BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA PEMILIK TANAH
DENGAN PENYEWA ATAS TANAH YANG TELAH DIBANGUN RUMAH OLEH BRR
A. Penyelesaian Sengketa Melalui Perdamaian
Secara teori mungkin masih benar pandangan bahwa dalam negara hukum yang tunduk kepada the rule of law, kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksana
kekuasaan kehakiman yang berperan sebagai katup penekan atas segala pelanggaran hukum dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu peradilan masih tetap relevan
sebagai tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang berfungsi dan berperan menegakkan kebenaran
dan keadilan.
117
Akan tetapi pengalaman pahit yang menimpa masyarakat dengan mempertontonkan sistem peradilan yang tidak efektif dan tidak efisien, dengan mana
peneyelesaian sengketa atau penyelesaian suatu perkara memakan waktu sampai puluhan tahun dan prosesnya pun bertele-tele yang dililit lingkaran upaya hukum
yang tidak berujung mulai dari banding, kasasi dan peninjauan kembali, padahal masyarakat pencari keadilan membutuhkan proses penyelesaian yang cepat dan tidak
bertele-tele sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama. Dalam hal ini kenyataannya dalam praktik berbicara sampai saat ini manusia
di negara manapun belum mampu menciptakan dan mendesain sistem peradilan yang
117
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm 229
Budi Hermanto : Tinjauan Hukum Atas Pengakuan Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Penyewa Studi Kasus Di Kampung Jawa Banda Aceh, 2009
efektif dan efisien. Ternyata, mendesain sistem peradilan yang efektif dan efisien itu tidaklah gampang karena terlampau banyak aspek yang saling bertabrakan. Dengan
mana terlampau banyak beragam kepentingan yang harus dilindungi, sedang pada sisi lain kepentingan itu saling bertentangan antara yang satu dengan yang lain. Pada satu
sisi harus dibuat sistem yang mampu melindungi kepentingan penggugat, disisi lain harus pula diberi perlindungan kepada tergugat yang mengalami kekalahan untuk
mengajukan upaya banding dan kasasi. Dengan mana pihak yang dimenangkan dalam pengadilan negeri menginginkan agar putusan tersebut langsung berkekuatan hukum
tetap sehingga dalam waktu yang relatif singkat putusan tersebut dapat dieksekusi, sementara disisi lain pihak yang dikalahkan dalam pengadilan negeri menginginkan
agar dibuka peluang untuk diajukan banding ataupun kasasi.
118
Penyelesaian sengketa melalui perdamaian jauh lebih efektif dan efisien, itu disebabkan pada masa belakangan ini berkembang berbagai cara penyelesaian
sengketa diluar pengadilan yang dikenal dengan istilah Alternative Dispute Resolution ADR dalam berbagai bentuk, yaitu :
1. Mediasi, yaitu melalui sistem kompromi diantara para pihak sedangkan pihak
ketiga yang bertindak sebagai mediator hanya sebagai penolong dan fasilitator saja. Dasar hukumnya adalah PERMA Nomor 2 tahun 2003 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan sebagai penyempurnaan dari SEMA Nomor 1 tahun 2002
118
Ibid, hlm.229-230
Budi Hermanto : Tinjauan Hukum Atas Pengakuan Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Penyewa Studi Kasus Di Kampung Jawa Banda Aceh, 2009
dan telah diganti dengan PERMA Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
119
2. Konsiliasi, yaitu melalui konsiliator dengan mana pihak ketiga yang bertindak
sebagai konsiliator berperan merumuskan perdamaian akan tetapi keputusan tetap ditangan para pihak.
3. Expert Determination, yaitu menunjuk seorang ahli untuk memberikan
penyelesaian yang menentukan. Oleh karena itu keputusan yang diambilnya mengikat kepada para pihak.
4. Mini Trial, yaitu para pihak sepakat untuk menunjuk seorang advisor yang akan
bertindak: a.
memberi opini kepada kedua belah pihak b.
opini diberikan oleh advisor setelah mendengar permasalahan sengketa dari kedua belah pihak
c. opini berisi kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak serta memberi
pendapat bagaimana cara penyelesaian yang harus ditempuh oleh para pihak.
120
Dalam hukum acara juga menghendaki agar hakim harus mendahului dilakukannya perdamaian diantara para pihak yang sedang bersengketa. Para pihak
menyelesaikan sendiri terlebih dahulu sengketa diantara mereka dengan melalui kesepakatan tanpa campur tangan dari hakim. Selanjutnya apabila terjadi kesepakatan
119
http:www.mahkamahagung.go.idimagesuploadedIMPLEMENTASI_MEDIASI.ppt.
