Kualitas pelayanan publik dapat dilihat dari aspek proses dalam pelayanan maupun dari out-put atau hasil pelayanan.
1. Pelayanan Publik yang Efisien
Efisiensi dapat didefenisikan sebagai perbandingan yang terbaik antara input dan output. Dengan demikian, apabila suatu output dapat dicapai dengan input yang
minimal maka dinilai efisien input dalam pelayanan publik dapat berupa uang, tenaga, waktu dan materi lain yang digunakan untuk menghasilkan atau mencapai
suatu output. Artinya, harga pelayanan publik harus dapat terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat. Disamping itu, masyarakat dapat memperoleh
pelayanan masyarakat. Disamping itu, masyarakat dapat memperoleh pelayanan publik dapat dilakukan dengan cepat dan hemat tenaga.
Efisiensi dalam pelayanan publik dapat dilihat dari perspektif pemberi layanan maupun pengguna layanan. Dari perspektif pemberi layanan, organisasi peberi
layanan harus mengusahakan agar harga pelayanan mudah dan tidak terjadi pemborosan sumber daya publik. Pelayanan publik sebaiknya melibatkan sedikit
mungkin pegawai dan diberikan waktu yang singkat. Demikian juga dari perspektif pengguna layanan, mereka menghendaki pelayanan publik dapat dicapai dengan
biaya yang murah, waktu singkat, dan tidak banyak membuang energi.
2. Pelayanan Publik Yang Responsif
Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat menyusun prioritas kebutuhan dan
mengembangkannya ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas mengukur
Putri Eka Ramadhani: Pemberian Izin industri Dalam Rangka Public Service Pemerintah Daerah Untuk Melakukan Upaya Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Study Di Kota Medan, 2007.
USU e-Repository © 2008
daya tangkap organisasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan warga pengguna layanan. Tujuan utama pelayanan publik adalah memenuhi
kebutuhan warga pengguna agar dapat memperoleh pelayanan yang diinginkan dan memasukan. Karena itu, penyedia layanan harus mampu mengidentifikasi kebutuhan
dan keinginan warga pengguna, kemudian memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan warga tersebut.
Untuk mengetahui keinginan, kebutuhan dan kepentingan pengguna atau pelanggan birokrasi pelayanan publik harus mendekatkan diri dengan pelanggan.
Pemerintah yang demokrasi lahir untuk melayani warganya. Karena itu, tugas pemerintah adalah mencari cara agar warga merasa senang dan puas dalam menerima
pelayanan yang mereka selenggarakan.
3.
Pelayanan Publik yang Non Partisan
Maksud dan pelayanan publik non Partisan adalah sistem pelayanan yang memperlakukan semua pengguna layanan secara adil tanpa membeda-bedakan
berdasarkan status sosial ekonomi, kesukuan, etnik, agama, kepartaian, dan sebagainya. Latar belakang pengguna layanan tidak boleh dijadikan pertimbangan
dalam memberikan layanan. Penyelenggaraan pelayanan publik harus berdasarkan asas equal before the law kesamaan didepan hukum. Prinsip ini memberikan akses
yang sama bagi semua warga negara di dalam menerima pelayanan publik. Pelayanan publik non – partisan dapat dilihat dari indikator-indikator:
1 adanya akses yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan pelayanan, 2 Pemberian pelayanan publik kepada pelanggan berdasarkan nomor urut, 3 tidak
Putri Eka Ramadhani: Pemberian Izin industri Dalam Rangka Public Service Pemerintah Daerah Untuk Melakukan Upaya Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Study Di Kota Medan, 2007.
USU e-Repository © 2008
diberlakukannya dispensasi pelayanan kepada pelanggan. Untuk memenuhi itu semua disyaratkan adanya netralitas posisi birokrasi, tertama dalam menyelenggarakan
layanan publik. Arangan bagi aparat birokrasi untuk menjadi anggota dan atau pengurus partai politik seperti yang tercantum dalam pasal 3 ayat 3 UU No. 43
Tahun 1999 adalah sebuah awal dari iklim menuju pelayanan publik yang non partisan dan adil.
Menurut Adam Smith, untuk mewujudkan keadilan peran pemerintah perlu dibatasi hanya mengelola pertahanan, keamanan, hubungan luar negeri, pekerjaan
umum dan peradilan. Dalam pelayanan publik, efektivitas dan efisiensi saja tidak dapat dijadikan patokan. Diperlukan ukuran lain yaitu keadilan, sebab tanpa ukuran
ini ketimpangan pelayanan tidak dapat dihindari.
98
Kekuatan lain yang dapat mendorong aparat birokrasi dapat berintdak tidak diskriminatif terhadap pengguna layanan adalah adanya kode etik birokrasi. Kode etik
ini mengatur pola prilaku yang diperbolehkan dan yang tidak dapat diperbolehkan serta sebagai bentuk sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggar.
98
Lijan Poltak Sinambela, Op. Cit. Hal. 15
Putri Eka Ramadhani: Pemberian Izin industri Dalam Rangka Public Service Pemerintah Daerah Untuk Melakukan Upaya Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Study Di Kota Medan, 2007.
USU e-Repository © 2008
BAB III HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN IZIN DENGAN UPAYA
DAMPAK PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM SEKTOR INDUSTRI
A. Perizinan
Perizinan pada mulanya dikenal pada suatu masa tertentu hendak elakukan usahanya, baik pada suatu kegiatan tertentu maupun beberapa kegiatan tertentu
lainnya. Pada saat itu setiap orang yang hendak melakukan usahanya harus memiliki izin dari pengusaha di wilayahnya. Orang diharuskan memiliki izin sebelum berusaha
pada saat itu. Untuk menjawab hal tersebut ada beberapa kemungkinan yang bisa diajukan, yaitu:
1. Segi Pungutan Penguasa ingin mendapatkan dan pungutan lainnya dari orang yang berusaha di
daerah kekuasaannya. Pungutan ini dapat secara umum diberlakukan pada setiap kegiatan atau pungutan diberlakukan perjenis kegiatannya.
2. Segi Dokumentasi dan Informasi Penguasa ingin mencatat dan mengetahui beberapa orang yang melakukan
kegiatan usaha diwilayahnya, demikian juga ingin mencatat dan mengetahui jenis kegiatan dan usaha yang dijalankan di wilayahnya. Biasanya hal ini kemudian
Putri Eka Ramadhani: Pemberian Izin industri Dalam Rangka Public Service Pemerintah Daerah Untuk Melakukan Upaya Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Study Di Kota Medan, 2007.
USU e-Repository © 2008