Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
BAB IV PROSEDUR UPAYA HUKUM PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
A. Institusi Hukum Yang Berwenang Menurut UUPK
Konsumen yang dirugikan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dapat menggugat pelaku usaha pengembang melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Pelaku usaha yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengembang perumahan yang memasarkan produknya kepada konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada pernyataan di atas, tidak menghilangkan tanggung
jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya
dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
95
95
Lihat Pasal 45 ayat 1, 2, 3 dan 4 UUPK beserta penjelasannya.
Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada pernyataan di atas tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh
para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Penyelesaian damai yang
86
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
dimaksud disini adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa pelaku usaha dan konsumen tanpa melalui pengadilan atau Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK dan tidak bertentangan dengan undang-undang ini.
96
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa konsumen dalam melaksanakan upaya hukum meminta pertanggung jawaban pelaku usaha yang lalaiwanprestasi dapat
menempuh upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke pengadilan yang berada dalam lingkungan peradilan umum, atau ke BPSK sebagai lembaga yang bertugas untuk
menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.
97
Dengan ditunjuknya secara tegas BPSK sebagai satu-satunya lembaga yang bertugas dalam menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, maka kesimpulannya
berarti lembaga penyelesaian sengketa lainnya – kecuali peradilan umum – tidak dimungkinkan menangani sengketa konsumen dan pelaku usaha. Sebagaimana yang kita
Upaya lainnya yang dapat dilakukan oleh konsumen adalah mengadakan perdamaian dengan pelaku usaha sepanjang
tidak bertentangan dengan UUPK. UUPK tidak menyebut secara tegas nama lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Ini merupakan suatu persoalan yang cukup serius. Mengapa UUPK tidak menunjuk langsung BPSK sebagai lembaga satu-satunya yang
bertugas menyelesaikan sengketa tersebut. Agar ketentuan tersebut tidak membingungkan, sebaiknya UUPK menyebut secara langsung BPSK sebagai lembaga satu-satunya di luar
pengadilan yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.
96
Ahmadi Miru, Op. cit, hlm. 223
97
Ibid, hlm. 224
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
ketahui terdapat lembaga penyelesaian sengketa lainnya yang sejenis yang juga sejak awal pembentukannya dimaksudkan untuk menangani sengketa konsumen dan pelaku usaha
sekalipun menggunakan istilah lain
98
Lembaga yang dimaksudkan adalah Badan Arbitrase Syariat Nasional BASANAS dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. BASANAS
sengaja dibentuk untuk menyelesaikan sengketa di bidang perdagangan industri, keuangan, jasa dan lain-lain di lingkungan Bank Muamalat Indonesia, Bank Perkreditan Rakyat
berdasarkan Syariat BPRS, Asuransi Takaful dan pada masyarakat Islam yang sehari-harinya menggunakan aturan hukum Islam.
99
BANI dibentuk sejak 30 November 1997, berdasarkan Surat Keputusan Kamar Dagang dan Industri KA-DIN Nomor SKEP152DPH1977. BANI
adalah organisasi yang bersifat otonom atau tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan lain. BANI bertujuan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa perdata yang timbul mengenai
soal-soal perdagangan, industri dan keuangan, baik bersifat nasional maupun internasional.
100
98
Ibid, hlm. 225.
99
Abdul Rahman Saleh, Catatan Tentang Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, Makalah Seminar Arbitrase Berdasarkan Syariat Islam, Jakarta, tanggal 23 April 1994, hlm.15.
100
Ahmadi Miru, Op. cit, hlm. 249.
Akan tetapi upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan selain BPSK, masih tetap berlakudapat dipergunakan untuk menyelesaikan sengketa antara konsumen
dengan pelaku usaha jika bertolak pada Pasal 45 ayat 2 UUPK dan penjelasannya. Dalam pasal ini hanya disebut penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan,
tanpa menyebut bentuk dari cara penyelesaian di luar pengadilan. Demikian pula dalam penjelasan Pasal 45 ayat 2 dimungkinkan mengadakan perdamaian sepanjang tidak
bertentangan dengan UUPK. Selanjutnya Pasal 45 ayat 2 dan penjelasannya juga tampak
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
sangat rancu, karena penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan sebenarnya tidak berdasarkan pilihan sukarela para pihak, tetapi berdasarkan
pilihan konsumen.
