Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
50
wajib membayar sejumlah uang muka dan uang administrasi lainnya yang berkenaan dengan pembelian rumah tersebut.
58
B. Isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Terhadap isi perjanjian pengikatan jual beli yang ditanda tangani oleh konsumen dan pengembang, ternyata pihak konsumen pada umumnya menyetujui seluruh isi
perjanjian pengikatan jual beli tersebut. Hal ini disebabkan karena konsumen tidak memiliki banyak pilihan terhadap sikap menyetujui atau tidak menyetujui isi dari perjanjian
pengikatan jual beli tersebut. Hanya ada dua pilihan bagi konsumen ketika berhadapan dengan formulir perjanjian pengikatan jual beli yang disodorkan oleh pengembang yaitu
take it ambil dan tanda tangani atau leave it tinggalkan. Konsekwensi pilihan yang pertama adalah konsumen telah siap memenuhi semua syarat dan ketentuan yang
ditetapkan oleh pengembang dan juga menanggung segala resiko yang berkaitan dengan kepemilikan rumah tersebut. Sedangkan konsekuensi pilihan kedua yaitu konsumen tidak
memperoleh rumah yang dicita-citakannya selama ini. Konsumen yang telah menandatangani formulir perjanjian pengikatan jual beli
tersebut, berarti telah memberikan persetujuannya terhadap semua syarat dan ketentuan yang tercantum dalam formulir perjanjian pengikatan jual berli tersebut dan
konsekuensinya konsumen telah mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut. Dengan
58
Ibid.
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
51
tercapainya kesepakatan terhadap isi perjanjian pengikatan jual beli tersebut berarti ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata telah terpenuhi.
Dari hasil wawancara di lapangan terhadap beberapa orang kosumen ternyata, para konsumen tersebut masih banyak yang tidak membacamemahami atau mengerti apa isi
perjanjian pengikatan jual beli yang telah ditanda tanganinya tersebut. ”Sebanyak lima orang konsumen mengaku tidak membaca isi perjanjian pengikatan jual beli tersebut
sebelum menandatanganinya”.
59
”Penelitian lapangan selanjutnya menunjukkan bahwa mengenai isi perjanjian pengikatan jual beli tersebut, ada enam konsumen yang menyatakan tidak setuju dengan isi
dari perjanjian pengikatan jual beli namun tetap menandatanganinya dengan alasan, tidak memiliki pilihan lain selain menandatangani perjanjian tersebut untuk memperoleh rumah
yang selama ini diidam-idamkan konsumen”
60
59
Hasil Wawancara dengan Bapak Hamidi Ruslan, Abdullah Rahmad, Surya Purnomo, Ibu Dewi Anwar dan Dumasari, Konsumen PT. Prima Sarana Mandiri Pada Hari Jumat Tanggal 1 Mei
2009 dari Pukul 10.00 sd 15.00 Wib di Kantor Pemasaran Perusahaan tersebut di Jl. Medan Tanjung Morawa Medan.
60
Hasil Wawancara dengan Bapak Junaidi Sueb, Jepry Kosasih, Burhan Sutadi, Ibu Rokiyah, Sunaryati, Rilowaty, Konsumen PT. Ira Inti Seraya Mandiri di Kantor Pemasaran Perusahaan Tersebut
di Jalan Medan Binjai Km. 13,5 No. 127 pada Hari Senin, tanggal 3 Mei 2009 Pukul 09.00 – 15.30 Wib.
. Dalam hal ini jelas terlihat posisi konsumen secara ekonomi dan keleluasaan untuk memilih sangat lemah dibanding kedudukan
pengembang, oleh karena itu pihak pengembang leluasa menentukan isi dari perjanjian pengikatan jual beli tersebut yang lebih banyak mencantumkan hak-haknya daripada
kewajiban-kewajibannya. Ketidakseimbangan pengaturan hak dan kewajiban antara
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
52
pengembang dengan konsumen dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut semakin melemahkan posisi konsumen dalam hal perlindungan hukum terhadap hak-haknya.
Berdasarkan penelitian selanjutnya, ketika ditanyakan kepada konsumen, apakah pernah mengetahui tentang perlindungan konsumen dan hak-hak yang seharusnya dimiliki
oleh konsumen perusahaman dalam perjanjian pengikatan jual beli, sebanyak 10 sepuluh orang konsumen menyatakan pernah, akan tetapi mengenai apa yang terdapat dalam
Undang-Undang Perlindungan konsumen yang berkaitan dengan hak-hak konsumen tidak diketahui dengan jelas dan terperinci. Hanya pernah mendengar saja dan mengetahui
secara sepintas saja.
