5. Membantu dalam menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah,
6. Teruji terhadap kejutan ekonomi yang kurang menguntungkan,
7. Kebijakan moneter relatif fleksibel dalam mengakomodasi kejutan inflasi
temporer yang tidak mengganggu pencapaian sasaran inflasi jangka menengah, dan
8. Independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter diperkuat.
2.6. Penelitian Sebelumnya
Adapun penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan referensi adalah :
1. Soebagyo 2007 melakukan analisis pengaruh kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal regional terhadap stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi regional di Jawa Timur pada periode 1995 – 2004. Hasilnya naiknya
pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, pertumbuhan dana pihak ketiga, bunga memiliki pengaruh negatif terhadap inflasi. Demikian juga pengeluaran rutin
pemerintah dan kredit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap inflasi di Jawa Timur. Pada periode setelah krisis pertumbuhan pengeluaran
rutin pemerintah, dana pihak ketiga dan bunga memiliki pengaruh signifikan terhadap inflasi regional, sedangkan pengeluran pembangunan pemerintah dan
kredit tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. 2.
Devi 2006 melakukan analisis terhadap inflasi di Indonesia dengan menggunakan variabel PDB, nilai tukar dan jumlah uang beredar. Hasilnya
37
PDB, nilai tukar dan jumlah uang beredar berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Secara partial , nilai tukar , jumlah uang beredar
mempunyai hubungan positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi. PDB mempunyai hubungan negatif dan berpengaruh secara signifikan
terhadap inflasi. 3.
Hutabarat 2005 menganalisis faktor determinan inflasi di Indonesia dan menyimpulkan determinan utama inflasi adalah ekspektasi inflasi yang terkait
dengan pola pembentukan ekspektasi inflasi yang masih didominasi oleh inflasi masa lalu ekspektasi adaptif. Perilaku ini menimbulkan persistensi
inflasi karena riwayat inflasi Indonesia yang banyak dipicu oleh inflasi cost- push atau supply shocks yang signifikan dan sering terjadi, seperti kejutan
harga minyak, kenaikan harga BBM, devaluasi dan fluktuasi berlebihan nilai tukar Rupiah. Karakteristik inflasi tersebut tidak mengalami perbaikan pada
pasca krisis, baik secara time series, distribusi lintas komoditi pembentuk inflasi, maupun perbandingan dengan negara lain. Berdasarkan pemahaman
akan sumber-sumber pembentuk tekanan inflasi, maka untuk menurunkan persistensi inflasi diperlukan perpaduan antara kebijakan moneter, kebijakan
nilai tukar dan koordinasi dengan kebijakan pemerintah policy mix. 4.
Rohman 2005 melakukan analisis faktor yang mempengaruhi laju inflasi di Indonesia tahun 1979 – 2003 dengan menggunakan variabel konsumsi,
investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor. Hasilnya secara
38
bersama-sama variabel konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor mempunyai pengaruh yang signifikan. Sedangkan secara individual
ekspor dan investasi berpengaruh positif terhadap inflasi, variabel impor, pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif terhadap inflasi.
5. Sitepu 2003 melakukan analisis faktor yang mempengaruhi inflasi di Sumut
dengan menggunakan variabel pengeluaran pemerintah, investasi, jumlah kredit yang disalurkan bank umum, eksport netto, kurs RpUS dan
ekpektasi masyarakat. Hasilnya total pengeluaran pemerintah, kredit yang disalurkan oleh bank umum, ekspor netto dan kurs rupiah terhadap dolar AS
mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap perkembangan inflasi di Sumut. Sedangkan total investasi dan inflasi tahun sebelumnya tidak
memberikan pengaruh yang signifian secara statistik. 6.
Ball dan Sheridan 2003 mengatakan dalam studinya tidak ada bukti bahwa inflation targetting mendorong performan ekonomi suatu negara. Karena bagi
negara menerapkan IT dan tidak sama sama menggunakan volatilitas tingkat bunga. Aspek formal dan institusional IT seperti pengumuman target kepada
publik, laporan inflasi, tingkat kemandirian bank sentral menjadi tidak penting. Karena IT diterapkan lebih pada alasan politik daripada ekonomi. IT
bisa jadi akan mendorong kemajuan ekonomi di masa yang akan datang. 7.
Mishkin dan Posen 1998 menunjukkan setelah meneliti tiga negara yang pertama menerapkan inflation targetting yaitu New Zealand, Kanada dan
Inggris telah berhasil meningkatkan transparansi dari kebijakan moneter dan 39
menurunkan secara signifikan tingkat inflasi tanpa adanya efek negatif kepada tingkat output. Mishkin dan Posen menyampaikan Jerman telah menargetkan
inflasi dan mempunyai sasaran inflasi dalam angka secara eksplisit. Kunci keberhasilan itu terletak pada fleksibilitas dan transparansi yang diterapkan
oleh Jerman. 8.
Froyen 1987 melakukan studi untuk mengukur ketidakpastian harga agregat di empat negara industri yaitu Kanada, Jerman, Inggris dan Amerika. Studi
dilakukan untuk menilai variabel yang memberikan kontribusi peningkatan ketidakpastian harga yaitu tingkat inflasi, jenis inflasi dan tingkat
ketidakpastian harga. Di Kanada, Inggris dan Amerika menunjukkan ada hubungan positif dan signifikan antara tingkat ketidakpastian harga dengan
tingkat dan jenis inflasi. Di Jerman tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat ketidakpastian harga dengan perubahan tingkat inflasi. Hal ini karena
ada faktor tekanan harga minyak yang terjadi di Jerman tahun 1974.
2.7.Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah disebutkan dalam kerangka teori diatas, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut
40
Perekonomian Indonesia
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran
2.8. Hipotesis Penelitian