101
Kecuali bila penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan oleh lembaga lain di luar BPSK, barulah kesepakatan para pihak yang dimaksud dapat terjadi,
itupun seharusnya dijelaskan kemungkinannya berdasarkan Pasal 45 ayat 1, karena Pasal ini tidak memberikan kemungkinan bagi pelaku usaha untuk menolak pilihan konsumen.
Jadi bukan pada penjelasan Pasal 45 ayat 2 seperti rumusan sekarang.
102
Pasal 45 ayat 3 seharusnya menentukan bahwa penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 2 yaitu penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau
di luar pengadilan, tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang, tidak seperti rumusan yang ada pada UUPK, yang hanya menunjuk pada
penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pasal 45 ayat 4 masih memungkinkan untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan walaupun telah dipilih upaya penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan, dengan hanya berdasarkan alasan bahwa upaya penyelesaian tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak. Pertanyaan yang
Demikian pula substansi penjelasan Pasal 45 ayat 2 tersebut semakin sulit dimengerti maksudnya. Seolah penyelesaian melalui BPSK tidak mengenal penyelesaian
damai, padahal dengan menyebutkan penyelesaian sengketa secara mediasi dan konsiliasi Pasal 52 huruf a, sesungguhnya juga merupakan cara penyelesaian damai, mengingat hasil
akhir dari keduanya adalah kesepakatan agreement.
101
Lihat dan cermati ketentuan Pasal 45 ayat 1 UUPK.
102
Ahmadi Miru, Op. cit, hlm. 227.
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
muncul dari pernyataan tersebut di atas adalah penyelesaian yang bagaimana yang dapat dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak. Sebab jangan sampai terjadi, salah satu
pihak yang “merasa dirugikan” oleh putusan arbitrase BPSK, atau kesepakatan yang telah tercapai diantara para pihak atas jasa konsiliator atau mediator yang diperankan BPSK,
masih juga dianggap tidak berhasil – teristimewa karena dalam UUPK ketidak berhasilan tersebut dapat dinyatakan secara sepihak oleh salah satu pihak yang bersengketa.
Kemungkinan peradilan yang sederhana dan dalam waktu yang singkat dalam menyelesaikan sengketa konsumen dan pelaku usaha tidak dapat diwujudkan. Hal ini
disebabkan karena salah satu pihak yang bersengketa dapat melanjutkan gugatan ke pengadilan atas hasil keputusan yang telah dikeluarkan oleh BPSK.
103
Berdasarkan alasan ini menurut Ahmadi Miru, ketentuan Pasal 45 ayat 4 hanya dapat dibenarkan apabila istilah “tidak berhasil” tersebut tertuju pada BPSK, dalam arti tidak
berhasil memberi putusan dalam cara arbitrase, atau BPSK sebagai mediator atau konsiliator, tidak berhasil mengantar para pihak mencapai kesepakatan dalam hal cara
mediasi atau konsiliasi. Akan tetapi pernyataan ketidakberhasilan tersebut dinyatakan oleh BPSK, bukan oleh pihaksalah satu pihak yang bersengketa.
104
103
Lihat Pasal 45 ayat 4 UUPK beserta penjelasannya.
104
Ahmadi Miru, Op. cit, hlm. 228.
Penulis sependapat dengan pendapat Ahmadi Miru, karena bila ukuran ketidakberhasilan suatu penyelesaian sengketa
konsumen dan pelaku usaha di BPSK didasarkan pada pernyataan ketidak puasan sepihak dari salah satu pihak yang bersengketa, maka sengketa tersebut akan menjadi kompleks dan
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
memakan waktu yang cukup panjang. Padahal BPSK dibentuk untuk menyederhanakan proses penyelesaian sengketa konsumen dengan biaya murah dan waktu yang singkat.
Walaupun sudah tampak adanya usaha mempercepat penyelesaian sengketa konsumen, khususnya melalui BPSK, yang putusannya dinyatakan final dan mengikat,
105
Menurut hemat saya jalur tiga tahapan yaitu BPSK, Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung ini, terlalu kompleks dan membutuhkan waktu yang panjang. Proses ini
sama saja dengan penyelesaian sengketa perkara perdata pada umumnya, yaitu tetap melalui tiga tahapan peradilan, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah
Agung. Seharusnya proses penyelesaian sengketa konsumen ini dipersingkat tahapannya, misalnya hanya sampai pada Pengadilan Negeri saja. Bila salah satu pihak yang merasa tidak
puas atas keputusan BPSK, dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri. Keputusan Pengadilan Negeri menjadi keputusan yang bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat
lagi diajukan upaya hukum apapun baik banding maupun kasasi, karena hal tersebut hanya akan memperpanjang proses penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.
