26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kecoklatan pada perbatasan dua pelarut. Sedangkan kandungan minyak atsiri ditandai dengan residu yang tetap beraroma khas.
4.4 Parameter Standar.
Parameter standar yang dilakukan terhadap ekstrak kental biji jintan hitam dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Parameter Standar Ekstrak
Parameter Ekstrak
Susut pengeringan 2,639
Kadar abu 0,297
Pemeriksaan kadar abu dilakukan dengan memanaskan bahan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya akan terdekstruksi dan
menguap, sehingga yang tertinggal hanya unsur mineral dan anorganik. Tujuan penetapan kadar abu adalah untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal pada proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Batas kadar abu total jintan hitam yang
diperbolehkan yaitu tidak lebih dari 8,00 seperti yang telah dijelaskan dalam Materi Medika jilid III. Dari tabel diatas maka diketahui bahwa
ekstrak kental jintan hitam masuk dalam persyaratan yang dianjurkan. Sementara, nilai pada susut pengeringan menyatakan jumlah maksimal
senyawa yang mudah menguap atau hilang pada proses pengeringan.
4.5 Pemisahan Senyawa Inhibitor Dengan Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom digunakan sebagai pemisahan tahap awal terhadap senyawa yang terkandung dalam ekstrak biji jintan hitam Nigella
sativa L.. Kromatografi kolom bekerja sama seperti kromatografi lapis tipis dimana molekul senyawa yang terikat lemah dengan fase diamnya akan
keluar lebih dahulu dibandingkan dengan senyawa yang terikat kuat dengan fase diamnya.
Kromatografi kolom dalam penelitian ini menggunakan fase diam silika gel F
254
Merck. Sedangkan eluen yang digunakan sebagai fase
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
geraknya adalah eluen bergradien, yaitu n-heksana:etil asetat dengan berbagai perbandingan 100:0
–0:100. Sampel ekstrak biji jintan hitam yang dimasukkan ke dalam kolom sebanyak 4 ml dengan konsentrasi 1 gml, lalu
dilanjutkan dengan memasukkan eluen n-heksana:etil asetat tersebut. Senyawa yang keluar ditampung sebanyak 4 ml untuk masing masing
fraksi. Seluruh fraksi yang diperoleh kemudian diuapkan dan dilarutkan kembali dengan metanol absolut sehingga konsntrasinya menjadi 100.000
ppm. Fraksi-fraksi ini kemudian diuji aktivitas inhibisinya terhadap enzim RNA helikase HCV dengan metode uji kolorimetri ATPase.
4.6 Produksi Enzim RNA Helikase HCV
4.6.1 Ekspresi Enzim RNA Helikase HCV
Tahap pertama dimulai dengan prekultur yang dilakukan dalam media cair Luria Bertani LB 10 ml. Media LB ini merupakan media
yang cocok untuk pertumbuhan bakteri karena terdiri dari komponen yang kompleks yaitu tripton, ekstrak khamir, dan natrium klorida. Dalam tahap
prekultur ini ditambahkan antibiotik ampisilin pada media LB yang berfungsi sebagai selection marker terhadap pertumbuhan E.coli
BL21DE3 pLysS-RNA helikase HCV rekombinan yang juga mengandung gen resisten ampisilin. Oleh karena itu, dengan penambahan
ampisilin ini diharapkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain sehingga hanya bakteri E.coli yang membawa gen RNA HCV tersebut
yang dapat tumbuh. Media yang sudah dimasukkan bakteri E.coli tersebut dikultur dalam shaker incubator pada suhu 37⁰C dengan kecepatan 150
rpm selama satu malam Pelzar Chan, 1986. Tahap kedua adalah kultur bakteri E.coli BL21DE3 pLysS-RNA
helikase HCV rekombinan yaitu dengan memindahkan hasil prekultur ke medium LB 400 ml yang sebelumnya telah ditambahkan ampisilin.
Kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37⁰C dengan kecepatan 150 rpm dan Isopropil β-D-thiogalaktopiranosida IPTG ditambahkan pada saat
nilai OD
600
Optical Density kultur sel E.coli mencapai 0,3, karena pada nilai tersebut kultur bakteri mencapai fase logaritmik. Fase ini merupakan
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
fase awal dimana bakteri E.coli tumbuh. Penambahan IPTG tersebut bertujuan untuk menginduksi gen RNA helikase HCV agar terjadi ekspresi
yang berlebih hingga fase awal stasioner dimana nilai OD
600
mencapai 1 Utama et al, 2000.
Kemudian bakteri E.coli yang membawa gen RNA helikase HCV tersebut dipanen dengan sentrifugasi bertingkat. Sentrifugasi bertingkat ini
bertujuan untuk memisahkan E.coli dari media LB. Proses sentrifugasi dilakukan pada suhu 4⁰C dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit.
Bakteri E.coli akan mengendap sebagai pelet sedangkan media LB terpisah sebagai supernatan. Pelet yang telah terkumpulkan disimpan pada suhu -
20 C untuk menghindari kerusakan pada sel dan menjaga stabilitas enzim
RNA Helikase HCV.
