20
2.5 Frekuensi Rotor
Frekuensi rotor tidak persis sama seperti frekensi stator. Jika rotor motor terkunci sehingga tidak dapat bergerak n
r
= 0 rpm, maka rotor akan mempunyai frekuensi yang sama seperti stator f
2
= f
1
, dimana pada kondisi ini slip s = 1. Akan tetapi, jika rotor berputar pada kecepatan mendekati sinkron n
r
≈ n
s
, maka frekuensi rotor akan menjadi mendekati nol f
2
≈ 0, dimana pada kondisi ini slip s
≈ 0. Dari pernyataan di atas, maka dapat dibuat hubungan persamaan frekuensi
rotor f
2
terhadap frekuensi stator f
1
sebagai berikut, f
2
= sf
1
………………………………………………………………. 2.9
Dengan mensubstitusikan persamaan 2.5 ke dalam persamaan 2.9, maka didapat,
f
2
= f
1
……………………………………………………… 2.10
Dari persamaan 2.2 diketahui bahwa n
s
= 120f
1
P, maka
………………………………………………… 2.11
2.6 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa
Telah disebutkan sebelumnya bahwa motor induksi identik dengan sebuah transformator, tentu saja dengan demikian rangkaian ekivalen motor induksi sama
dengan rangkaian ekivalen transformator. Perbedaan yang ada hanyalah, karena pada kenyataannya bahwa kumparan rotor kumparan sekunder pada
transformator dari motor induksi berputar, yang mana berfungsi untuk
Universitas Sumatera Utara
21
menghasilkan daya mekanik. Awal dari rangkaian ekivalen motor induksi dihasilkan dengan cara yang sama sebagaimana halnya pada transformator. Semua
parameter-parameter rangkaian ekivalen yang akan dijelaskan berikut mempunyai nilai-nilai perfasa.
2.6.1 Rangkaian Ekivalen Stator
Gelombang fluks pada celah udara yang berputar dengan kecepatan sinkron membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang
di dalam fasa-fasa stator. Besarnya tegangan terminal stator
berbeda dengan ggl lawan sebesar
jatuh tegangan pada impedansi bocor stator , sehingga dapat
dinyatakan dengan persamaan : ……………………………………………2.12
dimana, = tegangan terminal stator Volt
= ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan Volt = arus stator Ampere
= tahanan efektif stator Ohm = reaktansi bocor stator Ohm
Sebagaimana halnya pada transformator, arus stator terdiri dari dua komponen. Komponen pertama
adalah komponen beban yang akan menghasilkan fluks yang akan melawan fluks yang dihasilkan oleh arus rotor.
Komponen lainnya yaitu , arus ini terbagi lagi menjadi dua komponen yaitu komponen rugi-rugi inti yang sefasa dengan
dan komponen magnetisasi
Universitas Sumatera Utara
22
yang menghasilkan fluks magnetik pada inti dan celah udara yang tertinggal dari
. Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.11 berikut ini.
1
V
1
E
c
R
m
X
1
I
m
I I
+
- -
+
c
I
1
jX
1
R
2
I
Gambar 2.11. Rangkaian Ekivalen Stator per-Fasa Motor Induksi
2.6.2 Rangkaian Ekivalen Rotor
Pada saat rotor dalam kondisi diam yaitu kondisi sesaat rotor sebelum bergerak atau pada saat rotor terkunci locked-rotor, slip s = 1 dimana kecepatan
rotor n
r
= 0, karena seluruh belitan rotor dihubung-singkat, maka akan mengalir arus
akibat ggl induksi
pada rotor. Sehingga dapat dituliskan persamaannya sebagai berikut :
………………………………………………………… 2.13 dan rangkaian ekivalen rotor perfasa dalam keadaan diam s = 1 digambarkan
seperti gambar 2.12. di bawah ini.