61
”Bahkan ada sebanyak 5 lima konsumen yang sama sekali tidak mengetahui tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan hak-hak yang seharusnya
dimiliki oleh konsumen tersebut dalam perjanjian pengikatan jual beli.”
62
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengembang, bahwa pihak pengembang sendiri menyatakan sama sekali tidak pernah merugikan konsumen, karena
pihak pengembang selaku pelaku usahapun tentu tidak menginginkan terjadi hal-hal yang menimbulkan konflik antara konsumen dengan pengembang yang dapat berakibat
konsumen membatalkan jual beli rumah yang telah disepakati sebelumnya. Menurut pihak pengembang apabila ada keluhan-keluhan dari konsumen, maka pihak pengembang
berusaha untuk menanggapinya dan kemudian menyelesaikan dengan cara musyawarah dengan konsumen.
63
61
Hasil Wawancara dengan Ibu Julianti Rasta, Hariani, Bp. Rohim Suhasah, Kamaluddin, Erwin, Daryatmo, Daud Reza, Nurachman Robin Hadi Konsumen PT. Adya Satya Prakarsa Pada
Hari Rabu tanggal 29 Mei 2009, Pukul 10.00 Wib di Kantor Pemasarannya di Jl. Tanjung Anom No. 305 Medan.
62
Ibid
63
Hasil Wawancara dengan Pengembang PT. Argoria, Bapak Syamsudin Mahmud, Marketing Manager, Pada Hari Kamis Tanggal 30 Mei 2009, Pukul 11.00 Wib di Ruang Kerjanya,
Jl. Gunung Krakatau No. 175 Medan.
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
53
Apabila melihat kepada isi perjanjian pengikatan jual beli tersebut maka di dalam KUH Perdata tidak ditentukan, maka para pihak yaitu pihak pengembang dan konsumen
bebas. Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut,
sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut : a.
Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak b.
Tidak dilarang oleh undang-undang c.
Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku d.
Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.”
64
Isi perjanjian pengikatan jual beli antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain berbeda, hanya saja ada hal-hal tertentu dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut
yang harus tercantum dan selalu ada dalam perjanjian pengikatan jual beli itu, yaitu mengenai pokok perjanjian, cara pembayaran, masa pemeliharaan dan penyerahan,
perubahan bangunan, sanksi keterlambatan dan force majeure. Apabila dikaitkan dengan unsur essensialia, maka isi perjanjian yang sudah
ditetapkan oleh kedua belah pihak ini selalu harus ada dalam setiap perjanjian pengikatan jual beli, unsur mutlak, tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian pengikatan jual beli
tersebut itu tidak mungkin dapat terlaksana. Meskipun isi perjanjian pengikatan jual beli antara satu perusahaan berbeda tetapi untuk hal-hal tertentu tetap ada yang menjadi
essensialia dari perjanjian tersebut. Jadi dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut essensialianya adalah syarat tentang pokok perjanjian dan cara pembayaran.
65
64
Munir Fuady, Hukum Kontrak, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 30.
65
Menurut Pasal 1393 KUH Perdata, pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian. Jika dalam perjanjian tidak ditetapkan suatu tempat, maka pembayaran yang
mengenai suatu barang yang sudah ditentukan harus terjadi di tempat dimana barang itu berada pada saat perjanjiannya dibuat, Djohari Santoso dan Achmad Ali, Op.Cit, hlm. 96.
“
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
54
”Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa isi dari perjanjian pengikatan jual beli tersebut menurut para konsumen lebih menguntungkan pihak pengembang,
meskipun dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak tetapi biasanya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh pihak pengembang. Tidak ada konsumen yang menjawab isi perjanjian
pengikatan jual beli tersebut menguntungkan pihak konsumen.”
