Latar Belakang Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum

Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009. 16 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia baik yang berkeluarga maupun yang belum pasti menginginkan dan memiliki rumah sebagai tempat hunian dan juga tempat berteduh. Cita-cita ini akan diusahakan oleh setiap manusia untuk diraihnya meskipun dengan susah payah serta melalui prosedur yang cukup panjang untuk memilikinya. Dewasa ini banyak para pengembang yang menginvestasikan modalnya untuk melaksanakan pembangunan rumah dalam bentuk real estate, perumnas maupun perumahan sederhana lainnya dengan tujuan untuk dijual kepada para konsumen yang menginginkannya. Cara pembayaran pembelian rumah tersebut dapat dilakukan dengan tunai maupun kredit. Untuk pembelian tunai prosedur yang harus ditempuh oleh konsumen cukup singkat, yaitu dengan membayar sejumlah uang sesuai dengan harga rumah tersebut, pengembang mengurus surat-surat kepemilikan maupun balik nama atas nama konsumen tersebut, kemudian menyerahkannya kepada konsumen. Setelah segala surat menyurat mengenai kepemilikan rumah telah berada ditangan konsumen maka selesailah transaksi jual beli dengan menggunakan cara tunai tersebut. Untuk pembelian secara kredit konsumen harus menempuh prosedur hukum yang cukup panjang dan berliku untuk dapat memperoleh rumah yang diidamkannya. Dari mulai melakukan pemesanan atas rumah yang diinginkannya, pembayaran sejumlah uang sebagai biaya panjar maupun administrasi sebagaimana yang dipersyaratkan pengembang dan Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009. 17 kemudian membayar cicilan setiap bulannya sampai dengan jangka waktu cicilan yang telah disepakati bersama oleh konsumen dan pengembang berakhir. “Di dalam prosedur pembelian rumah secara kredit sering kali timbul masalah, diantaranya adalah ketika konsumen telah melunasi cicilannya kepada pihak pengembang, untuk mendapatkan rumah impian sebagai istana keluarga, tetapi sampai 2 tahun sejak pelunasan dilakukan, sertifikat tak kunjung terbit, akhirnya pada saat rumah akan diagunkan untuk mendapatkan modal kerja usaha keluarga, rumah tersebut tidak dapat menjadi agunan”. 1 “Kondisi seperti ini, siapa yang harus bertanggung jawab, Pengembang Perumahan pasti sudah tidak perduli, karena pada saat konsumen perumahan melakukan akad kredit dengan pihak Bank yang memberikan kredit, pengembang perumahan sudah mendapatkan pelunasan atas pembelian rumah tersebut oleh konsumen perumahan dari pihak Bank”. 2 “Dalam beberapa kasus di Indonesia, sangat banyak kasus Bank yang berani mengulurkan pinjaman kepada pengembang dengan agunan atau jaminan yang tidak jelas. Sehingga akibat hal ini, mudah di duga telah terjadi persekongkolan antara pengembang perumahan dengan pihak Bank, yang pada akhirnya kasus kasus seperti ini sangat banyak merugikan pihak konsumen perumahan.” 3 1 Koesno Wijardi, Pentingnya Rumah Buat Kehidupan, Pasundan, Cetakan ke 1, Bandung, 2008, hlm. 8. 2 Ibid. 3 Ibid, hlm. 8. Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009. 18 Kasus seperti ini tentunya sangat merugikan konsumen perumahan, akan tetapi, konsumen perumahan ini hanya dapat menunggu dan terus menunggu dan tidak berdaya memperjuangkan Hak-haknya sebagai konsumen perumahan. “Kedudukan para pihak dalam perjanjian kredit adalah konsumen sebagai nasabah debitur atau penerima fasilitas kredit, sekaligus sebagai pemberi kuasa kepada bank dalam melakukan pembelian rumah kepada pihak pengembang, sedangkan bank sebagai kreditur atau penyedia fasilitas kredit dan penerima kuasa dari konsumen untuk melakukan pembelian rumah.” 4 Hubungan hukum konsumen dengan pengembang dilandasi oleh perjanjian jual beli, dimana pihak pengembang sebagai penyedia perumahan dan konsumen sebagai pembeli. Bank sebagai penerima kuasa dari konsumen merupakan mitra dari pengembang. Perjanjian kredit bank biasanya merupakan perjanjian baku, yang didalamnya mengandung klausula baku yang memberatkan pihak konsumen sebagai nasabah debitur. Perjanjian baku ini dibuat oleh bank dengan dalil berdasarkan asas kebebasan berkontrak. 5 Klausula Baku atau Standardized Clause, adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Klausula Baku tersebut, biasanya merupakan isi atau ketentuan yang terdapat dalam kontrak standar atau standardized contract. Kontrak standar Sebagai upaya perlindungan hukum terhadap konsumen dari klausula baku yang merugikan konsumen maka dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur tentang larangan pencantuman klausula baku. 4 Mirza Sulaiman, Kedudukan Konsumen Dalam Perjanjian Perumahan, Pustaka Maju, Cetakan Ke II, Jakarta, 2007, hlm. 5. 