120
Ibid, hlm.236.
Budi Hermanto : Tinjauan Hukum Atas Pengakuan Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Penyewa Studi Kasus Di Kampung Jawa Banda Aceh, 2009
diantara mereka maka kesepakatan perdamaian itu diminta kepada hakim untuk dituangkan dalam bentuk akta perdamaian. Dengan demikian tampak jelas terhadap
perdamaian yang disepakati para pihak yang berperkara itu intervensi hakim sangat kecil hanya berupa pembuatan akta perdamaian yang dijatuhkan sebagai putusan
pengadilan yang berisi amar menghukum para pihak untuk mentaati dan memenuhi isi perjanjian perdamaian tersebut.
121
Kenyataan dalam praktik yang dihadapi jarang dijumpai hakim mengeluarkan putusan perdamaian. Produk yang dihasilkan melalui peradilan dalam penyelesaian
perkara yang diajukan kepadanya hampir seluruhnya itu berupa putusan konvensional yang bercorak menang atau kalah winning or losing jarang ditemukan penyelesaian
perkara di pengadilan berdasarkan konsep sama-sama menang win-win solution. Berdasarkan fakta ini maka kesungguhan, kemampuan dan dedikasi hakim untuk
mendamaikan perkara boleh dikatakan sangat kurang. Hukum acara yang menghendaki perdamaian tidak berperan sama sekali
sebagai landasan hukum menyelesaikan perkara melalui perdamaian. Ada yang berpendapat bahwa kekurangan itu bukan semata-mata disebabkan faktor kurangnya
kemampuan, kecakapan, dan dedikasi hakim akan tetapi lebih didominasi oleh motivasi dan peran para advokat atau kuasa hukum dari para pihak yang bersengketa.
Mereka lebih cenderung mengarahkan pada proses litigasi berjalan terus mulai dari peradilan tingkat pertama sampai peninjauan kembali demi mengejar professional fee
121
Ibid, hlm.239.
Budi Hermanto : Tinjauan Hukum Atas Pengakuan Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Penyewa Studi Kasus Di Kampung Jawa Banda Aceh, 2009
yang besar dan berlanjut, disamping itu terdapat juga adanya gejala perilaku hakim yang tidak sungguh-sungguh untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa.
Pada umumnya sikap dan perilaku hakim dalam mendamaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya hanya bersifat formalitas, kalau begitu kekurangan
pengadilan dalam menghasilkan penyelesaian sengketa melalui perdamaian bukan karena distorsi dari pihak advokat atau kuasa hukum dari pihak yang besengketa saja
akan tetapi melekat pada diri pribadi para hakim yang lebih mengedepankan sikap formalitas daripada panggilan dedikasi dan seruan moral sesuai dengan ungkapan
yang mengatakan bahwa keadilan yang hakiki itu diperoleh pihak yang bersengketa melalui perdamaian.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka banyak permasalahan atau sengketa itu tidak diselesaikan melalui pengadilan, penyelesaian suatu masalah atau sengketa
dapat ditempuh dengan berbagai cara diluar pengadilan sebagaimana yang telah diuraikan diatas dan juga membawa banyak keuntungan bagi pihak-pihak yang
bersengketa apabila penyelesaian masalah atau sengekta dengan jalur perdamian 1851 KUHPerdata
122
. Penyelesaian sengketa melalui perdamaian, apakah itu dalam bentuk mediasi,
konsiliasi, expert determinition, ataupun mini trial mengandung berbagai keuntungan, diantaranya yaitu :
122
Dalam Pasal 1851 KUHPerdata disebutkan bahwa perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,
mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau pun mencegah timbulnya suatu perkara, hal ini berarti bahwa dengan perdamaian dapat mencegah timbulnya suatu perkara sampai ke pengadilan
karena para pihak menyelesaikan sendiri sengketa diantara mereka.
Budi Hermanto : Tinjauan Hukum Atas Pengakuan Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Penyewa Studi Kasus Di Kampung Jawa Banda Aceh, 2009
1. Penyelesaian bersifat informal
Penyelesaian melalui pendekatan nurani, bukan berdasarkan hukum dengan mana kedua belah pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum kepada
pendekatan yang bercorak nurani dan moral 2.
Yang menyelesaikan sengketa para pihak sendiri Penyelesaian tidak diserahkan kepada kemauan dan kehendak hakim atau arbiter
akan tetapi diselesaikan oleh para pihak sendiri sesuai dengan kemauan mereka karena merekalah yang lebih tahu hal yang sebenarnya dan sesungguhnya atas
sengketa yang dipermasalahkan. 3.
