadakan antara Republik Indonesia dengan negara yang meminta ekstradisi. Kemudian dalam pasal 24 ditentukan bahwa setelah syarat-syarat dan surat-surat dimaksud dalam pasal 22 dan 23 dipenuhi, Menteri Kehakiman Republik Indonesia mengirimkan surat permintaan ekstradisi beserta surat-surat lampirannya kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia untuk mengadakan pemeriksaan. Sebelum seseorang diekstradisikan kepada negara peminta, orang tersebut terlebih dulu diperiksa oleh Pengadilan Negeri. Dalam hal orang tersebut C.3. Pemeriksaan Terhadap Orang yang Dimintakan Ekstradisinya. 23 Lihat Penjelasan Pasal 22 ayat 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979. Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 melakukan kejahatan, serta kejahatan tersebut merupakan kejahatan yang pelakunya dapat dikenakan penahanan menurut Hukum Acara Pidana Indonesia dan ketentuan-ketentuan yang disebut dalam pasal 19 ayat 2, dan 3 dan diajukan permintaan penahanan oleh negara peminta, orang tersebut dikenakan penahanan. Ketentuan tersebut dimuat dalam pasal 25. Selanjutnya berdasarkan pasal 26, apabila yang melakukan penahanan tersebut Kepolisian Republik Indonesia, maka setelah menerima surat permintaan ekstradisi, Kepolisian Republik Indonesia mengadakan pemeriksaan tentang orang tersebut atas dasar keterangan atau bukti dari negara peminta ayat 1. Hasil pemeriksaan dicatat dalam Berita Acara dan segera diserahkan kepada Kejaksaan Indonesia setempat. Selambat-lambatnya 7 hari setelah menerima Berita Acara tersebut, Kejaksaan dengan mengemukakan alasannya secara tertulis, meminta kepada Pengadilan Negeri didaerah tempat ditahannya orang tersebut untuk memeriksa dan kemudian menetapkan dapat atau tidaknya orang tersebut diekstradisikan pasal 27. Kemudian dalam pasal 28 ditentukan bahwa perkara-perkara ekstradisi termasuk perkara-perkara yang didahulukan. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa perkara ekstradisi didahulukan mengingat bahwa pemeriksaan di Pengadilan tidak dilakukan seperti Pengadilan biasa. Selanjutnya pasal 29 menentukan bahwa kejaksaan menyampaikan surat panggilan kepada orang yang bersangkutan untuk menghadap Pengadilan pada hari sidang dan surat panggilan tersebut harus sudah diterima oleh orang yang Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 bersangkutan sekurang-kurangnya 3 hari sebelum sidang. Adapun penentuan minimum jangka waktu 3 hari dimaksudkan untuk mengadakan persiapan- persiapan sepenuhnya. Menurut pasal 30, pada hari sidang orang yang bersangkutan harus menghadap ke muka Pengadilan Negeri. Pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri dilakukan dalam sidang terbuka, kecuali apabila Ketua Sidang menganggap perlu dilakukan sidang tertutup pasal 31 ayat 1. Jaksa menghadiri sidang dan memberikan pendapatnya pasal 31 ayat 2. Dalam sidang tersebut Pengadilan Negeri memeriksa apakah : a. Identitas dan kewarganegaraan orang yang dimintakan ekstradisi itu sesuai dengan keterangan dan bukti-bukti yang diajukan oleh negara-peminta; b. Kejahatan yang dimaksud merupakan kejahatan yang dapat diekstradisikan menurut pasal 4 dan bukan merupakan kejahatan politik atau kejahatan militer; c. Hak penuntutan atau hak melaksanakan putusan Pengadilan sudah atau belum kedaluwarsa; d. Terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan telah atau belum dijatuhkan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti; e. Kejahatan tersebut diancam dengan pidana mati di negara-peminta sedangkan di Indonesia tidak; f. Orang tersebut diperiksa di Indonesia atas kejahatan yang sama. Ketentuan tersebut diatas dimuat dalam pasal 32 dan berdasarkan penjelasannya ketentuan tersebut a, b,c,d, e dan f adalah untuk melindungi hak asasi manusia dalam masalah ekstradisi. Dan yang dimaksud dengan kejahatan Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 militer dalam pasal tersebut adalah kejahatan menurut hukum pidana tentara KUHPT tetapi bukan kejahatan yang diatur didalam Kitab Undang-undang Huku m Pidana Umum KUHP. Selanjutnya dalam pasal 33 ditentukan bahwa dari hasil pemeriksaan tersebut pada pasal 32 pengadilan menetapkan dapat atau tidaknya orang tersebut diekstradisikan ayat 1. Penetapan tersebut disertai surat-suratnya yang berhubungan dengan perkara itu segera diserahkan kepada Menteri Kehakiman untuk dipakai sebagai bahan pertimbangan penyelesaian lebih lanjut ayat 2. Penetapan yang dimaksud disini adalah merupakan bentuk dari apa yang dinyatakan oleh pengadilan, sedang isinya adalah berupa pernyataan dan atau pendapat. Yang dimaksud dengan perkara dalam pasal ini adalah masalah- masalah yang berhubungan dengan permintaan ekstradisi. Demikianlah penjelasan pasal tersebut. Seseorang yang ditahan dalam rangka pemeriksaan untuk ekstradisi akan dikeluarkan dari tahanan apabila ada perintah dari pengadilan, atau penahanan itu sudah berlangsung selama tiga puluh hari, atau permintaan ekstradisi ditolak oleh Presiden. Sebaliknya jangka waktu penahanan tersebut dapat diperpanjang dengan tigapuluh hari. C.4. Pencabutan dan Perpanjangan Penahanan Untuk jelasnya, akan kita perhatikan di dalam Bab VI pasal 34 dan 35 yang mengatur tentang pencabutan dan perpanjangan penahanan. Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 Menurut pasal 34, penahanan yang diperintahkan berdasarkan pasal 25 dicabut, jika : a. Diperintahkan oleh pengadilan; b. Sudah berjalan selama tiga puluh hari kecuali jika diperpanjang oleh pengadilan atas permintaan jaksa; c. Permintaan ekstradisi ditolak oleh Presiden; Selanjutnya ditentukan dalam pasal 35 bahwa jangka waktu penahanan yang dimaksud dalam pasal 34 huruf b setiap kali dapat diperpanjang dengan tiga puluh hari ayat 1. Kemudian dalam ayat 2 ditentukan bahwa perpanjangan hanya dapat dilakukan dalam hal : a. Belum adanya penetapan pengadilan mengenai permintaan ekstradisi; b. Diperlukan keterangan dari Menteri Kehakiman seperti dimaksud dalam pasal 36 ayat 3; c. Ekstradisi diminta pula oleh negara lain dan Presiden belum memberi keputusannya; d. Permintaan ekstradisi sudah dikabulkan, tetapi belum dapat dilaksanakan. Demikianlah ketentuan mengenai pencabutan dan perpanjangan penahanan yang terdapat dalam Bab VI pasal 34 dan 35.

D. Beberapa Asas Ekstradisi