Penyerahan Orang yang Diekstradisi Berdasarkan Kesediaan Secara Timbal-Balik

Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 pada suatu waktu berada di wilayah negara-peminta makanegara tersebut dapat sepenuhnya menerapkan hukum pidana nasionalnya terhadap orang tersebut, antara lain, dengan mengadili sendiri orang yang bersangkutan atas kejahatannya yang semula dijadikan dasar untuk meminta penyerahannya kepada negara- diminta. 29 Telah dikemukakan bahwa terdapat kesulitan untuk meminta penyerahan apabila belum ada perjanjian ekstradisi dengan negara-diminta. Lebih-lebih jika undang-undang ekstradisi negara-diminta secara tegas melarang penyerahan orang yang diminta apabila sebelumnya tidak ada perjanjian ekstradisi dengan negara- diminta. Sedangkan jumlah orang atau pelaku kejahatan yang melarikan diri kedalam wilayah suatu negara atau timbulnya kejahatan-kejahatan yang menjadi yurisdiksi lebih dari satu negara, semakin lama semakin bertambah banyak Dalam pergaulan internasional maupun nasional, dimana tersangkut kepentingan umum atau negara pada satu pihak dan kepentingan individu pada pihak lain, masalahnya adalah mencari keseimbangan antara keduanya. Seperti dalam masalah diatas, pokok persoalannya adalah bagaimana mencegah dan memberantas kejahatan dengan segala akibatnya demi ketentraman dan ketertiban umat manusia.

D. Penyerahan Orang yang Diekstradisi Berdasarkan Kesediaan Secara Timbal-Balik

29 I Wayan Parthiana, SH, MH., Hukum Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung, 2006, hal 137. Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 jumlahnya. Di lain pihak, usaha untuk mengadakan perjanjian ekstradisi memakan waktu yang cukup lama. Untuk mengatasi hal ini, dapat ditempuh suatu cara yaitu kedua pihak menyatakan kesediaan secara timbal-balik untuk saling menyerahkan pelaku kejahatan yang melarikan diri kedalam wilayah masing-masing pihak. Kesediaan ini yang sudah tentu harus didahului dengan permintaan penyerahan, banyak dilakukan oleh negara-negara, terutama jika undang-undang ekstradisinya tidak melarang. Hal ini juga dapat dilakukan misalnya sebelum terjadi kasus nyata dalam masalah ekstradisi, jadi lebih bersifat preventif, sementara masih menunggu selesainya perjanjian ekstradisi antara para pihak. Atau bisa juga dilakuakn karena terjadi kasus konkret yang sedang dihadapi kedua pihak, jadi lebih bersifat represif. Kesediaan secara timbal-balik baik yang bersifat preventif maupun represif dapat dikatakan sebagai langkah ynag permulaan atau titik awal dalam menuju kearah perumusan sebuah perjanjian ekstradisi antara pihak-pihak yang bersangkutan. Undang-undang Ekstradisi Nasional Indonesia tahun 1979, disamping menegaskan bahwa ekstradisi hanya dapat dilakuakan berdasarkan suatu perjanjian ekstradisi pasal 2 ayat 1, juga menyatakan kesediaan secara timbal- balik untuk menyerahkan pelaku kejahatan, seperti ditegaskan dalam pasal 2 ayat 2 yang berbunyi : ”Dalam hal belum ada perjanjian tersebut dalam ayat 1, maka ekstradisi dapat dilakukan atas dasr hubungan baik dan jika kepentingan negara Republik Indonesia mengkehendaki.” Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 Misalnya, Indonesia dan India samapi sekarang belum terikat dalam perjanjian ekstradisi. Berdasarkan atas hubungan baik antara kedua negara, dapat saja saling mengekstradisikan pelaku kejahatan yang diminta penyerahannya oleh salah satu pihak. Sedangkan mengenai segala persyaratan dan prosedur penyerahannya berlakulah ketentuan-ketentuan dalan perundang-undangan nasional pihak-pihak tersebut. Atau pun jika salah satu pihak belum memilki perundang-undangan ekstradisi, dapat diberlakukan prosedur atau syarat-syarat menurut hukum kebiasaan tentang ekstradisi. Sudah tentu penyerahan orang yang diekstradisi berdasarkan kesediaan secara timbal-balik ini hanya bisa dilaksanakan apabila kedua pihak menganutnya. Jika salah satu pihak saja yang menganutnya sedangkan pihak lain tidak, maka prinsip ini tidak dapat dilaksanakan. 30 Selain Indonesia ada beberapa negara lain yang mencantumkan dalam undang-undang ekstradisi nasionalnya, mengenai kesediaan untuk saling menyerahkan secara timbal-balik si pelaku kejahatan yang melarikan diri kedalam Walaupun ada kesediaan secara timbal-balik ini, namun tidak selalu dapat diterapkan jika ada permintaan ekstradisi dari negara lain. Kesediaan secara timabal-balik ini akan diterapkan sepanjang kepentingan negara mengkehendakinya. Dalam hal ini Indonesia setuju karena Indonesia lebih mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan individu yang bersangkutan atau kepentingan negara lain. 30 I Wayan Parthiana,SH, MH., Ekstradisi Dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia, op.cit, hal 171. Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009 wilayahnya. Misalnya Undang-Undang Ekstradisi Perancis Tahun 1927, Undang- Undang Ekstradisi Jerman Tahun 1927, Undang-Undang Ekstradisi Austria Tahun 1960, demikian juga dengan Argentina, Belgia, Irak, Jepang, Luxemburg, Mexico, Peru, Spanyol, Swiss dan Thailand. 31 Salah satu contoh yang terjadi di antara negara-negara ASEAN yaitu ketika kepolisian Singapura telah menangkap pelaku pemalsuan tiket Garuda Indonesia Airways. Untuk kepentingan penyidikan dan pemeriksaan di pengadilan, para tersangka diserahkan ke Indonesia. Dicantumkannya kesediaan timbal-balik ini dalam perundang-undangan nasional sebenarnya mangandung dua segi, yaitu segi intern dan segi ekstern. Intern atau kedalam berarti sebagai suatau peringatan bagi setiap orang yang berada dalam wilayahnya bahwa barang siapa melakukan kejahatan dimana atas kejahatannya itu berlaku juga yurisdiksi negara lain, mereka dapat diserahkan apabila sebelumnya ada permintaan dari negara yang bersangkutan. Sedangkan ekstern atau keluar berarti, sebagai pernyataan yang ditujukan kepada negara- negara akan kesanggupannya secara timbal-balik untuk menyerahkan orang yang diminta, apabila antara kedua pihak belum ada perjanjian ekstradisi. Praktek ekstradisi yang didasarkan pada sikap tata cara suatau negara terhadap negara lain baik untuk kepentingan timbal-balik atau sepihak, dengan kata lain tata krama internasional ini disebut juga ”Disguished Extradition” atau ekstradisi terselubung. 32 31 Ibid, hal 25. 32 Ibid, hal 26. Margaretta S R Silitonga : Lembaga Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2007. USU Repository © 2009

BAB IV LEMBAGA EKSTRADISI SEBAGAI SARANA PENCEGAHAN DAN