Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

3.5. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier, yang secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang terbentuk. Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari : a. Multikolinieritas Interpretasi dari persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas belanja pegawai tahun berjalan, investasi dan jumlah uang beredar dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas maka akan menimbulkan beberapa akibat. Untuk itu perlu dideteksi multikolinieritas dengan besaran-besaran regresi yang didapat, yakni : a. variabel besar dari taksiran OLS b. interval kepercayaan lebar karena variasi besar maka standar error besar sehingga interval kepercayaan lebar c. uji-t t rasio tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana, bisa tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standar error terlalu besar maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi b1 – b3 tidak signifikan. d. R 2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji-t 45 e. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan substansi, sehingga dapat menyesatkan interpretasi.

b. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi, model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi atau penggunaan µ i. Dengan menggunakan lambang E µ i, µ j = 0 ; i ≠ j. Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini dilakukan uji Lagrange Multiplier Test LM test. Dengan membandingkan nilai x 2 hitung dengan x 2 tabel, dengan kriteria penilaian sebagai berikut : a. Jika nilai x 2 hitung x 2 tabel, maka hipotesis yang dinyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak. b. Jika nilai x 2 hitung x 2 tabel, maka hipotesis yang dinyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak. 46 Cara lain untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian adalah dilakukan Durbin- Watson d test. Dengan membandingkan nilai D - W stat hitung dengan D –W tabel, dengan kriteria sebagai berikut : a. Jika nilai D – W stat = 0 d d L , maka terjadi autokorelasi positif. b. Jika nilai D – W stat = d L ≤ d ≤ d U , maka tidak dapat disimpulkan. c. Jika nilai D – W stat = 4 - d L d 4, maka terjadi autokorelasi negatif. d. Jika nilai D – W stat = 4 - d U ≤ d ≤ 4 – d L , maka tidak dapat disimpulkan. e. Jika nilai D – W stat = d U d 4 - d U , maka tidak terjadi autokorelasi.

3.6. Definisi Variabel Operasional