2
I
2
R
2
E
2
jX
Gambar 2.12. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Rotor Motor Induksi Keadaan Diam
Universitas Sumatera Utara
23
dimana, = arus rotor dalam keadaan diam Ampere
= ggl induksi rotor dalam keadaan diam Volt = resistansi rotor Ohm
= reaktansi rotor dalam keadaan diam Ohm
Ketika rotor berputar, maka ggl rotor perfasa dan reaktansi rotor perfasa
masing-masingnya dipengaruhi oleh frekuensi untuk dapat melihat
persamaan 2.7, sementara reaktansi rotor dapat dijelaskan dari persamaan di bawah ini dimana nilainya tergantung dari induktansi dan frekuensi rotor.
= ω
r
L
2
= 2πf
2
L
2
…………………………………………………. 2.14 dengan
f
2
= sf, maka
= 2πsfL
2
= s 2πfL
2
= sX
2
…………………………………………………………2.15 Dengan demikian
dan X
2
nilainya bergantung terhadap slip s, sementara resistansi rotor perfasa
tidak dipengaruhi oleh frekuensi sehingga tidak tergantung terhadap nilai slip s. Sehingga dari persamaan 2.13 di atas dapat
dibuat persamaannya menjadi : ……………………………………………………… 2.16
Dengan membagi pembilang dan penyebut pada persamaan 2.16 di atas dengan s, maka
………………………………………………………… 2.17
Universitas Sumatera Utara
24
Perhatikan bahwa magnitud dan fasa dari pada persamaan 2.16 dan 2.17 adalah sama. Namun demikian, terdapat sebuah perbedaan signifikan
diantara dua persamaan ini. Pada persamaan 2.16 ggl berada pada frekuensi-
slip, ketika dibagi dengan memberikan arus frekuensi-slip. Tetapi pada
persamaan 2.17, berada pada frekuensi-saluran ketika dibagi dengan
+ memberikan arus frekuensi-saluran.
Nilai dari sekarang lebih besar dari R
2
dikarenakan s memiliki nilai dalam bentuk pecahan. Untuk itu,
dapat dipecah menjadi sebuah bagian yang bernilai konstan R
2
dan sebuah bagian yang variabel , yaitu
……………………………………………… 2.18 Bagian pertama R
2
merupakan tahanan rotorfasa dan mewakilkan rugi tembaga Cu loss. Bagian kedua
−1
1 s
merupakan sebuah beban tahanan- variabel. Daya yang dikirim ke beban ini mewakilkan daya mekanik keseluruhan
yang dibangun di rotor. Untuk itu beban mekanik pada motor dapat digantikan dengan sebuah beban tahanan-variabel dengan nilai R
2
−1
1 s
. Ini diketahui sebagai tahanan beban R
L
.
Dengan demikian persamaan 2.17 dapat dirubah menjadi :
Universitas Sumatera Utara
25
2
R
2
E s
s R
2 2
jsX
2
jX
2
I
2
I
i ii
2
E
+ +
- -
2
R
1 1
2
− s
R
2
jX
2
I
iii
2
E
+
-
…………………………………………………… 2.19 Dari persamaan 2.16, 2.17 dan 2.19 di atas, maka dapat digambarkan
rangkaian ekivalen rotor seperti gambar 2.13. di bawah ini.
Gambar 2.13. Rangkaian Ekivalen Rotor per-Fasa
Keadaan Berputar pada Slip = s dimana i menyatakan persamaan 2.16, ii menyatakan persamaan 2.17, iii menyatakan persamaan 2.19
2.6.3 Rangkaian Ekivalen Lengkap
Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen perfasa motor induksi dengan model
transformator, dengan rasio perbandingan ‘a’ antara stator dan rotor. Perhatikan gambar 2.14.