66
1. PT. Prima Sarana Mandiri, mencantumkan pada Pasal 3 ayat 3 yang
menyatakan sanksi atas keterlambatan pembayaran angsuran akan dikenakan denda sebesar 20 dua perseribu dari jumlah angsuran untuk setiap hari
keterlambatan. Dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut, terdapat klausul dalam perjanjiannya
mengenai keterlambatan pembayaran oleh pihak konsumen kepada pihak pengembang, sedangkan keterlambatan penyerahan bangunan dari pengembang kepada konsumen,
beberapa pengembang tidak mengaturnya, sehingga hal ini nampak perjanjian pengikatan jual beli tersebut lebih menguntungkan pihak pengembang terutama dalam soal sanksi
keterlambatan penyerahan bangunan. Beberapa pasal perjanjian pengikatan jual beli yang menunjukkan bahwa perjanjian pengikatan jual beli lebih menguntungkan pihak
pengembang dapat dilihat pada :
2. PT. Adya Satya Prakarsa, mencantumkan pada Pasal 4 ayat 4 yang menyatakan
sanksi atas keterlambatan pembayaran angsuran akan dikenakan denda sebesar 0,1 perhari dari setiap jumlah angsuran yang terhutang.
3. PT. Suka Sakti, mencantumkan pada Pasal 6 ayat 1 yang menyatakan sanksi
atas keterlambatan pembayaran angsuran akan dikenakan denda sebesar 10 satu permil dari jumlah terlambat dibayar.
4. PT. Ira Inti Seraya Mandiri, mencantumkan pada Pasal 2 yang menyatakan
sanksi atas keterlambatan pembayaran angsuran akan dikenakan denda sebesar 2 dua persen per bulan yang harus dibayar seketika.
5. PT. Bukit Indah Karya Sentosa, yang mencantumkan pada Pasal 8 ayat 2 yang
menyatakan sanksi atas keterlambatan pembayaran angsuran akan dikenakan denda sebesar 2 dua persen dari jumlah tagihan setiap hari keterlambatan.
67 66
Hasil Wawancara dengan para konsumen, antara tanggal 20 Maret 2009 sd 23 Mei 2009.
67
Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
55
Sebaliknya apabila dilihat dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut tidak ada sanksi untuk pengembang apabila terjadi keterlambatan penyerahan bangunan kepada
konsumen. Hal ini jelas bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya dibidang perlindungan konsumen yaitu Pasal 2 UUPK yang menyatakan
perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Menurut hukum perjanjian bahwa harus ada
keseimbangan antara para pihak yang melaksanakan perjanjian. Menurut UUPK para pihak yang melakukan perjanjian secara tertulis juga harus memperhatikan asas keseimbangan,
keadilan dan kesamaan di dalam mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hanya PT. Suka Sakti yang mencantumkan sanksi kepada pengembang apabila terlambat
menyerahkan rumah kepada konsumen yaitu dikenakan denda sebesar 10 satu permil, itu pun dalam klausulnya mencantumkan masih memberi kesempatan kepada pengembang
dalam jangka waktu 120 seratus dua puluh hari lagi untuk penyerahan yang terlambat dan kepada konsumen tidak pernah melalaikan kewajiban-kewajibannya serta konsumen pun
tidak dapat membatalkan perjanjian ini. Jadi meskipun ada dicantumkan dalam klausulnya mengenai sanksi atas keterlambatan penyerahan rumah kepada konsumen tersebut tetapi
tetap klausul tersebut lebih menguntungkan posisi pihak pengembang,
68
68
Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli. PT. Suka Sakti.
sedangkan pengembang lainnya sama sekali tidak mengatur tentang keterlambatan penyerahan
bangunan kepada konsumen dan kerugian-kerugian akibat keterlambatan itu juga tidak diperhitungkan.
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
56
Disamping itu juga hal lain yang dialami konsumen meskipun harga rumah berikut tanah telah dibayar lunas, dokumen-dokumen pemilikan rumah dan tanah, seperti Sertifikat
Hak Guna Bangunan HGB Pecahan dan Izin Mendirikan Bangunan IMB belum diberikandiserahkan atau diselesaikan. Seharusnya menurut hukum ketika konsumen telah
selesai membayar lunas harga rumah berikut tanah yang dibelinya, maka pada saat yang bersamaan pengembang wajib memberikan kuitansi tanda pelunasan berikut dokumen-
dokumen penting yang berkaitan dengan hak kepemilikan atas tanah dan rumah yang telah dibayar lunas oleh konsumen tersebut.
