Arti dan dasar pertanggungjawaban pidana

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MELANDASI PERTANGGUNGJAWABAN

PIDANA

A. Arti dan dasar pertanggungjawaban pidana

Pertanggungjawaban atau yang dikenal dengan konsep liability dalam segi falsalah hukum, seorang filosof besar abad ke 20, Roscoe Pound menyatakan bahwa: I…use the simple word liability for the situation whereby one may exact legally and other is legally subjected to the exaction. 106 Pertanggungjawaban pidana diartikan oleh Pound, adalah sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dari seseorang yang telah dirugikan, 107 menurutnya juga bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan tersebut tidak hanya menyangkut masalah hukum semata akan tetapi menyangkut pula masalah nilai-nilai moral ataupun kesusilaan yang ada dalam suatu masyarakat. Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing disebut sebagai toereken- baarheid, criminal responsibility, criminal liability, Pertanggungjawaban pidana di sini dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat 106 Roscoe Pound, An Introduction to the Philosophy of Law dalam Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, Cet. II, Bandung: Mandar Maju, 2000, hal. 65 107 Romli Atmasasmita, Ibid. Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 dipertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak terhadap tindakan yang dilakukannya itu. 108 Dalam konsep KUHP tahun 19821983, pada Pasal 27 menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindak pidana berdasarkan hukum yang berlaku, secara obyektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat Undang-undang untuk dapat dikenai pidana karena perbuataanya. 109 Diteruskannya celaan ini berdasarkan telah terjadi tindak pidana yang melahirkan akibat hukum dari perbuatan tersebut. Secara objektif bahwa perbuatan tersebut patut dicela berdasarkan undang-undang. Dalam hukum Islam, pertanggungjawaban hanya dibebankan pada orang yang masih hidup serta orang tersebut sudah mukallaf, jika seseorang belum mencapai umur pada mukallaf atau belum baligh maka hukum tidak membebankan apapun kepadanya, hukum Islam juga tidak membebankan hukum terhadap orang yang dalam keadaan terpaksa atau dipaksa, tidak juga terhadap orang yang hilang akal sehatnya dikarenakan bukan sebab disengaja seperti mabuk karena meminum minuman khamar atau minuman yang memabukkan lainnya. Pertanggungjawaban pidana dalam syariat Islam diartikan sebagai pembebenan seseorang dengan hasil akibat perbuatan atau tidak ada perbuatan yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, dimana ia mengetahui maksud-maksud 108 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Cet. 4, Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem, 1996, hal. 245 109 Djoko Prakoso, Op Cit., hal. 75 Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 dan akibat-akibat dari perbuatannya itu. 110 Pembebanan tersebut dikarenakan perbuatan yang dilakukan itu adalah telah menimbulkan sesuatu yang bertentangan dengan hukum, dalam arti perbuatan yang dilarang secara syar’i, baik dilarang melakukan atau dilarang meninggalkan. Pembebanan juga dikarenakan perbuatan itu sendiri dikerjakan berdasarkan keinginan dan kehendak yang timbul dalam dirinya bukan dorongan yang ditimbulkan oleh orang lain secara paksa dipaksakan. Dapat dianggap adanya pertanggungjawaban pidana, jika seseorang itu memenuhi tiga syarat, yaitu; 1 adanya perbuatan terlarang, 2 mempunyai keinginan dan kemauan, dan 3 mengetahui akibatnya. Namaun jika tidak terdapat ketiga hal tersebut dinyatakan tidak ada peertanggungjawaban baginya, pembebasan ini di dukung oleh dalil Hadits. ハ ユヤボャや ノプケ ヴ娃わェ ヴヤわらヨャや リハヱ ナボΒわジΑ ヴわェ ユもゅレャや リハ る⇒をΚを リ ゲらムΑ ヴわェ ヶらダャや リハヱ ぺゲらΑ . Dihapuskan ketentuan dari tiga hal; dari orang tidur sampai ia bangun, dari orang yang gila sampai ia sembuh dan dari anak kecil sampai ia dewasa Secara hukum, paksaan baru dianggap paksa manakala dipenuhi syarat-syarat terpaksa, yaitu; 1 Ancaman bersifat mulji yakni yang akan mengakibatkan bahaya 110 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Op