Universitas Sumatera Utara
26
1
V
1
E
c
R
1
I
m
I +
-
c
I
2
E
2
jX
2
I
2
I
1
R
1
jX
m
jX I
a = N
1
N
2
s R
2
Gambar 2.14. Rangkaian Ekivalen Per-Fasa Motor Induksi Model Transformator
Untuk menghasilkan rangkaian ekivalen per-fasa akhir dari motor induksi, penting untuk menyatakan bagian rotor dari model rangkaian ekivalen gambar
2.14 di atas terhadap sisi stator. Pada transformator yang umum, tegangan, arus, dan impedansi pada sisi sekunder, dapat dinyatakan terhadap sisi primer dengan
menggunakan rasio perbandingan belitan dari transformator tersebut. Dengan mengasumsikan jenis rotor yang digunakan adalah jenis rotor belitan dan
terhubung bintang Y , yang mana motor dengan rotor jenis ini sangat mirip dengan transformator, maka kita dapat juga menyatakan sisi rotor terhadap sisi
stator seperti halnya pada transformator. Jika rasio perbandingan efektif dari sebuah motor induksi adalah a
= N
1
N
2
, maka pentransformasian tegangan rotor terhadap sisi stator menjadi: ……………………………………………………. 2.20
untuk arus rotor : ……………………………………………………………… 2.21
dan untuk impedansi rotor : =
= =
……………………………………………… 2.22a
=
Universitas Sumatera Utara
27
c
R
m
I
c
I
I
1
I
1
V
1
E s
R
2 1
R
1
jX
2
jX
m
jX
2
I +
-
c
R
m
I
c
I
I
1
I 1
1
2
− s
R
2
R
1
V
1
E
1
R
2
I
2
jX
1
jX
m
jX +
-
dengan penguraian lebih lanjut : = a
2
R
2
…………………………………………………………. 2.22b = a
2
X
2
…………………………………………………………. 2.22c Dari persamaan 2.18, 2.19, dan 2.22 di atas, maka dapat kita
gambarkan rangkaian ekivalen per-fasa motor induksi sebagai kelanjutan dari gambar 2.14, dimana disini bagian rangkaian rotor telah dinyatakan terhadap
bagian stator. Rangkaian ekivalen tersebut dapat dilihat pada gambar 2.15a, sedangkan pada gambar 2.15b merupakan modifikasi dari gambar 2.15a
dimana adanya R
2
−1
1 s
menyatakan resistansi variabel sebagai analog listrik dari beban mekanik variabel.
a
b
Gambar 2.15. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Motor Induksi dengan Bagian
Rangkaian Rotor Dinyatakan Terhadap Sisi Stator
Universitas Sumatera Utara
28
a dengan tahanan variabel
s R
2
b dengan tahanan variabel
1 1
2
− s
R
sebagai bentuk analog listrik dari beban mekanik
Pada transformator, analisis rangkaian ekivalen dilakukan dengan mengabaikan cabang pararel yang terdiri dari R
c
dan X
m
atau dengan memindahkan cabang pararel ke terminal primer. Bagaimanapun, penyederhanaan
ini tidak diperbolehkan pada rangkaian ekivalen motor induksi. Ini disebabkan kenyataan bahwa arus penguatan pada transformator bervariasi dari 2 sampai
6 dari arus beban penuh dan per unit reaktansi bocor primer kecil. Tetapi pada motor induksi, arus penguatan bervariasi dari 30 sampai 50 dari arus beban
penuh dan per unit reaktansi bocor stator adalah lebih tinggi. Dengan demikian kesalahan yang besar akan terjadi dalam penentuan daya dan torsi, dalam hal
cabang pararel diabaikan, atau dihubungkan pada terminal stator. Dibawah kondisi kerja normal pada tegangan dan frekuensi konstan, rugi
inti pada motor induksi biasanya juga konstan. Dalam pandangan pada kenyataan ini, tahanan rugi inti R
c
yang mewakili rugi inti motor, dapat dihilangkan dari rangkaian ekivalen motor induksi pada gambar 2.15b. Akan tetapi, untuk
menentukan daya poros atau torsi poros, rugi inti yang konstan harus diikut- sertakan dalam pertimbangan, bersama dengan gesekan, rugi-rugi beban buta
stray-load losses dan angin. Dengan penyederhanaan ini, maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen baru gambar 2.16. dengan akurasi rugi yang
dapat diabaikan.