Mengenai pembatasan tanggung jawab pengembang atas klaimtuntutan konsumen. Dalam praktek penerapannya, dilakukan dengan mencantumkan klausula-
klausula dalam perjanjian pengikatan jual beli yang pada intinya menetapkan tenggang waktu untuk mengajukan klaim atas kondisi atau mutu bangunan atau hal-hal lain yang
dijanjikan pengembang, biasanya dalam perjanjian pengikatan jual beli dicantumkan klausula-klausula bahwa konsumen dapat mengajukan klaim kepada pengembang dalam
waktu 90 hari setelah serah terima bangunan, khususnya klaim mengenai kondisi atau kualitas bangunan, termasuk dalam hal ini masalah cacat tersembunyi, lewat dari waktu
yang ditetapkan secara sepihak itu, klaimtuntutan apapun tidak dilayani lagi. Pembatasan ini tidak adil bagi konsumen. Tenggang waktu 90 hari hanya cukup untuk meneliti kondisi
atau kualitas bangunan yang terlihat kasat mata. Untuk mengetahui cacat-cacat tersembunyi pada bangunan seperti konstruksi
bangunan, penggunaan semen yang tidak sesuai dengan perbandingan, dan sebagainya, tak
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
57
cukup dalam tenggang waktu itu. Klaim konsumen tentang konstruksi bangunan tak dilayani pengembang setelah melampaui jangka waktu itu, ini sama saja mengabaikan hak
konsumen untuk mendapatkan barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya.
Dalam keadaan ini pihak yang lebih kuat kedudukannya pengembang menggunakan kedudukannya itu untuk membebankan kewajiban yang berat kepada pihak
lainnya, sedangkan ia sendiri sedapat mungkin membatasi atau menyampingkan tanggung jawabnya termasuk pula dalam hal adanya cacat-cacat tersembunyi hidden defects pada
obyek perjanjian. Padahal menurut Subekti, penjual bertanggung jawab atas adanya cacat- cacat tersembunyi itu.
69
”Meskipun telah diperjanjikan bahwa si penjual tidak akan menanggung suatu apapun, namun ia tetap bertanggung jawab tentang apa yang berupa akibat dari suatu perbuatan
yang dilakukan olehnya, segala persetujuan yang bertentangan dengan ini adalah batal”.
Pasal 1493 KUH Perdata memang memungkinkan untuk mengurangi kewajiban salah satu atau kedua belah pihak. Pasal 1493 KUH Perdata menentukan sebagai berikut :
”Kedua belah pihak diperbolehkan dengan persetujuan-persetujuan istimewa, memperluas atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini, bahkan mereka itu
diperbolehkan mengadakan persetujuan bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung suatu apapun”.
Ketentuan ini sering digunakan untuk memojokkan konsumen secara hukum, padahal pasal selanjutnya Pasal 1494 KUH Perdata menegaskan bahwa :
69
Subekti, Op.cit, hlm. 19.
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
58
Berkenaan dengan ketidakfairan klausula-klausula dalam PPJB sebagaimana telah disebutkan, ada dua hal mendasar yaitu pertama, siapakah yang dapat mengontrol di luar
lembaga pengadilan bahwa pengembang dalam membuat kontrak standar tidak akan berbuat sewenang-wenang memasukkan kepentingan-kepentingannya, sebaliknya juga
mengesampingkan hak-hak pihak lainnya di dalamnya. Pada umumnya dalam merancang perjanjian pengikatan jual beli itu, pengusaha diwakili atau dibantu oleh legal officer dan
atau penasehat hukumnya. Legal Officer atau penasehat hukumnya bertindak untuk dan atas nama pengembang sehingga tidaklah mungkin bertindak untuk dan atas nama
konsumen. Kedua bagaimana caranya konsumen dapat mengusulkan membela kepentingannya
dalam perjanjian pengikatan jual beli yang disodorkan pengembang kepadanya, padahal dalam keadaan yang sama konsumen memerlukan produk pengembang. Secara teoretis,
dengan merujuk pada asas kebebasan berkontrak konsumen dapat meminta perbaikan atau perubahan klausula-klausula dalam perjanjian pengikatan jual beli. Akan tetapi dalam
prakteknya tidak mudah dilakukan. Pengembang dengan mudahnya mendalilkan : ”Kalau tidak setuju, substansi PPJB, silahkan cari pengembang yang lain,” padahal pengembang
yang lainnya juga menjalankan praktek demikian.