Cit., hal. 154; lihat juga dalam Ahmad Wardi Mislich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah, Jakarta: Sinar grafika, 2004, hal. 74; lihat juga Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam Penerapan Syariat Islam dalam Konteks Modernis, Jakarta: Asy Syaamil Press grafika, 2001, hal. 166 Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 yang besar ancaman yang menyangkut keselamatan nyawa dan anggota badan sehingga dapat menghapus kerelaan, 2 Ancaman harus berupa perbuatan yang dilarang oleh syara, 3 Ancaman harus seketika mesti hampir terjadi saat itu juga yang dikhawatirkan akan dilakukan jika orang yang dipaksa tidak melaksanakan perintah pemaksa, 4 Orang yang memaksa harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan ancamannya, 5 Orang yang menghadapinya harus berkeyakinan bahwa orang tersebut akan benar-benar melaksankan ancamannya. 111 Di samping itu yang paling penting adalah perbuatan yang dikerjakan diketahui pasti oleh orang yang melakukannya akan akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya itu. Melakukan perbuatan yang dilarang dan atau meninggalkan perbuatan yang diwajibkan adalah salah satu perbuatan yang mencakup semua unsur-unsur fisik dari kejahatan tersebut, karnanya pertanggungjawaban pidana tidak dapat dilakukan jika secara Undang-undang tidak menimbulkan atau tidak menampakan unsur-unsur tersebut sebagai faktor penentu. Di samping itu Perbuatan tersebut dikerjakan atas kemauan sendiri, artinya si pelaku memiliki pilihan yang bebas untuk melaksanakan atau tidak melakukan perbuatan tersebut, yang lebih penting lagi bahwa si pelaku tersebut mengetahui akan akibat perbuatan yang dilakukan. Karena larang-larangan tersebut berasal dari syara’ maka larangan-larangan tadi harus ditujukan paa orang-orang yang berakal sehat. Hanya orang yang berakal 111 Ali Yafie, Ahmad Sukarja, Muhammad Amin Suma, dkk, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jilid II, Jakarta: Kharisma Ilmu, 2008, hal. 223 Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 sehat saja yang dapat menerima panggilan khithab dan oleh sebab itu mampu memahami pembebanan taklif dari syara’. Masyarakat memandang bahwa perbuatan yang dilarang itu merupakan perbuatan yang dapat membahayakan sistem masyarakat itu sendiri, membahayakan aqidah, membahayakan harta dan kehormatan, kehidupan individu maupun sosial, juga menyangkut kemashlahatan individu dan tatanan masyarakat. Setiap perbuatan yang dilarang dalam hukum Islam bukan hanya karena zatnya akan tetapi membendung akibat buruk dan demi melindungi masyarakat dari kerusakan serta memelihara tatanan mayarakat dari keruntuhan. Tujuan pengharaman suatu perbuatan adalah untuk kemashlahatan masyarakat, sedangkan tujuan penetapan hukuman adalah sebagai sarana untuk melindungi masyakat serta sistemnya. Pertanggungjawaban pidana sudah muncul sejak zaman Revolusi Perancis, pada masa itu tidak saja manusia yang dapat dipertanggungjawabkan tindak pidananya bahkan hewan atau benda mati lainnya pun dapat dipertanggungjawabkan tindak pidana. Seseorang tidak saja mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukannya, akan tetapi perbuatan orang lain juga dapat dipertanggungjawabkan karena pada masa itu hukuman tidak hanya terbatas pada pelaku sendiri tetapi juga dijatuhkan pula pada keluarga atau teman-teman pelaku meskipun mereka tidak melakukan tindak pidana. Hukuman yang dijatuhkan atas satu jenis perbuatan sangat berbeda-beda yang disebabkan oleh wewenang yang mutlak dari seorang hakim untuk menentukan bentuk dan jumlah hukuman. Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 Namun setelah revolusi Perancis pertanggungjawaban pidana didasarkan atas dasar falsafah kebebasan berkehendak yang disebut dengan teori tradisionalisme mazhab taqlidi, kebebasan berkehendak dimaksudkan bahwa seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas dasar pengetahuan dan pilihan, menurut teori ini seseorang yang pada usia tertentu dapat memisahkan dan membedakan mana yang dikatakan perbuatan baik dan mana yang tidak baik. 112

B. Objek pertanggungjawaban pidana