Universitas Sumatera Utara
29 I
1
I 1
1
2
− s
R
2
R
1
V
1
E
1
R
2
jX
1
jX
m
jX
2
I +
-
Gambar 2.16. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Motor Induksi dengan
Mengabaikan Rugi Inti
2.7 Aliran Daya dan Efisiensi Motor Induksi Tiga Fasa
2.7.1 Aliran Daya
Untuk melihat dan memahami bagaimana energi listrik dikonversikan menjadi energi mekanik pada motor induksi tiga fasa, akanlah lebih mudah jika
kita merunut aliran daya aktif yang mengalir pada mesin tersebut. Dari gambar 2.17 dapat kita lihat bahwa, sebelum akhirnya daya masukan Pi
n
dikonversikan menjadi daya keluaran P
out
dalam bentuk daya mekanik, terdapat bannyak rugi- rugi pada motor yang akan mengurangi besar daya masukan yang akan
dikonversikan menjadi daya keluaran mekanik. Rugi-rugi losses tersebut ialah :
1. Rugi-rugi tetap fixed losses Rugi-rugi ini terdiri dari :
Rugi-rugi inti stator stator core losses
P
core
= = 3
……………………………………………… 2.23
Rugi-rugi gesek dan angin friction and windage losses, P
FW
Universitas Sumatera Utara
30
2. Rugi-rugi variabel variable losses Rugi-rugi ini terdiri dari :
Rugi-rugi tembaga stator stator coper losses
P
SCL
= ………………………………………………………. 2.24
Rugi-rugi tembaga rotor rotor coper losses
P
RCL
= ………………………………………………………. 2.25
Gambar 2.17. Diagram Aliran Daya Aktif Motor Induksi Tiga Fasa
dimana : P
in
= daya aktif masukan ke stator Watt P
SCL
= rugi-rugi tembaga stator Watt P
core
= rugi-rugi inti stator Watt P
AG
= daya celah udara Watt P
RCL
= rugi-rugi tembaga rotor Watt P
m
= daya yang dikonversikan dari bentuk listrik ke mekanik Watt P
FW
= rugi-rugi gesek dan angin Watt P
out
= daya poroskeluaran Watt Daya masukan tiga fasa disuplai ke stator melalui terminal tiga fasa.
Dikarenakan rugi-rugi tembaga stator, maka daya sebesar P
SCL
didisipasikan sebagai panas pada belitan. Bagian lainnya P
core
didisipasikan sebagai panas pada
Universitas Sumatera Utara
31
inti stator, yaitu sebagai rugi-rugi inti besi. Daya aktif sisa P
AG
ditransfer ke rotor melalui celah udara dengan induksi elektromagnetik. Sehingga daya celah udara
dapat ditentukan sebagai berikut : P
AG
= P
in
– P
SCL
– P
core
……………………………………………… 2.26 Dengan memperhatikan secara cermat rangkaian ekivalen pada rotor
gambar 2.15a, satu-satunya elemen yang dapat mengkonsumsi daya celah- udara P
AG
adalah tahanan . Untuk itu daya celah udara dapat kita tuliskan
dengan persamaan : ……………………………………………………… 2.27
Dengan adanya rugi-rugi I
2
R pada rotor, maka bagian daya P
RCL
didisipasikan sebagai panas, dan sisanya akhirnya terdapat dalam bentuk daya mekanik P
m
. Adapun rugi-rugi tahanan aktual rangkaian rotor gambar 2.13. diberikan oleh persamaan :
……………………………………………………… 2.28 Karena daya tidak berubah besarnya ketika rangkaian rotor dinyatakan