70
Dari kata-kata yang digunakan dalam pasal-pasal di atas terlihat bahwa isi perjanjian pengikatan jual beli lebih menguntungkan pihak pengembang, sehingga dapat dikatakan
bahwa perjanjian pengikatan jual beli tersebut tidak seimbang. Pihak konsumen apabila
70
Yusuf Shopie, Op. cit, hlm. 83.
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
59
terlambat membayar angsuran maka akan dikenakan denda atas keterlambatannya, sedangkan pihak pengembang apabila terlambat menyerahkan rumah kepada konsumen
tidak ada mengaturnya. Mengenai substansi lainnya yang pada umumnya dijumpai dalam klausula-klausula
perjanjian pengikatan jual beli dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Substansi Perjanjian Pengikatan Jual Beli
No. SubstansiPengaturan
Keterangan
1 Nama Kontrak
Sebutan yang digunakan pengembang terhadap PPJB.
2 Obyek yang diperjualbelikan
Obyek yang dibeli oleh konsumen rumah
3 Komponen nilai jual
Apa sjaa yang termasuk dalam nilai jual yang dibayar konsumen misalnya rumah
berikut penyediaan fasilitas PDAM, Listrik PLN, Telepon, Sertifikat Hak Milik dan
lain-lain. 4
Cara pembayaran Mekanisme atau tata cara pembayaran
nilai jualharga jual rumah Tunai, Tunai Bertahap, Fasilitas KPR.
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
60
5 Lokasi Pembayaran
Tempat dimana konsumen dapat melakukan transaksi pembayaran harga
jual di kantor pengembang, transfer di bank dan sebagainya.
6 Masa Pemeliharaan
Waktu yang diperlukan bagi pengembang untuk melakukan pemeliharaan rumah
setelah serah terima 1 bulan atau 3 bulan.
7
Force majeure
Apabila terjadi peristiwa di luar kekuasaan pihak pengembang, misalnya
karena pemogokan buruh, kerusuhan, pemberontakan, bencana alam dan lain-
lain maka pihak pengembang diberi jangka perpanjangan selama
berlangsungnya force majeure tersebut. 8
Pemindahan dan penyerahan hak Pihak konsumen tidak berhak
mengalihkan atau memindahkan seluruh atau sebahagian hak dan kewajiban
dalam perjanjian tanpa persetujuan tertulis dari pihak pengembang.
9 Biaya-biaya
Termasuk PBB, BPHTB, Restribusi, atau pungutan lainnya wajib ditanggung oleh
konsumen. 10
Perobahan bangunan Dilarang bagi konsumen untuk
mengadakan perobahanpenambahan bangunan sebelum harga pengikatan
dilunasi seluruhnya oleh konsumen. 11
Tenggang pengajuan komplain Jangka waktu untuk mengajukan
komplain kondisi bangunan setelah serah terima selama 1 bulan, 3 bulan.
12 Jaminan bebas sengketa
Jaminan dari pengembang bahwa obyek perjanjian bebas dari sengketa dengan
pihak lain. 13
Alasan pembatalan Pemutusan perjanjian secara sepihak
oleh pengembang atau konsumen atau Lanjutan Tabel 2.1
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
61
atas kesepakatan kedua belah pihak dengan berbagai akibatnya.
14 Sanksi bagi pengembang dan kosumen
Sanksi bagi pengembang bila terlambat menyerahkan banguan dan bagi
konsumen sanksi apabila terlambat melakukan transaksi pembayaran harga
jual. 15
Mekanisme penyelesaian sengketa Tata cara penyelesaian perselisihan
antara pengembang dengan konsumen misalnya musyawarah, gugatan di
pengadilan, arbitrase dan lain-lain. 16
Penandatanganan akte jual beli Para pihak berjanji dan mengikat diri
untuk membuat dan menandatangani akte jual beli atas rumah dihadapan PPAT
yang ditunjuk oleh pihak pengembang dengan syarat-syarat yang telah diatur
dalam perjanjian.
Sumber : Data Sekunder diambil dari Perjanjian Standard Pembelian Rumah Secara Cicilan dari PT. Prima Sarana Mandiri, PT. Adya Satya Prakarsa, PT. Suka Sakti, PT. Ira Inti Seraya
Mandiri dan PT. Bukit Indah Karya Sentosa, Tahun 2008.
