21
menghasilkan daya mekanik. Awal dari rangkaian ekivalen motor induksi dihasilkan dengan cara yang sama sebagaimana halnya pada transformator. Semua
parameter-parameter rangkaian ekivalen yang akan dijelaskan berikut mempunyai nilai-nilai perfasa.
2.6.1 Rangkaian Ekivalen Stator
Gelombang fluks pada celah udara yang berputar dengan kecepatan sinkron membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang
di dalam fasa-fasa stator. Besarnya tegangan terminal stator
berbeda dengan ggl lawan sebesar
jatuh tegangan pada impedansi bocor stator , sehingga dapat
dinyatakan dengan persamaan : ……………………………………………2.12
dimana, = tegangan terminal stator Volt
= ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan Volt = arus stator Ampere
= tahanan efektif stator Ohm = reaktansi bocor stator Ohm
Sebagaimana halnya pada transformator, arus stator terdiri dari dua komponen. Komponen pertama
adalah komponen beban yang akan menghasilkan fluks yang akan melawan fluks yang dihasilkan oleh arus rotor.
Komponen lainnya yaitu , arus ini terbagi lagi menjadi dua komponen yaitu komponen rugi-rugi inti yang sefasa dengan
dan komponen magnetisasi
Universitas Sumatera Utara
22
yang menghasilkan fluks magnetik pada inti dan celah udara yang tertinggal dari
. Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.11 berikut ini.
1
V
1
E
c
R
m
X
1
I
m
I I
+
- -
+
c
I
1
jX
1
R
2
I
Gambar 2.11. Rangkaian Ekivalen Stator per-Fasa Motor Induksi
2.6.2 Rangkaian Ekivalen Rotor
Pada saat rotor dalam kondisi diam yaitu kondisi sesaat rotor sebelum bergerak atau pada saat rotor terkunci locked-rotor, slip s = 1 dimana kecepatan
rotor n
r
= 0, karena seluruh belitan rotor dihubung-singkat, maka akan mengalir arus
akibat ggl induksi
pada rotor. Sehingga dapat dituliskan persamaannya sebagai berikut :
………………………………………………………… 2.13 dan rangkaian ekivalen rotor perfasa dalam keadaan diam s = 1 digambarkan
seperti gambar 2.12. di bawah ini.
2
I
2
R
2
E
2
jX
Gambar 2.12. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Rotor Motor Induksi Keadaan Diam
Universitas Sumatera Utara
23
dimana, = arus rotor dalam keadaan diam Ampere
= ggl induksi rotor dalam keadaan diam Volt = resistansi rotor Ohm
= reaktansi rotor dalam keadaan diam Ohm
Ketika rotor berputar, maka ggl rotor perfasa dan reaktansi rotor perfasa
masing-masingnya dipengaruhi oleh frekuensi untuk dapat melihat
persamaan 2.7, sementara reaktansi rotor dapat dijelaskan dari persamaan di bawah ini dimana nilainya tergantung dari induktansi dan frekuensi rotor.
= ω
r
L
2
= 2πf
2
L
2
…………………………………………………. 2.14 dengan
f
2
= sf, maka
= 2πsfL
2
= s 2πfL
2
= sX
2
…………………………………………………………2.15 Dengan demikian
dan X
2
nilainya bergantung terhadap slip s, sementara resistansi rotor perfasa
tidak dipengaruhi oleh frekuensi sehingga tidak tergantung terhadap nilai slip s. Sehingga dari persamaan 2.13 di atas dapat
dibuat persamaannya menjadi : ……………………………………………………… 2.16
Dengan membagi pembilang dan penyebut pada persamaan 2.16 di atas dengan s, maka
………………………………………………………… 2.17
Universitas Sumatera Utara
24
Perhatikan bahwa magnitud dan fasa dari pada persamaan 2.16 dan 2.17 adalah sama. Namun demikian, terdapat sebuah perbedaan signifikan
diantara dua persamaan ini. Pada persamaan 2.16 ggl berada pada frekuensi-
slip, ketika dibagi dengan memberikan arus frekuensi-slip. Tetapi pada
persamaan 2.17, berada pada frekuensi-saluran ketika dibagi dengan
+ memberikan arus frekuensi-saluran.
Nilai dari sekarang lebih besar dari R
2
dikarenakan s memiliki nilai dalam bentuk pecahan. Untuk itu,
dapat dipecah menjadi sebuah bagian yang bernilai konstan R
2
dan sebuah bagian yang variabel , yaitu
……………………………………………… 2.18 Bagian pertama R
2
merupakan tahanan rotorfasa dan mewakilkan rugi tembaga Cu loss. Bagian kedua
−1
1 s
merupakan sebuah beban tahanan- variabel. Daya yang dikirim ke beban ini mewakilkan daya mekanik keseluruhan
yang dibangun di rotor. Untuk itu beban mekanik pada motor dapat digantikan dengan sebuah beban tahanan-variabel dengan nilai R
2
−1
1 s
. Ini diketahui sebagai tahanan beban R
L
.
Dengan demikian persamaan 2.17 dapat dirubah menjadi :
Universitas Sumatera Utara
25
2
R
2
E s
s R
2 2
jsX
2
jX
2
I
2
I
i ii
2
E
+ +
- -
2
R
1 1
2
− s
R
2
jX
2
I
iii
2
E
+
-
…………………………………………………… 2.19 Dari persamaan 2.16, 2.17 dan 2.19 di atas, maka dapat digambarkan
rangkaian ekivalen rotor seperti gambar 2.13. di bawah ini.
Gambar 2.13. Rangkaian Ekivalen Rotor per-Fasa
Keadaan Berputar pada Slip = s dimana i menyatakan persamaan 2.16, ii menyatakan persamaan 2.17, iii menyatakan persamaan 2.19
2.6.3 Rangkaian Ekivalen Lengkap