5 Ibid. Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009. 19 tersebut merupakan perjanjian tertulis berupa formulir yang isi, bentuk serta cara penyelesaiannya dibakukan secara sepihak oleh pelaku usaha dan lazimnya hanya memberikan pilihan take it or leave it kepada konsumen. 6 a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha, Dalam prakteknya, klasula baku yang tercantum dalam berbagai kontrak standar atau perjanjian baku, banyak dilakukan dalam transaksi penjualankredit perumahan, kendaraan bermotor, asuransi, perbankan, dan lain lain. Dimana hal ini biasanya untuk mempermudah transaksi perjanjian usaha. Pada dasarnya perjanjian baku tidak dilarang bagi pelaku usaha yang ingin menerapkan perjanjian dengan konsumen, kecuali yang merugikan pihak lain atau konsumen. Biasanya isinya tertulis, ditetapkan secara sepihak untuk tujuan efisiensi dan dipersiapkan terlebih dahulu secara massal serta dicetak dalam jumlah banyak sehingga sudah tersedia setiap dibutuhkan. Masyarakat konsumen sama sekali tidak ikut bersama- sama menentukan isi perjanjian. Terdapat 8 negatif list klausula baku yang dilarang bagi pelaku usaha untuk diterapkan pada konsumen, yaitu : Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila : b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danataujasa yang dibeli oleh konsumen, c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen, d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran, 6 Ibid. Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009. 20 e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen, f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa, g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya, h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 7 Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapnya sulit dimengerti. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang isi, letak, bentuk dan pengungkapannya sulit dimengerti seperti diamanahkan pada Pasal 18 ayat 1 dan 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen dinyatakan batal demi hukum. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula agar sesuai dan memenuhi ketentuan Undang-undang Perlindungan Konsumen. Sementara itu, pengawasan pemerintah yang lemah terhadap perilaku usahawan serta tidak dipatuhinya Undang-Undang dan peraturan yang ada membuat kedudukan konsumen Indonesia semakin terabaikan. Konsumen di Indonesia terpaksa mengalah, jika berhadapan dengan pelaku usaha, meskipun mendapatkan produk atau layanan tidak berkualitas. Jika konsumen dirugikan, tidak ada jaminan bahwa dirinya akan mendapatkan ganti rugi memadai dari kerugian yang dialaminya. Bahkan bisa saja konsumen tidak mendapatkan ganti rugi sama sekali. 8 7 Lihat Pasal 18 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 8 Koesno Wijardi, Op.Cit, hlm. 8. Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009. 21 Dalam Undang Undang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya di singkat UUPK, disebutkan pengertian konsumen, perlindungan konsumen, pelaku usaha, serta cakupan UUPK. Dalam ketentuan umumnya, dijelaskan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya untuk menjamin adanya kepastian hukum, guna memberi perlindungan pada konsumen. Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ; Pertama, Undang-undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disingkat UUPK. Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen. 9 Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang danatau jasa, Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi dan menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha serta Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah : 9 Marzuki Ahmad, Perlindungan Konsumen di Indonesia, Media Indonesia, Edisi 6 April 2007, Jakarta, hlm. 8. Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009. 22 meningkatkan kualitas barang danatau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang danatau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. 