Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilan atau ketertiban umum, demikian Pasal 1337 KUHPerdata menentukan. Perjanjian yang dibuat dengan sebab yang
terlarang tidak mempunyai kekuatan, sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 1335 KUHPerdata.
61
4. Tempat Lahirnya Perjanjian
Dalam hukum perjanjian ada suatu azas yang dikenal dengan azas konsensualitas. Dengan azas ini sudah ada kriteria tentang saat lahirnya suatu
perjanjian. Sebenarnya adalah sangat sulit untuk menentukan sejak kapan lahirnya suatu perjanjian, apakah sejak adanya kata sepakat atau apabila setelah syarat-syarat
dari perjanjian semua dipenuhi. Akan tetapi dengan adanya azas konsensualitas tersebut hal ini tidak merupakan suatu masalah lagi.
Oleh Subekti dikatakan bahwa “menurut azas konsensualitas, suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya
kesepakatan atau persetujuan antar kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian”.
62
Suatu sepakat adalah suatu persesuaian paham dan merupakan kehendak pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang
satu adalah juga merupakan keinginan dari pihak yang lain, meskipun kehendak tersebut tidak bersamaan tetapi secara timbal balik, dimana akhirnya kedua kehendak
itu berpadu satu sama lain.
61
Suryodiningrat R. M, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung: Tarsito, 1982, hlm 65
.
62
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia Jilid I Bagian Kedua , Jakarta: Rajawali, 1981, hlm 26
Budi Hermanto : Tinjauan Hukum Atas Pengakuan Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Penyewa Studi Kasus Di Kampung Jawa Banda Aceh, 2009
Dari uraian di atas jelaslah bahwa untuk mengetahui apa yang telah dilahirkan suatu perjanjian, atau kapankah perjanjian itu dilahirkan, maka harus diperhatikan
dahulu apakah telah tercapai sepakat dan bila tercapai sepakat tersebut, oleh karena suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat.
Apabila kata sepakat tersebut diterbitkan melalui surat-surat, telegram atau dalam pembicaraan via telephone misalnya apabila seseorang melakukan penawaran,
dan penawaran itu diterima oleh orang lain secara tertulis dalam keadaan ini lahirnya perjanjian tersebut apakah pada detik dikirimkannya surat ataukah pada detik
diterimanya surat itu oleh pihak yang melakukan penawaran. Dalam hubungan ini, Subekti mengatakan :
Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran offerte menerima jawaban yang
termaktub dalam surat tersebut sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan.
63
Untuk itu menurut Subekti persetujuan kehendak itu dapat ternyata dari tingkah laku berhubung dengan kebutuhan lalu lintas masyarakat dan kepercayaan,
yang diakui oleh pihak lainnya baik secara lisan maupun secara tertulis termasuk telegram atau pun pembicaraan lewat via telephone, contohnya seorang naik bis kota,
dengan perbuatan naik bis kota itu ada persetujuannya untuk membayar ongkos dan kondektur ternyata menerima ongkos tersebut. Ini berarti kondektur bis telah setuju
mengikatkan diri untuk mengangkut penumpang itu walaupun tidak dinyatakan dengan tegas. Demikian juga persetujuan atau perjanjian melalui telegram atau pun
63
J. Satrio, Hukum Perjanjian Perjanjian Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1992, hlm. 28
Budi Hermanto : Tinjauan Hukum Atas Pengakuan Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Penyewa Studi Kasus Di Kampung Jawa Banda Aceh, 2009
pembicaraan lewat via telephone asalkan diakui dan dipercaya oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut maka perjanjian tersebut telah lahir diantara
mereka. Demikian juga halnya mengenai tempat atau daerah domisili pihak yang
mengadakan penawaran itu berlaku sebagai tempat lahir atau ditutupnya suatu perjanjian.
Tempat adalah sangat penting untuk menentukan hukum manakah yang berlaku, jika kedua belah pihak berada di tempat atau negara yang berlainan ataupun
adat kebiasaan mereka tidak sama. Seseorang menepati janjinya adalah disebabkan pertama-tama adanya kaedah
agama dan kesusilaan. Disamping itu seseorang menepati janji adalah karena hukum telah mengatur dan memberi sanksi-sanksi kepada setiap orang yang tidak memenuhi
janjinya. Pada hakekatnya merupakan kehendak umum bahwa janji seseorang dapat
dipercaya oleh karena keadaan menghendaki bahwa orang harus menepati janjinya, sebab dalam Pasal 1338 KUHPerdata telah disebutkan bahwa setiap perjanjian itu
harus dilaksanakan dengan itikad baik, untuk itu setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan sepenuhnya oleh para pihak sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam
perjanjian tersebut.
5. Pembatalan Dan Hapusnya Suatu Perjanjian a. Pembatalan Suatu Perjanjian