Jangka waktu penyelesaian pendek Pada umumnya jangka waktu penyelesaian hanya satu atau dua minggu atau
paling lama satu bulan, asal ada ketulusan dan kerendahan hati dari kedua belah pihak. Hal itulah yang mengakibatkan sengketa itu dapat dengan cepat
diselesaikan. 4.
Biaya ringan Boleh dikatakan tidak diperlukan biaya dalam menyelesaikan suatu sengekta,
meskipun ada sangat murah. Hal ini merupakan kebalikan dari sistem peradilan atau arbitrase yang harus mengeluarkan biaya yang mahal.
5. Aturan pembuktian tidak perlu
Tidak ada pertarungan yang sengit antara para pihak untuk saling membantah atau saling menjatuhkan pihak lawan melalui sistem dan prinsip pembuktian yang
Budi Hermanto : Tinjauan Hukum Atas Pengakuan Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Penyewa Studi Kasus Di Kampung Jawa Banda Aceh, 2009
formil dan teknis yang sangat menjemukan seperti halnya dalam proses arbitrase dan pengadilan.
6. Proses penyelesaian bersifat Konfidensial
Hal lain yang perlu dicatat bahwa penyelesaian sengketa melalui perdamaian itu benar-benar bersifat rahasia atau konfidensial, hal ini disebabkan oleh karena
penyelesaian sengketa dilakukan itu tertutup untuk umum dan yang mengetahui hal tersebut hanya mediator, konsiliator atau advisor maupun ahli yang bertindak
untuk membantu menyelesaikan sengketa tersebut. Dengan demikian tetap terjaga nama baik dari para pihak dalam pergaulan
masyarakat, tidak demikian penyelesaian sengketa bila melalui pengadilan dengan mana persidangan terbuka untuk umum sehingga dapat menjatuhkan martabat
seseorang. 7.
Hubungan para pihak bersifat kooperatif Oleh karena yang berbicara dalam penyelesaian sengketa adalah hati nurani maka
terjalin penyelesaian berdasarkan kerja sama, dengan mana kedua belah pihak tidak menabuh genderang perang dalam permusuhan akan tetapi dalam
persaudaraan dan kerja sama. Masing-masing pihak menjauhkan permusuhan dan dendam.
8. Komunikasi dan fokus penyelesaian
Dalam penyelesaian perdamaian terwujud komunikasi aktif diantara para pihak. Dalam komunikasi itu terpancar keinginan memperbaiki perselisihan dan
kesalahan masa lalu menuju hubungan yang lebih baik untuk masa depan, jadi
Budi Hermanto : Tinjauan Hukum Atas Pengakuan Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Penyewa Studi Kasus Di Kampung Jawa Banda Aceh, 2009
melalui komunikasi itu apa yang mereka selesaikan bukan masa lalu akan tetapi masa yang akan datang.
9. Hasil yang dituju sama menang
Hasil yang dicari dan dituju para pihak dalam penyelesaian perdamaian dapat dikatakan sangat luhur karena :
a. sama-sama menang yang disebut dengan konsep win-win solution, dengan
manjauhkan diri dari sifat egois dan serakah b.
dengan demikian tidak ada yang menang maupun yang kalah dalam penyelesaian suatu sengketa seperti halnya dalam pengadilan maupun
arbitrase. 10.
Bebas emosi dan dendam Penyelesaian sengketa melalui perdamaian itu meredam sikap emosional kearah
suasana bebas emosi selama berlangsungnya peneyelesaian maupun setelah penyelesaian dicapai yang tidak diikuti dendam dan kebencian akan tetapi rasa
kekeluargaan dan persaudaraan.
123
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan melalui mediasi harus dengan bantuan pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator yaitu penolong atau
fasilitator dalam menyelesaikan masalah atau sengketa yang ada diantara para pihak, seorang mediator harus bersikap netral dan tidak memihak. Bersikap netral itu berarti
bahwa seorang mediator itu harus bersikap bebas dan merdeka dari pengaruh siapapun dan bebas secara mutlak dari paksaan dari pihak manapun, sedangkan tidak
123
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm 236-238
Budi Hermanto : Tinjauan Hukum Atas Pengakuan Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Penyewa Studi Kasus Di Kampung Jawa Banda Aceh, 2009
memihak itu berarti bahwa seorang mediator tidak boleh bersikap diskriminatif tetapi harus memberi perlakuan yang sama kepada para pihak.
124
B. Sewa Menyewa Rumah Menurut Undang-undang Perumahan dan