Sejarah dan Perkembangan Ekstradisi

Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 menjadi yurisdiksi Negara peminta. Atau dia melarikan diri kenegara diminta setelah dijatuhi hukuman yang telah mempunyai kekuatan mengikat yang pasti. Untuk dapat mengadili atau menghukum orang yang bersangkutan negara atau negara-negara yang berkepentingan, lalu mengajukan permintaan penyerahan atas diri orang tersebut kepada negara diminta. Jadi permintaan penyerahan atau penyerahan itu sendiri bertujuan untuk mengadili atau menghukum si pelaku kejahatan itu, sebagai realisasi dari kerjasama antara negara-negara tersebut dalam menanggulangi dan memberantas kejahatan.

B. Sejarah dan Perkembangan Ekstradisi

Para penulis sejarah hukum internasional mengemukakan bahwa sebuah perjanjian tertua yang isinya juga mengenai masalah penyerahan penjahat- penjahat pelarian adalah perjanjian perdamaian antara Raja Rameses II dari Mesir dengan Hattusili II dari Kheta yang dibuat pada tahun 1279 SM. Kedua pihak menyatakan saling berjanji akan menyerahkan pelaku kejahatan yang melarikan diri atau yang dikemukakan di dalam wilayah pihak lain. 22 22 Arthur Nussbaum, A Concise History of the Law of Nations, Disadur kembali oleh I Wayan Parthiana, SH, MH., Ekstardisi Dalam Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Indonesia, op.cit, hal 3. Tetapi perjanjian semacam ini tentulah tidak merupakan perjanjian ekstradisi yang berdiri sendiri seperti halnya yang kita kenal sekarang ini. Melainkan soal ekstradisi ini hanyalah merupakan salah satu bagian kecil saja dari keseluruhan materi perjanjian, yaitu merupakan perjanjian perdamaian untuk mengakhiri peperangan. Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 Namun demikian, praktek negara-negara dalam melakukan penyerahan penjahat pelarian, tidaklah semata-mata bergantung pada adanya perjanjian tersebut, kemungkinan besar jauh sebelumnya terdapat negara-negara yang saling menyerahkan penjahat pelarian meskipun kedua pihak belum membuat perjanjiannya. Walaupun bukti-bukti untuk menguatkan dugaan ini masih belum dapat ditunjukkan. Hal ini didasarkan atas hubungan baik dan bersahabat antara dua negara. Apabila hubungan kedua negara yang semula bersahabat berubah menjadi permusuhan, maka kerjasama saling menyerahkan penjahat pelarian, bisa berubah menjadi saling melindungi penjahat pelarian, demikian pula sebaliknya. Praktek-praktek penyerahan penjahat pelarian tersebut belum didasarkan atas keinginan untuk bekerja sama dalam mencegah dan memberantas kejahatan, mengingat kehidupan masyarakat pada jaman kuno yang sangat sederhana. Mulai abad ke-17 sampai abad ke-20 hubungan dan pergaulan internasional mulai mencari dan menemukan bentuknya yang baru, negara-negara dalam membuat perjanjian-perjanjian, sudah mulai mengadakan pengkhususan mengenai bidang-bidang tertentu termasuk juga bidang ekstradisi sehingga tidak lagi menjadi bagian dari masalah-masalah lain yang lebih luas ruang lingkupnya. Kemajuan-kemajuan dalam bidang pengetahuan dan teknologi serta berkembangnya pemikiran-pemikiran baru dalam bidang politik, ketatanegaraan dan kemanusiaan, turut pula memberikan warna tersendiri pada ekstradisi ini. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada satu sisinya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusian, pada sisi lain menimbulkan berbagai efek negatif, seperti timbulnya kejahatan baru dengan akibat yang cukup besar dan luas. Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 Tindakan kejahatan serta akibat-akibatnya tidak hanya menjadi urusan para korban dan kelompok masyarakat, tetapi sering melibatkan negara-negara sehingga untuk pencegahan dan pemberantasannya diperlukan kerjasama antara negara. Misalnya dengan menangkap si pelaku kejahatan yang melarikan diri dan menyerahkannya kepada negara yang mempunyai yurisdiksi untuk mengadili dan menghukumnya atas permintaan dari negara tersebut. Pemikiran-pemikiran baru dalam bidang ketatanegaraan, politik dan kemanusiaan inilah yang mendorong semakin diakui dan dikukuhkannya kedudukan individu sebagai subjek hukum dengan segala hak dan kewajibannya. Negara-negara di dalam membuat dan merumuskan perjanjian-perjanjian ekstradisi disamping memperhatikan aspek-aspek pemberantasan kejahatannya juga memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan dimana individu-individu pelaku kejahatan tetap diberikan atau diakui hak-hak dan kewajibannya. Demikian pada akhirnya, perjanjian-perjanjian ekstradisi dalam isi dan bentuknya yang modern dewasa ini, memberikan jaminan keseimbangan antara tujuan memberantas kejahatan dan perlindungan maupun penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip-prinsip tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik adalah sebagai konsekuensi dari pengakuan hak-hak asasi untuk menganut keyakinan politik atau hak politik seseorang untuk pertama kalinya dicantumkan dalam perjanjian ekstradisi antara Perancis dan Belgia pada tahun 1824. Sebagai subjek hukum dengan segala hak dan kewajibannya. Abad 19 dan 20 adalah merupakan masa stabil dan kokohnya ekstradisi, yang dapat dibuktikan dengan banyaknya terdapat Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 perjanjian ekstradisi dan perundang-undangan nasional negara-negara mengenai ekstradisi.

C. Syarat-syarat Ekstradisi