terhadap sisi stator, dalam bentuk rangkaian ekivalen transformator ideal, maka rugi-rugi tembaga rotor dapat juga dinyatakan dengan :
……………………………………………………. 2.29 Setelah rugi-rugi tembaga stator, rugi-rugi inti stator, dan rugi-rugi
tembaga rotor dikurangi dengan daya masukan motor, maka daya yang tertinggal adalah yang dikonversikan kebentuk mekanik. Daya mekanik yang dibangun ini
diberikan oleh persamaan : P
m
= P
AG
– P
RCL
…………………………………………………… 2.30 =
–
Universitas Sumatera Utara
32
P
m
=
−1
1 s
……………………………………………… 2.31 Dari persamaan 2.27 dan 2.29 dapat dilihat bahwa rugi-rugi tembaga
rotor P
RCL
dan daya celah udara P
AG
memiliki hubungan sebagai berikut : P
RCL
= s.P
AG
………………………………………………………. 2.32 Untuk itu, semakin kecil slip motor, semakin kecil juga rugi-rugi pada
rotor. Perhatikan juga, bahwa, jika rotor tidak berputar slip s = 1 dan daya celah udara seluruhnya dipakai pada rotor. Karena P
m
= P
AG
– P
RCL
, ini juga memberikan hubungan yang lainnya diantara daya celah udara dan daya yang
dikonversikan dari bentuk listrik ke mekanik : P
m
= P
AG
– P
RCL
…………………………………………………… 2.33 P
m
= P
AG
– s.P
AG
P
m
= 1 – s P
AG
…………………………………………………… 2.34 Sehingga jika rugi-rugi gesekan dan angin P
FW
dan rugi-rugi lainnya P
misc
stray load losses diketahui, dan dikurangi dengan daya mekanik P
m
, maka akan didapat daya keluaran P
out
atau daya yang memutar poros. P
out
= P
m
– P
FW
– P
misc
……………………………………………… 2.35
2.7.2 Efisiensi
Efisiensi motor induksi adalah ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai
perbandingan antara daya keluaran dan daya masukan dan biasanya dinyatakan dalam persen juga sering dinyatakan dengan perbandingan antara keluaran dengan
keluaran ditambah rugi - rugi, yang dirumuskan dalam persamaan berikut.
Universitas Sumatera Utara
33
Loss out
out in
loss in
in out
P P
P P
P P
P P
+ =
− =
=
η 100
× …………………………… 2.36
Pada beban-beban dengan nilai yang kecil, rugi-rugi tetap lebih besar dibandingkan dengan keluaran, untuk itu efisiensi yang dihasilkan rendah.
Sebagaimana beban bertambah, efisiensi juga bertambah dan menjadi maksimum ketika rugi inti dan rugi variabel adalah sama. Efisiensi maksimum terjadi sekitir
80 – 95 dari rating output mesin, dimana nilai yang lebih tinggi terdapat pada motor-motor yang besar. Jika beban yang diberikan melebihi beban yang
menghasilkan efisiensi maksimum, maka rugi-rugi beban bertambah lebih cepat daripada output, konsekuensinya efisiensi berkurang.
Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi ini sering dilakukan dengan beberapa cara seperti:
- Mengukur langsung daya listrik masukan dan daya mekanik keluaran - Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan
- Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan, dimana pengukuran daya masukan tetap dibutuhkan pada ketiga cara di atas.