10 Asas Manfaat, mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan, Asas Keadilan, partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil, Asas Keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual, Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang dikonsumsi atau digunakan, Asas Kepastian Hukum, baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Sedangkan Azas Perlindungan Konsumen adalah : 11 Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa, Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa, Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan, Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen, Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugipenggantian, apabila Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah : 10 Lihat Pasal 3 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 11 Lihat Ketentuan Tentang Azas Dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009. 23 barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 12 “Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan, Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa, Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.” Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah : 13 Klausula baku adalah perjanjian sepihak yang dilakukan oleh pelaku usaha tanpa pengikutsertaan konsumen. Ini dilarang. Termasuk perjanjian yang dicetak dibuat pada bon pembelian, karcistiket, dan tanda terima pembayaran lainnya. Kecuali, jika sebelumnya telah diberitahukan pada konsumen bahwa ada ketentuan yang dimaksud. Pembuktian terbalik adalah, dalam hal konsumen dirugikan pada penggunaan suatu barang, konsumen dapat menggugat pelaku usaha tanpa harus membuktikan sendiri cacat produk itu terlebih dahulu. Ini berlaku pula untuk pelayanan jasa, misalnya kesehatan. Beberapa istilah atau pasal penting yang harus dipahami, karena ini relatif baru dalam sistem hukum dan perundangan Indonesia, adalah klausula baku, pembuktian terbalik, class action, Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang disingkat BPKN, dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang disingkat BPSK. 14 12 Lihat Pasal 5 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 13 Lihat Pasal 5 Undang UndangNomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 14 Marzuki Ahmad, Op.Cit. hlm. 8. Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009. 24 Class action atau gugatan kelas tinggi, adalah menyangkut kerugian yang dialami sekelompok konsumen. Kelompok itu dapat menggugat pelaku usaha melalui perwakilan konsumen yang ditunjuk atau dapat diserahkan pada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang disingkat LPKSM. BPKN merupakan badan independen tingkat pusat yang dibentuk pemerintah untuk memberikan saran dan masukan pada pemerintah dalam hal kebijakan publik dan peraturan yang menyangkut perlindungan konsumen. Misalnya kebijakan pajak impor. Badan ini beranggotakan unsur pemerintah, pelaku usaha, LPKSM, pakar dan akademisi, yang diangkat presiden atas usul menteri dan sebelumnya dikonsultasikan ke DPR. Sedangkan BPSK adalah badan yang ada di daerah untuk penyelesaian sengketa antar pelaku usaha dan konsumen di luar peradilan. Hal ini untuk menyederhanakan penyelesaian masalah yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha, yang biasanya memakan waktu dan biaya tinggi. Dengan adanya UUPK ini, maka pelaku usaha dipaksa untuk lebih memperhatikan kepentingan konsumen, dengan mengikuti semua peraturan yang ada. Agar ini berjalan seperti yang diharapkan, pemerintah pun juga harus melaksanakan penegakan hukum bagi pelaku usaha yang masih melanggar ketentuan yang ada. Walapun Indonesia baru mengesahkan UUPK ini, perlindungan konsumen ini telah cukup lama di kenal di dunia internasional, misalnya konsumen Amerika Serikat telah menikmati hak dasarnya sejak 15 Maret 1962. Waktu itu Presiden John F Kennedy mencanangkan deklarasi empat hak dasar konsumen yakni hak atas keamanan, hak atas informasi yang benar, hak untuk didengar, dan hak untuk memilih. Deklarasi itu kemudian banyak digunakan oleh negara lain dan diakui secara internasional. Pada tahun 1985 PBB Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009. 25 menyatakan dalam Guidelines for Consumer Protection of 1985, isinya konsumen di mana pun mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak-hak dasar tertentu, terlepas dari kaya, miskin, ataupun status sosialnya. Artinya, konsumen Indonesia tidak perlu lebih lama lagi menunggu perlindungan atas hak dasarnya. 15 1. Bagaimanakah praktek pelaksanaan perjanjian pembelian perumahan antara pengembang dengan konsumen ? Berkaitan dengan hal tersebut di atas maka saya berminat untuk melakukan penelitian sesuai dengan latar belakang tersebut di atas, untuk mengkaji lebih lanjut tentang : Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan, sehingga dengan demikian, akan terjawab kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan yang terdapat di dalam penelitian ini.

B. Perumusan Masalah