Dari Tabel 2.1 tersebut di atas dapat dilihat bahwa substansi perjanjian pengikatan jual beli yang telah dibuat secara sepihak oleh pengembang tersebut lebih menguntungkan pengembang ketimbang konsumen. Hal ini terlihat dari substansi
perjanjian pengikatan jual beli tentang tanggung jawab pengembang mengenai kondisi bangunan rumah yang dibeli konsumen hanya berlaku selama satu sampai dengan tiga bulan sejak dilakukan serah terima dari pengembang kepada
konsumen. Bagaimana bila rumah tersebut mengalami kerusakan berat dengan sendirinya setelah melampaui waktu tiga bulan sebagaimana yang diperjanjikan ? secara yuridis bila mengikuti PPJB tersebut pengembang telah bebas dari
tanggung jawab atas kerusakan rumah tersebut. Dengan kata lain konsumen yang harus bertanggung jawab memperbaiki kerusakan rumah tersebut sedangkan pembayaran atas rumah tersebut wajib terus dilakukan oleh konsumen. Keadaan ini
jelas sangat merugikan konsumen. Substansi lain yang dipandang tidak seimbang adalah mengenai sanksi bagi pengembang bila terjadi keterlambatan penyerahan rumah maka konsumen berkewajiban menunggu sampai penyerahan
rumah oleh pengembang tersebut dapat dilakukan. Sedangkan bila konsumen terlambat membayar maka dikenakan denda oleh pengembang 0,1 perhari dihitung dari besarnya angsuran. Bila konsumen tidak menyetujui PPJB tersebut maka
perjanjian pengikatan jual beli tersebut dibatalkan oleh pengembang secara sepihak tanpa adanya pilihan atau musyawarah yang dapat dilakukan oleh konsumen terhadap pengembang. Konsekwensi dari batalnya PPJB tersebut adalah konsumen
tidak dapat memiliki rumah yang diinginkannya. Masa pemeliharaan yang wajib ditanggung jawabi oleh pengembang yang hanya tiga bulan memicu terjadinya konflik antara pengembang dengan konsumen bila pada
kenyataannya dikemudian hari setelah lewat masa pemeliharaannya tiga bulan tersebut, rumah yang dibeli konsumen benar-benar mengalami kerusakan namun tidak lagi ditanggung jawabi oleh pengembang, sedang konsumen tersebut harus
tetap melaksanakan kewajibannya membayar angsuran rumah tersebut. Jalan penyelesaian masalah yang terjadi yang terdapat dalam substansi PPJB memang dimungkinkan dengan jalan musyawarah. Namun bila dalam musyawarah tidak
tercapai kata mufakat maka jalur yang ditempuh adalah melalui proses litigasi. Dalam proses litigasi posisi konsumen dinilai cukup lemah dari segi pengetahuan, waktu dan biaya yang harus dikeluarkan. Menurut saya klausula penyelesaian
konflik sudah cukup lengkap, namun dalam praktek pelaksanaan penyelesaian konflik tersebut hendaknya lebih mengedepankan penyelesaian musyawarah untuk mufakat. Hal ini disebabkan bahwa PPJB rumah tersebut pada
Emmy Saragih : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri, 2009.
62
hakikatnya adalah suatu perjanjian yang pada akhirnya merupakan perjanjian jual beli rumah dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Dalam melaksanakan tugas pekerjaan pihak pengembang menyerahkan tugas pembangunan perumahan kepada pemborong dari pihak pengembang dengan ketentuan biaya yang sudah ditentukan oleh pihak pengembang. Sedangkan pihak
konsumen sebelum pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah tersebut harus sudah membayar angsuran uang muka down payment dan sisanya diselesaikan dengan fasilitas kredit pemilikan rumah. Tak jarang harga jual yang sudah
disepakati ternyata tidak diikuti dengan pelayanan yang baik kepada konsumen perumahan, mislanya kualitas bangunan, pelayanan pra jual maupun purna jual dan sebagainya. Oleh karena perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh
pengembang, faktor subyektivitas pengembang sangat mempengaruhi di dalam memasukkan kepentingan-kepentingannya di dalam perjanjian pengikatan jual beli. Sebaliknya sulit bagi konsumen untuk memperjuangkan kepentingan-
kepentingannya di dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut.
C. Cara Pembayaran Pembelian Rumah