Dengan demikian masalah sengketa konsumen dan pelaku usaha dapat diwujudkan dalam peradilan yang sederhana, cepat dan berbiaya murah.
namun UUPK masih membuka kemungkinan pihak yang keberatan atas putusan tersebut, untuk mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri, hanya saja pihak yang tidak puas
atas putusan Pengadilan Negeri tersebut, tidak dapat lagi mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi melainkan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
105
Lihat ketentuan pada Pasal 54 ayat 3 UUPK dan penjelasannya.
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
Penyelesaian sengketa yang sederhana bagi konsumen yang tidak diatur dalam UUPK adalah small claim court atau small claim tribunal, yaitu pengadilan yang tujuan
utamanya adalah untuk mengadakan penyelesaian secara cepat dan murah terhadap tuntutan konsumen dalam jumlah kecil. Batasan jumlah kerugian yang diderita oleh
konsumen yang digolongkan kecil dapat ditentukan oleh undang-undang. Misalnya kerugian maksimal Rp.3.000.000,- tiga juta rupiah dapat digolongkan sebagai kerugian kecil. Sistem
hukum seperti tersebut di atas akan cukup membantu konsumen dalam menuntut ganti kerugian kepada pelaku usaha. Konsumen perumahan yang mengalami kerugian akibat
cacat produk purna transaksi yang tidak memperoleh tanggung jawab dari pelaku usaha akan sangat terbantu dengan adanya sistem hukum small claim court tersebut. Perbedaan
utama antara gugatan melalui small claim tribunal dengan pengajuan gugatan menggunakan sistem hukum biasa adalah dari segi waktu dan biaya yang jauh lebih cepat
dan murah.
106
106
Billy Low Naifah, Small Claims, Logman Singapore Publisshers, Siangpore, 1994, hlm. 12.
Di dalam PPJB rumah sebagaimana yang telah ditetapkan secara sepihak oleh pengembang, konsumen dapat melaporkan kepada BPSK segala tindakanperbuatan
pengembang yang dipandang merugikan hak-hak konsumen. BPSK akan mencatat laporan pengaduan dari konsumen tersebut, dan langkah pertama yang akan ditempuh oleh BPSK
adalah memanggil secara resmi pengembang untuk didengar penyelesaiannya serta mempertemukannya dengan konsumen yang membuat laporan pengaduan tersebut.
Pertemuan antara konsumen dengan pengembang untuk pertama kali tersebut disebut dengan konsiliasi. Konsiliasi maksudnya adalah mempertemukan pihak pengembang dan
konsumen yang bersengketa tersebut untuk menyatukan pandangan dan menemukan jalan keluar yang menguntungkan kedua belah pihak win-win solution pihak BPSK hanya
bersikap pasif saja mendengarkan.
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
Bila kesepakatan tidak tercapai maka BPSK akan mengambil alih masalah dan membentuk majelis hakim yang akan bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen
dengan pengembang tersebut. Hal ini dikenal dengan persidangan arbitrase. Di dalam persidangan pertama arbitrase tersebut diberi kesempatan kepada para pihak yang
bersengketa untuk kembali mengupayakan perdamaian. Bila perdamaian tersebut tidak juga tercapai, barulah dalam persidangan berikutnya dilakukan persidangan yang sesungguhnya
yaitu pemeriksaan alat-alat bukti yang diajukan oleh masing-masing pihak yang bersengketa. Keputusan akhir yang diambil oleh Majelis Hakim dalam sidang arbitrase pada
BPSK bersifat final dan mengikat kedua belah pihak. Cara lain yang dapat ditempuh oleh konsumen adalah dengan mengajukan gugatan
ke pengadilan proses litigasi. Namun pilihan litigasi ini tidak pernah dilakukan oleh konsumen dalam PPJB rumah yang dimaksud dalam penelitian ini, karena memakan waktu
dan biaya yang cukup lama dan mahal.
B. Tugas dan Kewenangan BPSK