Asas Hukum Pidana Nasional

BAB II EKSISTENSI ASAS DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

A. Asas Hukum Pidana Nasional

Dalam setiap Negara hukum dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya, yaitu segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas perarturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sampai saat ini, merupakan hukum pidana yang telah dikodifikasikan, yaitu sebagian besar aturannya telah disusun dalam suatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP. Secara umum hukum pidana mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpelihara ketertiban umum. Kebutuhan akan kepentingan masyarakat tersebut satu sama lain tidak akan dapat terpenuhi secara merata dan satu sama lainnya tetap akan berbeda. Tentu saja dalam memenuhi kebutuhan tersebut masyarakat akan bersikap dan berbuat menurut kebutuhan yang didapatkan. Untuk itu hukum akan memberikan rambu-rambu sebagai batasan tertentu sehingga sikap dan perbuatan masyarakat tersebut tidak semena-mena dan tidak sebebas-bebasnya, hal ini merupakan salah satu fungsi dari hukum itu sendiri. Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 Di samping itu secara khusus hukum pidana berfungsi, yaitu: 64 1. Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang menyerang dan memperkosa kepentingan hukum tersebut 2. Memberi dasar legitimasi bagi Negara 3. Mengatur dan membatasi kekuasaaan Negara Kepentingan hukum rechtsbelang adalah segala kepentingan yang diperlukan dalam berbagai segi kehidupan manusia, baik manusia sebagai pribadi, manusia sebagai kelompok masyarakat atau manusia sebagai anggota suatu Negara, yang wajib dijaga, dipelihara dan dipertahankan agar tidak dilanggar atau disewenang-wenangkan oleh sikap atau perilaku maupun perbuatan manusia lainnya. Memberikan dasar legitimasi bagi Negara dimaksudkan adalah berupa hak untuk menjalankan hukum dengan menjatuhkan pidana, hak untuk menyerang kepentingan hukum manusia atau warganya adalah berupa kekuasaan Negara yang sangat besar, sehingga Negara dapat menjalankan fungsi dari hukum pidana itu sendiri yaitu mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi dengan sebaik- baiknya. Akan tetapi sebaliknya perlindungan hukum itu tidak berakibat kepada terganggunya perlindungan hukum masyarakat lainnya, setidaknya mengurangi atau mengeliminir dari kesewenang-wenangan kekuasaan Negara dalam menjalankan fungsi hukum itu. 64 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Cet. I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hal 15 Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 Hukum pidana dibentuk dan disusun dengan maksud dapat mempertahankan kepentingan hukum masyarakat dengan cara dilindungi dan dijaminnya kedamaian dan ketertiban. Hukum itu sendiri berisikan nilai-nilai dan asas-asas yang dapat dipahami dari aspirasi hukum yang optimal dan dapat dipahami sebagai ukuran untuk teori hukum dan praktek hukum. Asas hukum merupakan ungkapan-ungkapan hukum yang sangat umum, sebagian merupakan sebagai kesadaran hukum serta keyakinan kesusilaan kelompok manusia, 65 sebagian yang lain merupakan dasar pemikiran dibalik Undang-undang dan Yurisprudensi. Apabila ada peraturan perundang- undangan yang tidak didukung oleh suatu asas hukum, maka peraturan itu kehilangan diri dari sifat hukum. 66 Dalam hukum pidana positif dikenal beberapa asas yang penting untuk diketahui, karena dengan adanya suatu asas dapat membuat suatu hubungan dan susunan agar hukum pidana yang berlaku dapat dipergunakan secara sistimatis, kritis dan harmonis. Pada hakekatnya asas dari pada hukum pidana itu dapat digolongkan kepada 2 dua macam, yaitu; asas yang dirumuskan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau perundang-undangan lainnya dan asas hukum yang tidak dirumuskan dan menjadi asas hukum yang tidak tertulis dan di anut di dalam yurisprudensi. 67 65 Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, terbitan kelima, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, hal. 14 66 Bambang Poernomo, Ibid. 67 Bambang Poernomo, Ibid Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 Berkaitan dengan kedua asas tersebut di atas, menjadi hal pokok dalam menjatuhi hukuman pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana. Tercantumnya asas Tiada suatu perbuatan feit yang dapat di pidana selain berdasarkan ketentuan perundang-undangan pidana yang mendahuluinya dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP adalah asas yang disebut dengan asas legalitas, sering juga dipakai istilah bahasa Latin, yaitu Nullum delictum nulla poena sine praevia lege. 68 Ucapan ini berasal dari Paul Johann Anselm Von Feuerbach 1775 – 1833, seorang sarjana hukum pidana Jerman, dialah yang merumuskannya dalam pepatah Latin, dalam bukunya Lehrbuch des peinlichen Recht pada tahun 1801. 69 Sering juga dipakai istilah Latin: ”Nullum crimen sine lege stricta yang dapat disalin istilah tersebut dengan tiada delik tanpa ketentuan yang tegas. 70 Hazewinkel–Suringa memakai kata-kata dalam bahasa Belanda Geen delict, geen straf zonder een voorafgaande strafbepaling sebagai rumusan pertama dan Geen delict zoonder een precieze wettelijke bepaling sebagai rumusan yang kedua. 71 68 Andi Hamzah, Azas-azas Hokum Pidana, edisi revisi, cet. kedua, Jakarta: Renika Cipta, 1994, hal. 39 69 Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, cet. Keempat, Jakarta: Bina Aksara, 1983, hal. 23 70 Andi Hamzah, Op Cit., hal 40 71 Andi Hamzah, Ibid. Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 Ada dua hal yang dapat dirumuskan dari asas tersebut: 72 1. Jika suatu perbuatan yang dilarang atau pengabaian sesuatu yang diharuskan dan diancam dengan pidana, maka perbuatan atau pengabaian tersebut harus tercantum di dalam undang-undang pidana. 2. Ketentuan tersebut tidak boleh berlaku surut, dengan satu kekecualian yang tercantum di dalam Pasal 1 ayat 2 KUHP. Menurut beberapa pengarang dalam ilmu hukum pidana, menyebutkan bahwa rumusan Nullun delictum berasal dari ajaran Montesquieu yang umumnya terkenal dengan ajaran Trias politika. Kita tahu bahwa maksud ajaran trias politika itu melindungi kemerdekaan pribadi individu terhadap tindakan sewenang-wenangan dari pihak pemerintah Negara. Di samping itu ajaran Montesquieulah yang malakukan pertentangan yang hebat terhadap peradilan Arbitrer, 73 tidak saja Montesquieu, John Locke juga memperjuangkannya sebagai suatu keinginan untuk mewujudkan kepastian hukum bagi perorangan. Dari perjuangannya itu John Locke mendapatkan penghargaan Neersslag dalam Constitusi Amerika dan revolusi Perancis Bagi Indonesia kiranya semua peraturan dapat dirumuskan secara sederhana dan terang, sehingga dapat dirasakan dan dimengerti oleh rakyat dan berurat berakar di bumi Indonesia. Hal ini tidak lain dimaksudkan baahwa asas legalitas kiranya 72 Andi Hamzah, Ibid. 73 E. Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Cet. Kesebelas, Jakarta: Sinar Harapan, 1989, hal. 388. lihat juga Oemar Seno Adji, Hukum Acara Pidana dalam Prospeksi, Cet. Keempat, Jakarta: Erlangga, 1984, hal. 166 Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 dapat diperlonggar. Dengan tidak mengenyampingkan asas dalam hukum pidana Indonesia bahwa dalam Pasal 16 Ugolowny Kodex Uni Soviet 1922, menetapkan antara lain bahwa suatu perbuatan yang kendatipun tidak Tatbestandmassig tidak tercantum dengan tegas dalam Undang-undang, juga diancam pidana pembuatnya, bila dipandang membahayakan keutuhan masyarakat socially dangerous. 74 Di tinjau dari sisi lain bahwa rumusan Nullum delictum nulla poena sine praevia lege tersebut di atas agak lebih sempit karena menggunakan istilah perbuatan, sedangkan hukum pidana tidak saja menyangkut perbuatan aktif yang dalam istilah bahasa Indonesia dinamakan perbuatan tetapi juga perbuatan pasif pengabaian, bahkan dalam hukum pidana ekonomi mengenal adanya peristiwa pidana yang ditimbulkan oleh pembuat yang sudah mati. 75 Perwujudan asas lagalitas hukum dalam lapangan hukum pidana oleh para ahli sering diwujudkan menjadi beberapa masalah yaitu dalam hubungannya antara The rule of law dengan perlindungan Hak Asasi Manusia, The rule of law dengan proses kriminal, The rule of law dengan pengadilan yang bebas dari pengaruh kekuatan luar masih banyak lagi permasalahan yang serupa, dan juga bahwa the rule of law kaitannya dengan asas lagalitas yaitu Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali tetap tegak dalam bentuknya di tengah-tengah perubahan dan pergolakan masyarakat, dengan pengaruh dan effeknya terhadap kehidupan hukum sebagai suatu palladium dari kepastian hukum dan persamaan dalam hukum. Roelan 74 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidna I, Cet. II, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hal. 36 75 Zainal Abidin Farid, ibid., hal. 131 Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 Saleh menyatakan bahwa asas itu merupakan dasar pokok tentang perbuatan pidana, karena tanpa adanya ketentuan hukum pidana lebih dahulu mengenai apa yang dilarang dan apa yang diperintahkan untuk dilakukan maka tidaklah diketahui adanya perbuatan pidana. 76 Perumusan asas legalitas dimaksudkan supaya dalam menentukan perbuatan- perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja tentang macamnya perbuatan yang harus dituliskan dengan jelas, akan tetapi juga macamnya pidana akan diancamkan. Dengan demikian, maka orang yang akan melakukan perbuatan yang dilarang akan dapat diketahui pidana apa yang akan dijatuhkan kepadanya jika nanti perbuatan itu dilakukan. Nah dari itu dapat diketahui bahwa asas legalitas mengandung makna, diantaranya ; 77 1. Ketentuan dapat dipidananya suatu perbuatan harus terjadi melalui Undang- undang yang dibuat oleh Negara atau berdasarkan kekuatan Undang-undang dalam arti formal. 2. Bahwa pembentukan Undang-undang yang lebih rendah dapat membuat peraturan pidana selama mendapatkan legitimasi dari undang-undang dalam arti formal 76 Zainal Abidin Farid, ibid., hal. 42 77 Teguh Prasetyo dan Adul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana; Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Op Cit., hal. 26 Usammah : Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam, 2008 USU e-Repository © 2008 tetapi tidak boleh menciptakan sanksi pidana selain yang ditentukan oleh undang- undang dalam arti formal. 78 Asas ini mengandung makna asas perlindungan, yang secara histories merupakan reaksi terhadap kesewenang-wenangan penguasa di zaman Ancien Regime serta jawaban atas kebutuhan fungsional terhadap kepastian hukum yang menjadi keharusan di dalam suatu Negara liberal pada waktu itu. Sekarang pun keterikatan negara-negara hukum modern terhadap asas ini mencerminkan keadaan bahwa tidak ada suatu kekuasaan Negara yang tanpa batas terhadap rakyatnya dan kekuasaan Negara pun tunduk pada aturan-aturan hukum yang telah ditetapkan.

B. Asas Hukum Pidana Islam