4.6.2 Purifikasi Enzim RNA Helikase HCV
Purifikasi enzim RNA HCV bertujuan untuk memurnikan hasil ekspresi enzim RNA helikase HCV yang telah disisipkan dalam bakteri E.
coli BL 21 DE3 pLysS. Proses purifikasi ini diawali dengan pemecahan sel terlebih dahulu. Pemecahan sel dilakukan dengan dua tahap yaitu
pengeringbekuan freeze thawing dan sonikasi. Pengeringbekuan dilakukan dengan menempatkan sel secara bergantian pada suhu -20⁰C
dan suhu ruang, masing-masing selama 30 menit sebanyak tiga kali pengulangan. Pengeringbekuan menyebabkan pembentukan kristal es pada
sel E.coli yang membawa gen RNA helikase HCV. Kristal es terbentuk akibat dilakukannya pengeringbekuan yang berulang terhadap cairan
intraselular dan cairan ekstraselular. Proses inilah yang memudahkan pemecahan sel Schwen Melling, 1985.
Pemecahan sel tahap kedua yaitu sonikasi yang bertujuan untuk memecah dinding sel. Metode sonikasi ini akan merusak organel dalam sel
namun tidak merusak integritas kemampuan fungsionalnya. Sebelum dilakukan sonikasi, pelet HCV ditambahkan terlebih dahulu dengan dapar
B 10 mM Tris HCl pH 8,5, 100 mM NaCl dan 0,25 Tween 20. Tris HCl berfungsi sebagai dapar untuk mempertahankan pH enzim RNA
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
helikase selama proses purifikasi. Tween 20 digunakan untuk merusak lipid bipolar pada membran sel. Natrium Klorida berperan untuk
menghilangkan kontaminan dan asam nukleat yang berikatan tidak spesifik dengan RNA helikase Vanz et al, 2008.
Setelah proses sonikasi, selanjutnya dilakukan sentrifugasi untuk mengambil supernatannya. Supernatan ini berupa metabolit intraseluler
yang perlu dimurnikan. Proses pemurnian menggunakan resin TALON dan dibiarkan selama 3 jam didalam cold rotary room. Resin TALON
bekerja dengan cara mengikat RNA helikase yang telah dilabel dengan 6xHis-Tag pada N terminalnya. Pengikatan ini dilakukan oleh logam Co
2+
yang terdapat dalam resin TALON. RNA helikase yang telah diikat oleh resin TALON dipisahkan dari metabolit intraseluler lainnya dengan
sentrifugasi pada temperatur 4°C kecepatan 3500 rpm selama 7 menit. Resin yang telah berikatan dengan RNA helikase dicuci dengan
menggunakan dapar B dengan maksud untuk menghilangkan protein non target. Pencucian selanjutnya menggunakan dapar elusi imidazol dalam
dapar B, dimana imidazol yang terdapat dalam dapar elusi ini akan memutus ikatan antara RNA helikase dengan resin TALON. Setiap proses
pencucian dilanjutkan dengan sentrifugasi pada temperatur 4°C kecepatan 3500 rpm selama 5 menit untuk memisahkan resin dan supernatannya.
Setiap hasil sentifugasi pada tahap pemurnian enzim dikoleksi untuk dianalisis dengan menggunakan metode SDS-PAGE. Penggunaan
kecepatan tersebut untuk menghindari kerusakan enzim dan mencegah penurunan aktivitasnya Sambrook Russel, 2001.
4.7 Uji Kemurnian Enzim RNA Helikase HCV dengan SDS-PAGE
Uji kemurnian enzim RNA helikase HCV dengan menggunakan SDS PAGE. Adapun prinsip kerjanya adalah pemisahan berdasarkan migrasi
protein pada media penyangga. Komposisi SDS PAGE adalah akrilamid, Tris HCL, H
2
O, tetramethylethylendiamine dan amonium persulfat. Akrilamid berguna sebagai pembentuk gel, Tris HCl berguna sebagai dapar
atau pengatur keseimbangan pH. Amonium persulfat sebagai inisiator dalam
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
proses polimerasi akrilamid menjadi poliakrilamid, sedangkan tetramethyl- ethylendiamine berguna sebagai katalisator reaksi polimerasi akrilamid
menjadi akrilamid sedangkan H
2
O sebagai pencuci pada proses pembuatan gel akrilamid. Untuk pewarnaan hasil SDS-PAGE digunakan pereaksi
warna commasie blue dan destain for commasie sebagai pembilasnya sehingga dapat menampakkan pita protein sesuai ukuranya.
Gambar 4.1. Hasil SDS PAGE RNA helikase HCV S: Supernatan, W1: Washing 1, IV: Inner Volume, M: Marker, E1: Elusi 1
Dari hasil SDS PAGE pada gambar 4.1 menunjukkan enzim RNA helikase HCV memiliki bobot molekul 54 kDa. Enzim RNA helikase yang
dipurifikasi dapat dikatakan telah murni karena menunjukkan pita tunggal dan sesuai dengan marker BIORAD
®
. Pada lajur pelet tidak terlihat adanya pita protein dikarenakan metabolit intraseluler telah berada dalam
supernatan S. Pada lajur inner volume IV dan supernatan S masih terlihat banyak pita protein dikarenakan masih banyak metabolit intraseluler
yang belum termurnikan melalui tahap purifikasi. Lajur washing W yang merupakan hasil tahap pencucian dengan resin TALON tidak menunjukkan
adanya pita protein yang berarti pada proses pencucian ini tidak terbawa protein RNA helikase. Namun hasil SDS PAGE ini yang belum terlalu
bagus dikarenakan proses destaining commassie blue yang terlalu cepat
Pelet S
W1 IV M
E1 37 kDa
50 kDa 85 kDa
120 kDa
54 kDa
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sehingga larutan commassie blue yang memberikan warna biru masih terlihat sangat pekat pada gel SDS PAGE.
4.8 Uji Aktivitas Inhibisi Fraksi Kolom Kromatografi Ekstrak Biji Jintan