2.8 Torsi Motor Induksi Tiga Fasa
To rsi induksi τ
ind
yang terdapat pada sebuah mesin didefinisikan sebagai torsi yang dibangkitkan oleh konversi internal listrik ke mekanik. Torsi induksi ini
diberikan oleh persamaan : τ
ind
= ……………………………………………………………. 2.37
dengan mensubstitusikan persamaan 2.34 dan diktehui bahwa ,
maka dapat kita peroleh bentuk persamaan torsi induksi yang lain, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
34
τ
ind
= τ
ind
= …………………………………………………………… 2.38
dimana, = kecepatan sudut rotor rads
= kecepatan sudut medan putar rads
Persamaan 2.38 sangatlah berguna, karena kecepatan sudut medan putar sinkron adalah konstan untuk suatu nilai frekuensi dan jumlah kutub. Sehingga,
dengan mengetahui daya celah udara P
AG
dapat kita peroleh nilai torsi induksi motor. Daya celah udara P
AG
adalah daya yang menyebrangi celah dari rangkaian stator ke rangkaian rotor. Daya ini sama dengan daya yang diserap pada
tahanan
s R
, 2
. Dengan menggunakan persamaan 2.27, bila harga dapat kita
temukan, maka daya daya celah udara dan torsi induksi akan dapat diketahui. Dengan memperhatikan gambar 2.18, untuk menyelesaikan rangkaian
tersebut guna mendapatkan harga , ada beberpa cara yang dapat ditempuh.
Salah satu cara termudah adalah dengan menggunakan penyelesaian Thevenin, yaitu dengan menentukan ekivalen Thevenin dari bagian yang bertanda X ke kiri
rangkaian.
I
1
I
1
V
1
E
1
R
1
jX
m
jX
2
I s
R
2
+
-
Gambar 2.18. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Motor Induksi Tiga Fasa
Universitas Sumatera Utara
35
+ -
1
V
1
R
1
jX
m
jX
TH
V
1
R
1
jX
m
jX
Untuk men-Theveninkannya, hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan meng-open-circuit terminal yang bertanda X perhatikan gambar 2.19a
sehingga didapatkan tegangan open-circuit disana. Kemudian, untuk menemukan impedansi Thevenin, hubung-singkatkan tegangan fasa sumber sehingga
didapatkan Z
eq
. Dari gambar 2.19a, dengan menggunakan aturan pembagian tegangan
diperoleh :
= Magnitud dari tegangan Thevenin
di atas adalah : ……………………………………………. 2.39
Karena reaktansi magnetisasi X
m
X
1
dan X
m
R
1
, maka harga pendekatan magnitud tegangan Thevenin adalah :
……………………………………………………. 2.40
a b
Universitas Sumatera Utara
36
+ -
TH
R
TH
jX
1
E
2
jX
s R
2
TH
V
2
I
c
Gambar 2.19. a Tegangan Ekivalen Thevenin Sisi Rangkaian Input, b Impedansi Ekivalen Sisi Rangkaian Input,
c Hasil Rangkaian Ekivalen yang Disederhanakan
dari Gambar 2.18. Pada gambar 2.19b dapat dilihat bahwa rangkaian input dengan sumber
tegangan input ditiadakan, dua impedansi dalam posisi pararel, dan didapatkan impedansi Thevenin sebagai berikut :
………………………………… 2.41
Karena X
m
X
1
, dan X
m
+ X
1
R
1
, tahanan dan reaktansi Thevenin pendekatan adalah :
…………………………………………………………… 2.42 …………………………………………………………… 2.43
Dari hasil rangkaian ekivalen yang diberikan pada gambar 2.19c, dapat kita peroleh suatu persamaan untuk arus
…………………………………………….. 2.44 Magnitud dari arus ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
37
………………………………………….. 2.45
Sehingga dapat diperoleh persamaan daya celah udara
…………………………………… 2.46
Dengan mensubstitusikan persamaan 2.46 ke dalam persamaan 2.38, maka dapat kita peroleh suatu persamaan untuk torsi induksi
……………………………… 2.47
Gambar 2.20 memperlihatkan kurva torsi motor induksi sebagai fungsi dari slip.
Gambar 2.20. Kurva Karakteristik Torsi-Slip Motor Induksi
2.9 Desain Motor Induksi Tiga Fasa